Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Memudarnya Ideologi Pancasila
Oleh : Redaksi
Sabtu | 22-11-2014 | 07:54 WIB

Oleh : Amril Jambak

PENGHAPUSAN kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) santer dibicarakan berbagai kalangan akhir-akhir ini. Ini tidak terlepas dari pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) akan mengizinkan pengosongan kolom agama pada kartu identitas penduduk yang ditujukan bagi warga negara penganut aliran kepercayaan yang belum diakomodasi undang-undang.

Wacana untuk menghilangkan kolom agama yang tertera di KTP bagi penganut agama di luar agama mayoritas dianggap bertentangan dengan Pancasila. Pancasila dasar dari Negara Indonesia adalah Pancasila dan dalam sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Mengutip pernyataan Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR RI bahwa agama menentukan cara kita hadir di atas dunia cara bergaul cara mati karena itu Pancasila meletakkannya di sila pertama, tidak mungkin dihilangkan dari identitas pribadi. 

Fahri mengatakan masyarakat timur tak perlu meniru kultur masyarakat barat yang individual sehingga identitas tak terlalu penting. Sedangkan masyarakat Indonesia tumbuh dengan kultur komunal. "Siapa tetanggamu, dengan siapa kamu bermain, bahkan agama, itu menentukan cara kita hadir, cara bergaul, dan cara mati," kata Fahri. 

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) AM Iqbal Parewangi berpendapat bahwa penghapusan kolom agama dalam kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sama halnya dengan menghilangkan identitas bangsa. "Ini benar-benar wacana yang keterlaluan. Kalau mau menghilangkan kolom agama, sekalian saja menghilangkan nama Indonesia karena identitas dari bangsa ini adalah agamanya, kebhinnekaan itu sendiri," katanya di Makassar, Senin (10/11/2014).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak penghapusan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena kolom itu penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. "Kami memutuskan menolak rencana atau gagasan penghapusan kolom agama pada KTP," kata Ketua Bidang Ukhuwah Islamiyah MUI Umar Shihab usai memimpin rapat soal ini di Kantor MUI, Jakarta, Kamis.

MUI juga menolak rencana agama lain, selain yang diakui di Indonesia ditulis dalam kolom agama di KTP, serta menilai aliran kepercayaan tidak boleh ditulis pada KTP. Agama yang diakui di Indonesia berdasarkan UU Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan adalah Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu.

Gagasan penghapusan atau penambahan agama lain pada KTP berpotensi merugikan bangsa dan negara karena dapat menciptakan polemik, kata MUI. "Ketentuan itu sudah relevan, aspiratif dan akomodatif, jadi harus dilaksanakan. Itu sikap umat Islam dalam menanggapi permasalahan ini," ujar Umar Shihab.

Wakil Ketua Umum MUI Maruf Amin menambahkan penulisan nama agama pada kolom KTP adalah salah satu identitas pribadi yang dilindungi UU Nomor 24/2013 sehingga semua warga negara yang memiliki agama sesuai dengan ketentuan wajib mencantumkannya dalam kolom KTP. "Kalau seseorang memiliki agama di luar enam agama yang diakui di Indonesia, maka kolom agama di KTP dikosongkan, namun tercatat dalam administrasi kependudukan," kata Ma'ruf.

Dia menegaskan UU Nomor 24/2013 harus dipertahankan dan menegaskan aliran kepercayaan bukanlah agama sehingga tidak boleh ditulis pada kolom agama di KTP. "Kami akan sampaikan keputusan ini kepada pemerintah," tegas dia.

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk tak wajib diisi oleh warga yang memeluk keyakinan di luar enam agama yang diakui pemerintah Indonesia. "Dasarnya kan menurut UU ada enam agama yang sah. Kami (pemerintah) sebagai pelaksana terikat pada UU," kata Tjahjo di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (7/11/2014).

"Saya sebagai Mendagri ingin setiap warga punya hak untuk memeluk apa yang dia yakini. Jangan sampai orang terhambat karena tidak bisa menunjukkan agamanya apa," ujar Tjahjo.

Mantan anggota DPR itu berencana untuk berkonsultasi dengan Kementerian Agama. "Yang mengatur UU soal itu Kementerian Agama. Tapi saya sebagai Mendagri harus melihat kepentingan semua warga negara, dengan tetap mengikuti payung hukum," kata Tjahjo.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan kolom agama pada KTP tidak boleh dikosongkan. Saat ini, pemerintah masih menggodok draft Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait perlindungan umat agama di Indonesia. "Tidak ada itu dikosongkan. Saat ini, Kementerian Agama masih menggodok RUU kaitannya untuk perlindungan agama dan keyakinan di luar enam agama mayoritas di Indonesia," katanya kepada CNN Indonesia, Jumat (7/11/2014).

Lukman mengatakan kolom agama tetap harus dipertahankan karena setiap negara perlu tahu agama apa saja yang dianut penduduknya. Selain itu, identitas agama menjadi penting dalam konteks keindonesiaan dan menduduki posisi sangat strategis terkait dengan kehidupan masyarakat dan bernegara. 

Menteri Lukman mengatakan menurut Undang-Undang Dasar 1945 agama mayoritas yang dianut oleh warga Indonesia meliputi Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Budha, Konghucu, dan Hindu. Namun, selain pemeluk agama tersebut, ada juga pemeluk agama minoritas dan keyakinan leluhur seperti di antaranya Baha'i, Kaharingan, Sunda Wiwitan, Parmalim, dan Ahmadiyah.

Jika melirik sebelumnya, masalah penghapusan kolom agama ini pernah dilontarkan anggota tim kampanye nasional pasangan capres cawapres nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK), Musdah Mulia menyatakan bila Jokowi-JK memenangkan Pilpres 2014, keduanya akan menghapus kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). 

Sebelumnya, Musdah mengatakan Jokowi mendukung penghapusan kolom agama di KTP karena menghargai kebebasan beragama sebagaimana tercantum dalam konstitusi.

 "Kata Pak Jokowi, oke enggak masalah," kata Musdah mengutip Jokowi, dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 18 Juni 2014.

Musdah yang juga Direktur Eksekutif Megawati Institute ini menjelaskan, terkait agama merupakan hak pribadi seseorang dengan Tuhannya. Dan terlebih tak ada urusannya dengan pelayanan publik. "Kan enggak perlu ditanyakan, kamu agamanya apa untuk pelayanan publik kan," beber dia. 

Perihal ini, Jokowi membantahnya. Disebutkan, dirinya dan JK sama sekali tidak memiliki rencana untuk menghapus kolom agama dari KTP. Menurut Jokowi, pencantuman agama merupakan identitas yang harus melekat dalam diri setiap penduduk Indonesia.  "Di Pancasila kan sudah jelas, di sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi apapun itu, ya jadi identitas karakter kita," ujar Jokowi di sela-sela kampanye di Slawi, Jawa Tengah, Kamis 19 Juni 2014.

Karena merupakan bagian dari identitas yang melekat bagi setiap warga, Jokowi menegaskan penghapusan kolom agama tidak mungkin dilakukan olehnya dan JK. Ia sendiri membantah pernah mengatakan kepada Musdah Mulia kalau dirinya menyetujui usulan penghapusan kolom agama di KTP dengan alasan keberadaan kolom KTP merugikan warga negara, khususnya warga minoritas.

Mudah-mudahan penghapusan kolom agama pada KTP tidak direalisasikan oleh pemerintah. Jika penghapusan ini benar-benar terjadi, pemerintah lah yang merongrong keberadaan Pancasila. Padahal Pancasila dasar dari Negara Indonesia adalah Pancasila dan dalam sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa serta Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945. 

Penulis berharap semoga Presiden Jokowi membuat kebijakan tepat, dan jangan sampai salah mengambil keputusan. Jika menghilangkan kolom agama dalam KTP, berarti sama saja upaya penghapusan identitas serta menyalahi sila pertama Pancasila. *

Penulis adalah peneliti Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI) Jakarta