Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jangan Terlalu Mudah Menyimpulkan Adanya Kerugian Keuangan Negara
Oleh : Redaksi
Kamis | 13-11-2014 | 10:11 WIB

Oleh: Raplan Lumbanbatu SE. MM. CFrA.

SEMANGAT pemerintah untuk memberantas korupsi, seiring juga semangat dari berbagai lapisan kelompok masyarakat untuk mengomentari tentang kerugian keuangan Negara termasuk siapa atau lembaga mana yang berwewenang untuk menghitung kerugian keuangan negara. Hal ini terbukti dengan menjamurnya tanggapan, komentar dan kesimpulan lapiasan masyarakat tentang kerugian keuangan Negara dan yang menghitungnya serta yang menetapkannya.

Sering kali kita dengar dari berbagai pihak atau kelompok masyarakat (berpendidikan formal, wiraswasta, profesi, pensiunan dosen dan berbagai lapisan lainnya) menyatakan bahwa di suatu instansi pemerintahan atau kelembagaan telahterjadi kerugian keuangan negara, meskipun dengan tidak langsung menuduh seseorang jadi koruptor.

Seperti yang pernah penulis dengar/alami dari pernyataan seseorang/kelompok yang menyebutkan bahwa di instansi tersebut banyak terjadi korupsi juga para pejabatnya koruptor dan langsung menyimpulkan adanya kerugian keuangan Negara walaupun informasi maupun data yang mendasari pernyataan mereka masih kurang memadai yaitu hanya:
 - Melihat bangunan-bangunan di lingkungan satu instansi tersebutmengalami kerusakan.
- Terjadi penyimpangan dari peraturan dan atau anggaran dari pedoman
- Bangunan atau pekerjaan belum dimanfaatkan dan lain-lain yang menurut kelompok sudah sebagi bukti bahwa telah terjadi korupsi

Tentu dengan tidak mengurangi semangat untuk memberantas korupsi, namun untuk menyimpulkan bahwa seseorang telahmelakukan korupsi dan telah menimbulkan kerugian keuangan Negara harus tetap berhati-hati dan dalam rambu-rambu yang benar yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Masalah ini menjadi menarik apabila kita hubungkan dengan apa itu sebenarnya kerugian keuangan Negara dan siapa/lembaga mana yang berwewenang melakukan perhitungan kerugian keuangan Negara. Sebelum kita membahas hal tersebut, mari kita perhatikan dulu beberapa istilah di bawah ini:

1) Rugi dan Kerugian
Kamus besar Bahasa Indonesia memberikan rumusan arti kata rugi sebagai berikut: (1) terjual dan sebagainya kurang dari modalnya ; tidak mendapat laba (2) kurang dari modal ( karena menjual lebih rendah daripada harga pokok) (3) tidak mendapat faedah (manfaat) ; tidak beroleh sesuatu yang berguna (4) sesuatu yang kurang baik ( tidak Menguntungkan ; mudharat).
Sedangkan Kerugian dirumuskan sebagai: (1) menanggung atau menderita rugi ; (2) perihal rugi ; (3) sesuatu yang dianggap mendatangkan rugi (tentang kerusakan dsb); (4) ganti rugi.

Menurut Eric L. Kohler dalam buku: A Dictionary for Accountants, Fifth Edition 1978, Prentice Hall of India, New Delhi, Loss adalah:
1. Any item of expense, as in the term profit and loss
2. Any sudden, unexpected, involuntary expense or irrecoverable cost, often refferred to as a form of nonrecurring charge an expenditure from which no present of future benefit may be expected. Examples: the indepreciated cost of building destroyed by fire and not covered by insurance; damages paid in an accident suit; an amount of money stolen.
3. The excess of the cost or depreciated cost of an asset over its selling price;
4. =net loss

Dari rumusan-rumusan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rugi dapat bersifat materiil (kuantitatif) dan dapat bersifatnon materiil (kualitatif). Kerugian materiil adalah kerugian yang dapat diukur dengan nilai uang berdasarkan parameter-parameter tertentu yang objektif dan dapat diuji secara profesional. Sedangkan kerugian non material bersifat subjektif dan sulit diukur dalam nilai uang.

2) Keuangan Negara
Pengertian keuangan Negara menurut penjelasan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaK orupsi, adalah:
Seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

Dari rumusan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian keuangan negara tidak semata-mata berbentuk uang, tetapi termasuk segala hak dan kewajiban (dalam bentuk apapun) yang dapat diukur dengan nilai uang.

3) Kerugian Keuangan Negara
Menurut UU No. 31 tahun 1999 bahwa kerugian keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaanwewenang / kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan atau disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majure).

Dengan merujuk kepada definisi rugi dan definisi keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam UU No. 31 tahun 1999 dan A Dictionary for accounting, maka dapat kita simpulkan bahwa kerugian keuangan Negara dapat berbentuk :
(1) Pengeluaran suatu sumber/kekayaannegara/daerah (dapat berupa uang, barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan;
(2) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/ daerah lebih besar dari yang seharusnya menurut kriteria yang berlaku;
(3) Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima (termasuk diantaranya penerimaan dengan uang palsu, barang fiktif);
(4) Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari yang seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitas tidak sesuai);
(5) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang seharusya tidak ada;
(6) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang seharusnya;
(7) Hilangnya suatu hak negara/daerah yang seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yang berlaku;
(8) Hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima.  

Dari uraian di atas bisa kita lihat begitu luasnya ruang lingkup dari keuangan Negara dan kerugian keuangan Negara sehingga untuk menyimpulkan adanya kerugian keuangan Negara tidaklah mudah, diperlukan suatu keilmuan dan pengetahuan yang mencukupi tentang hal tersebut. Selain itu, untuk dapat menyatakan bahwa telah terjadi kerugian keuangan negara di suatu instansi pemerintah perlu adanya proses hokum lebih lanjut yang memerlukan waktu yang tidak sebentar dan juga tidak mudah karena tetap minta ahli yang kompeten di bidangnya.

Siapa/lembaga mana yang berwewenang untuk menghitung kerugian keuangan Negara?
Dalam UU No. 30 Th 2002: tentang KPK Pasal 6 menyebutkan KPK Mempunyai tugas: a. Koordinasidengani nstansi yang berwewenang melakukan pemberantasan pidana korupsi .Siapa itu instansi yang berwewenang ? Mari kita lihat:  dalam Penjelasan Pasal 6 UU No. 30 Th 2002: Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang" termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, inspektorat pada Departemen atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen

- UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Pasal 7 ayat (1) : Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang: huruf  h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

- UU No. 8 Tahun 1981 Psl 120 Ayat (1): Dalam hal Penyidik menganggap perlu, Ia dapat meminta pendapat atau orang yang memiliki keahlian khusus.

Dalam pelaksanaan berbagai pihak termasuk lapisan masyarakt di atas sering meragukan kewenangan tersebut, sehingga sampai ke MK, namun MK dalam Putusan MK Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 menyebutkan, Tugas dan kewenangan instansi yang disebutkan dalam Penjelasan Pasal 6 UU a quo, dalam hal ini BPKP dan BPK telah disebutkan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masing-masing. KPK sebagai salah satu pelaku dari sistem peradilan korupsi memiliki kewenangan diskresioner untuk meminta dan menggunakan informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi atau pihak-pihak lain yang terkait untuk kepentingan penyidikan. Mengenai terbukti atau tidak terbuktinya kerugian negara yang disebutkan dalam LPHKKN atau sah-tidak sahnya LPHKKN tersebut tetap merupakan wewenang mutlak dari hakim yang mengadilinya. Dengan perkataan lain, walaupun KPK memiliki kewenangan diskresioner untuk menggunakan informasi tentang kerugian negara dalam bentuk LPHKKN dari BPKP atau BPK dalam penyidikan, digunakan atau tidaknya informasi tersebut dalam pengambilan putusan merupakan kemerdekaan hakim yang mengadili perkara. (Halaman 53 – 54)

Dari uarain di atas jelas bahwa BPKP salah satu instansi yang  berwewenang melakukan perhitungan kerugian keuangan Negara bukan menetapkan adanya kerugian keuangan Negara, sedangkan yang menetapkan adanya kerugian keuangan Negara adalah merupakan wewenang mutlak dari hakim yang mengadilinya.

Memang kita patut senang melihat masyarakat belakangan ini menjadi begitu kritis terhadap isu-isu yang ada di pemerintahan khususnya menyangkut masalah korupsi. Hal ini membuktikan bahwa ada semangat yang besar dari masyarakat kita untuk memberantas korupsi, tetapi hal ini juga perlu diimbangi oleh pengetahuan yang cukup tentang apa itu sebenarnya keuangan Negara dan kerugian keuangan negara agar masyarakat kita lebih berhati-hati dan dewasa dalam menyikapi setiap isu yang muncul di lingkungan pemerintahan. 

*Penulis merupakan auditor ahli madya (koordinator pengawasan JFA bid. Investigasi) pada BPKP Perwakilan Provinsi Kepri.