Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD Akan Bentuk Tim Khusus Awasi Kinerja Pemerintah Soal Perbatasan
Oleh : Irawan Surya
Selasa | 18-11-2014 | 16:34 WIB
fahira_idris_.jpg Honda-Batam
Fahira Idris. (Foto: net)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mencuatnya kabar 10 desa perbatasan di Kalimantan Timur yang warganya ingin bergabung dengan Malaysia dan tiga desa di perbatasan Kalimantan Utara yang diklaim Malaysia masuk wilayahnya, bukan baru ini saja terjadi. Infrastrukur yang serba minim, membuat warga di perbatasan tergiur untuk pindah kewarganegaraan agar bisa hidup lebih baik. 

Sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat nasional, DPD disarankan bentuk tim khusus awasi kinerja pemerintah di kawasan perbatasan.

Anggota DPD RI, Fahira Idris, mengatakan, ketidakberpihakan pembangunan mengakibatkan hampir semua kawasan perbatasan menjadi daerah tertinggal di mana mayoritas masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Akibatnya, ada keinginan sebagian warga untuk berganti kewarganegaraan Malaysia. 

"Ini bentuk kegagalan pembangunan nasional. Saya akan mendorong agar DPD membentuk tim khusus awasi kinerja pemerintah di perbatasan," ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (18/11/2014).

Isu warga perbatasan yang akan bergabung dengan negara tetangga akan terus muncul selama pemerintah mengabaikan nasib mereka. Fahira memaklumi jika ada warga perbatasan yang ingin berpindah warga negara karena ingin mendapat kehidupan yang layak. 

"Bayangkan saja, Anda hidup di kawasan yang terisolasi, jalan sulit dilalui, pasokan listrik minim, jaringan telekomunikasi nyaris tidak ada, irigasi seadanya, lahan pertanian terbatas, fasilitas kesehatan, sekolah, dan pasar yang jaraknya jauh. Sementara di seberangnya (Malaysia) mereka melihat kondisi yang sebaliknya. Jadi jangan bicara nasionalisme jika hak warga perbatasan diabaikan," ungkap Wakil Ketua Komite III DPD ini.

Dari laporan yang diterimanya, Fahira mengatakan, warga di perbatasan kerap ditawari kehidupan yang layak, diberi lahan, disediakan rumah, dan dibukakan akses jalan darat serta kabel komunikasi jika mau berpindah warga negara. 

"Jika ini (laporan) benar, tentu menyedihkan. Kenapa Malaysia berani seperti itu? Karena mereka tahu kehidupan masyarakat kita diperbatasan memperihatinkan. Ibarat rumah, kawasan perbatasan itu beranda depan rumah bernama Indonesia yang harus tertata rapi dan bagus, bukan malah berantakan," tukas Fahira.

Menurut Fahira, Presiden Jokowi harus fokus dalam menyelesaikan ketimpangan pembangunan di kawasaan perbatasan dengan mengutamakan pendekatan kesejahteraan. 

"Pendekatan pengelolaan kawasan perbatasan harus dirubah dari pendekatan keamanan menjadi pendekatan kesejahteraan. Caranya menjadikan perbatasan sebagai pusat-pusat ekonomi baru yang artinya infrastruktur harus segera dibangun," jelasnya.

Seperti diketahui, mencuat kabar ada 10 desa di Kalimantan Timur di tapal batas negara yang warganya ingin bergabung dengan Malaysia. Ke-10 desa yang diisukan ingin bergabung dengan Malaysia itu ialah Long Pananeh I, Long Pananeh II, Long Pananeh III, Tiong Ohang, Tiong, Noha, Tifab, Long Apari, Long Kerioq, serta Noha dan Noha Silat. Isu lainnya di Kalimantan Utara, terdapat tiga desa, yakni Simantipal, Sinapad, dan Sinokod, yang diklaim Malaysia masuk wilayahnya. (*)

Editor: Roelan