Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Otak Atik Logika Kenaikan Harga BBM
Oleh : Redaksi
Jum'at | 21-11-2014 | 08:17 WIB

Oleh : Otjih Sewandarijatun

PRESIDEN Joko Widodo telah berulang kali menegaskan akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubisidi di masa awal pemerintahannya. Ia lebih memilih untuk menaikkan harga BBM dibandingkan langkah alternatif lainnya seperti pembatasan pemakain BBM bersubsidi, kuota bbm untuk kalangan tertentu seperti angkutan umum dan mobil niaga, serta beberapa alternatif lainnya yang dianjurkan para pakar ekonomi. 

Subsidi BBM merupakan salah satu beban utama dalam APBN yang dirancang pemerintah. Untuk tahun 2014, subsidi BBM dianggarkan sebesar Rp 210,7 triliun. Namun diperkirakan angka ini akan membengkak hingga Rp 240 triliun pada Desember 2014. Ini berarti sekitar 14 persen APBN dialokasikan hanya untuk subsidi BBM. 

Begitu beratnya beban anggaran yang ditanggung oleh pemerintahan yang baru, sehingga keputusan pahit pun harus diambil. Untuk meringankan anggaran, maka harga BBM harus dinaikkan, dan diperkirakan hingga Rp 3.000 per liter, sehingga harga BBM bersubsidi menjadi Ro 9.500 per liter. Namun melihat kondisi dan realitas yang ada, maka hal tersbut mutlak untuk dilakukan.

Berikut ini adalah beberapa logika atau alasan yang mendukung kenaikan BBM oleh pemerintahan Jokowi :

Subsisi BBM Dinikmati Kendaraan Pribadi
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral, sebanyak 92 persen dari pemakai BBM bersubsidi adalah kendaraan pribadi. Sedangkan untuk kendaraan umum hanyalah sebesar 8 persen. Jika dilihat dari volume BBM, maka 70 persen volume BBM bersubsidi dinikmati oleh kendaraan pribadi yang mayoritas merupakan kelompok ekonomi menengah ke atas. 

Sedangkan Komite Ekonomi Nasional (KEN) juga menegaskan bahwa penikmat BBM bersubisi telah salah sasaran. Dilihat dari pengeluaran per kapita, penikmat subsidi BBM adalah 100 juta penduduk menengah keatas yang diperkirakan memiliki mobil atau motor, dan 50 juta penduduk pengeluaran atas yang memiliki mobil sekaligus motor. Adapun 70 juta penduduk rentan miskin diperkirakan hanya  memiliki satu motor. Sedangkan 29 juta penduduk yang masuk kategori miskin adalah pengguna kendaraan umum

Harga BBM Indonesia Murah Dibandingkan Negara ASEAN
Harga BBM bersubsidi atau kualitas premium di Indonesia menempati posisi nomor 13 paling murah di dunia. Padahal bila dilihat dari rangking ekonomi dunia, Indonesia berada pada kelompok ekonomi menengah dengan pendapatan perkapita sebesar US$ 3.499 atau Rp 36,5 juta.

Bila dilihat pada lingkungan Asia Tenggara, Brunei Darussalam merupakan negara penjual BBM bersubsidi termurah, yakni Rp 4.153 per liter. Tapi yang perlu dicatat, cadangan minyak Brunei lebih banyak daripada Indonesia, penduduknya pun jauh lebih sedikit. Berikutnya adalah Malaysia yang masih jual BBM subsidi Rp 5.968 per liter. Tapi patut dicatat pula Malaysia tidak impor BBM seperti Indonesia, yang mencapai US$ 150 juta per hari. Cadangan minyak Malaysia juga lebih banyak dibandingkan Indonesia, dan Petronas yakni BUMN energi Malaysia mempunyai ladang minyak di banyak negara.

Setelah Malaysia, baru Indonesia yang menjual BBM Bersubsidi dengan harga Rp 6.500 per liter. Harga BBM termurah kemudian dilanjutkan Myanmar Rp 10.340 per liter, lalu Filipina Rp 12.147 per liter, Thailand Rp 12.453 per liter, Kamboja Rp 13.298 per liter, Laos Rp 13.396 per liter, Vietnam Rp 14.553 per liter, dan paling mahal Singapura Rp 15.695 per liter
Volume BBM Bersubsidi Selalu Melebihi Kuota
PT Pertamina memproyeksikan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 2014 akan jebol hingga 1,9 juta kilo liter sampai akhir tahun. Hal ini sangat mungkin terjadi pemerintah tidak melakukan upaya apapun dalam kebijakan. Kuota BBM bersubsidi yang jebol sebesar 1,9 juta kiloliter, terdiri dari solar 1,06 juta kiloliter, dan premium 800 ribu kiloliter. Sesuai UU APBN, maka setelah kuota habis, maka BBM dijual dengan harga non subsidi. 

Pada 2013, kuota BBM bersubsidi ialah 46,01 juta kiloliter. Namun jumlah tersebut membengkak hingga 49,65 juta kilo liter. Pada tahun lalu terjadi defisit 3,64 juta kilo liter BBM bersubsidi.

Ancaman Impor Minyak di Depan
Tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia dari tahun ke tahun sangat mengkhawatirkan. Indonesia diprediksi akan menjadi importir BBM terbesar di 2025 mengalahkan Amerika Serikat dan Meksiko. Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi, bila produksi minyak terus menurun dan tidak segera ditemukan lapangan minyak baru, pada 2025 Indonesia akan menjadi importir minyak terbesar di dunia. Kalau tidak ada perubahan pola konsumsi, maka pada 2025 Indonesia akan impor minyak lebih dari 1,5 juta barel per hari.

Padahal saat ini Indonesia sudah berada di ambang krisis minyak. Cadangan minyak bumi yang dimiliki Indonesia sudah tidak lagi memadai, hanya tersisa 14 persen. Dalam tempo 30 tahun, cadangan minyak Indonesia telah merosot 68 persen. Ini adalah penurunan cadangan minyak paling tajam dan cepat di Asia. 
*) Penulis adalah alumnus Universitas Udayana, Bali