Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ditengah Harga Minyak Mentah Dunia Turun

DPR Nilai Rencana Presiden Jokowi Naikkan Harga BBM Gegabah
Oleh : Redaksi
Sabtu | 15-11-2014 | 13:32 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Rencana kenaikan harga BBM yang akan dilakukan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf (Jokowi-JK) Kalla dinilai gegabah. Pasalnya, pemerintah belum menyiapkan jaring pengaman sosial yang kuat untuk mengantisipasi dampak dari pencabutan subsidi tersebut.


"Hal yang saya cermati, program antisipasi Jokowi mohon maaf saja bukan nol, tapi minus," ujar Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika dalam diskusi yang bertajuk "Bola Panas BBM" di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/11/2014).

Menurut Kardaya, ketidaksiapan program antisipasi Jokowi terlihat dari langkah menteri yang tidak kompak dalam memberikan pernyataan terkait langkah antisipasi dampak kenaikan BBM.

Ia pun mencontohkan, program penangananan dampak kenaikan BBM melalui Kartu Sakti Jokowi. Kardaya menungkapkan, kata seorang menteri dananya akan diambil dari CSR. Sementara, kata menteri yang lain dari APBN.

"Ini saja dua menteri sudah berbeda, konsekuensinya akan ada dua alternatif. Kedua menteri tersebut bisa saja salah, atau satu menteri benar yang satunya lagi salah," katanya.

Dalam kondisi semacam itu, Kardaya mengimbau agar Jokowi tidak menaikkan harga BBM sebelum menyiapkan jaring pengaman sosial yang betul-betul kuat.

"Kalau ini naikkan-naikkan saja. Ini terburu buru belum ada persiapan yang matang," katanya.

Sedangkan Anggota F-PDIP Effendi Simbolon mengatakan, meski PDIP sebagai partai pemerintah yang mendukung pemerintahan Presiden Jokowi-Wapres JK, tetap menolak kenaikan harga BBM karena mendapat kecaman dari masyarakat. Pasalnya harga minyak mentah dunia sedang turun.

Effedi Simbolon menegasakan,  pemaksaan terhadap kenaikkan harga BBM hanyalah akal-akalan pemerintahan Jokowi-JK.

"Akal-akalan itu untuk penggelembungan proyek-proyek di DPR. Dan untuk mendapatkan komisi yang banyak," kata Effendi.

Dia merinci selama ini aturannya kuota subsidi BBM ditentukan DPR dan kenaikkan harganya ditentukan pemerintah. Ini celah yang sarat kepentingan.

Effendi sendiri mengaku menolak aturan dan sistem ini. Dan dia juga meminta KPK masuk untuk mengawasi kecenderungan korupsi dari permainan harga BBM ini.

"Jadi terkait kenaikkan BBM ini di DPR juga ada dualisme. Pertama anggota DPR yang berdasarkan konstitusi undang-undang dasar 1945 dan kedua anggota DPR yang berorientasi pada project pembangunan," katanya.
Sementara itu, pengamat energi  dan migas  Hendrajit menduga ada dua kepimpinan antara Presiden Jokowi dan Wapres JK terkait polemik  rencana menaikkan harga BBM.

"Saya menangkap dari lika liku polemik BBM ini ada dualisme kepemimpinan di RI antara presiden dan wapres. Praktis pos ekonomi termasuk ESDM dikuasai all JK connection. Kenaikan harga BBM justru adalah tebar isu. Seiring kenaikan harga, ada pergantian dirut baru di Pertamina dari kroni Soemarno grup dengan mencalonkan Widyawan atau Rinaldi Firmansyah,"  kata Hendrajit.

Sekadar informasi, Widyawan Prawiraatmaja saat ini menjabar sebagai Deputi Komersial SKK Migas, sedangkan Rinaldi Firmansyah adalah mantan Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).

Sebaliknya, Direktur Energi Watch Ferdinand Hutahaen melihat seolah Presiden Jokowi hanya sebagai juru bicara pemerintah.

"Kenapa Pak Jokowi seolah ditempatkan jadi jubir pemerintah? Kenaikan ini hanya menunggu beliau mengumumkannya setelah pulang dari luar negeri. Yang banyak komentar justru Pak JK. Sedih ketika presiden seperti jadi juru bicara negara saja," kata Ferdinand.

Menurut dia, Jokowi adalah orang yang baik. Namun, dia menilai, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak paham segala hal.

"Yang saya amati Pak Jokowi orang baik tapi tidak memahami banyak bidang. Harusnya ketika dapat informasi dari bawahannya, informasi internal jangan didengar langsung karena diduga banyak mafia di kabinet Jokowi," katanya.

Editor : Surya