Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Oktober 2014, Tren Perlambatan Laju Inflasi di Kepri Masih Berlanjut
Oleh : Roni Ginting
Rabu | 05-11-2014 | 16:42 WIB
Gusti_Raisal_Eka_Putra,_Kepala_Bank_Indonesia_Provinsi_Kepri.jpg Honda-Batam
Gusti Raizal Eka Putra, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepri.

BATAMTODAY.COM, Batam - Tren perlambatan laju inflasi Kepulauan Riau (inflasi gabungan Kota Batam dan Tanjungpinang) masih berlanjut di Oktober 2014. Hal itu dipengaruhi oleh penurunan harga sejumlah komoditas volatile food terutama kelompok komoditas sayur-sayuran dan ikan segar.

Dijelaskan Gusti Raizal Eka Putra, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepri, pasokan melimpah pada sejumlah komoditas sayur-sayuran dan ikan segar, menjadi pendorong utama terjadinya deflasi pada kelompok volatile food. Kelompok volatile food mencatatkan deflasi 0,16% (mtm) dengan andil deflasi sebesar 0,03%.

"Pasokan melimpah pada sejumlah sayur mayur khususnya bayam, kangkung dan kacang panjang antara lain didukung oleh hasil panen yang baik serta proses distribusi yang cukup lancar. Demikian juga kondisi cuaca yang mendukung aktivitas nelayan sepanjang Oktober menyebabkan pasokan ikan segar melimpah dan terjadi penurunan harga pada beberapa jenis ikan segar terutama selar dan udang basah," terang Gusti, Rabu (5/11/2014).

Namun, laju penurunan harga pada kelompok volatile food tertahan oleh harga cabe merah dan cabe rawit yang meningkat di Oktober, antara lain disebabkan oleh panen raya cabai yang berakhir di Juli serta aktivitas vulkanik Gunung Sinabung yang masih tinggi di Oktober, menyebabkan pasokan cabai baik dari Jawa maupun Sumatera mengalami penurunan. 

Lanjutnya, pada Oktober 2014 lalu, Kepulauan Riau mengalami inflasi sebesar 0,35% (mtm), lebih rendah dibanding inflasi September sebesar 0,41% (mtm). Namun secara tahunan, inflasi Oktober sebesar 4,50% (yoy) lebih tinggi dibanding inflasi tahunan September sebesar 4,04% (yoy).

"Berdasarkan kota, inflasi Kota Batam tercatat sebesar 0,29% (mtm) atau 4,51% (yoy) dan inflasi Kota Tanjungpinang sebesar 0,66% (mtm) atau 4,42% (yoy)," kata Gusti.

Kelompok inti dan administered price mencatatkan peningkatan inflasi namun masih pada level terkendali, yaitu masing-masing mencatatkan inflasi sebesar 0,52% (mtm) dan 0,32% (mtm) dengan andil terhadap inflasi masing-masing sebesar 0,32% dan 0,07%. Pada kelompok inti, kenaikan harga terutama terjadi pada biaya sewa rumah, beberapa komoditas makanan jadi dan biaya pendidikan (SD dan SLTA).

"Kenaikan harga pada beberapa komoditas kelompok inti tersebut diperkirakan karena penyesuaian harga oleh produsen terhadap kenaikan biaya produksi antara lain kenaikan bahan bakar rumah tangga dan kenaikan tarif listrik," ujarnya.

Secara khusus untuk biaya pendidikan, kenaikan harga secara regular terjadi setiap tahun ajaran baru. Adapun peningkatan inflasi pada kelompok administered price antara lain disebabkan oleh kenaikan tarif listrik PT PLN Persero yang masih berlangsung di Oktober serta dampak lanjutan kenaikan bahan bakar rumah tangga (LPG 12 kg) pada September lalu.

"Dampak lanjutan tersebut terjadi karena disparitas harga antara LPG 12 kg dengan LPG 3 kg yang semakin lebar, dan terjadinya kelangkaan memicu kenaikan harga LPG 3 kg," kata Gusti.

Bank Indonesia bersama dengan TPID menilai bahwa perkembangan inflasi hingga Oktober 2014 masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi 4,5±1% pada 2014. TPID, baik di level kota maupun provinsi senantiasa mencermati risiko inflasi terutama terkait dengan kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi menjelang akhir tahun 2014.

"TPID terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menjaga kecukupan pasokan BBM serta meminimalkan dampak lanjutan yang dapat ditimbulkan," tutupnya.

Editor: Dodo