Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Keberadaan Arif Yahya Dinilai ''Mencoreng'' Kabinet Jokowi
Oleh : Redaksi
Rabu | 29-10-2014 | 09:47 WIB
arif yahya republika.jpg Honda-Batam
Arif Yahya. (Foto: republika.co.id).

BATAMTODAY.COM - Meski secara umum Kabinet Jokowi sudah maksimum untuk kondisi riil politik yang ada, namun keberadaan Dirut PT Telkom Arif Yahya dalam Kabinet Jokowi sungguh mengecewakan dan ''mencoreng'' Kabinet Jokowi.

Arif Yahya diduga terlibat dalam proyek fiktif internet kecamatan yang kini sedang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Arif Yahya menjual aset-aset PT Telkom dengan harga murah. Saham Mitratel dijualdengan nilai 49,5% dan saham Telkom Vision dengan nilai hanya 40% dari yang seharusnya.

"Kejagung tidak transparan mengenai kasus internet kecamatan. Sudah dua tersangka, tetapi tidak dijelaskan mengapa Arif Yahya tidak ikut menjadi tersangka, padahal PT Telkom terlibat dalam proyek fiktif," kata Sihol Manullang, Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) dalam siaran persnya, Rabu (29/10/2014).

Bara JP menyatakan keheranan, mengapa sosok Arif Yahya bisa masuk kabinet. "Dukungan rakyat dan relawan terhadap Jokowi semasa Pilpres, dan antusias masyarakat merayakan pelantikan Jokowi 20 Oktober 2013, harus dimaknai sebagai harapan perubahan. Tapi kalau begini, penilaian rakyat akan lain," katanya.

Sementara, Helmy Fauzi dari Seknas Jokowi mengatakan, dua minggu lalu, Kejagung sudah menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3). "Waktu penerbitan SP3 yang berdekatan dengan pengumuman kabinet, pantas dipertanyakan," ujar Helmy, mantan anggota Komisi I DPR perioda lalu yang turut mempersoalkan
proyek fiktif internet oleh PT Telkom.

Budi Arie dan Yamin mengatakan, ada sepuluh menteri yang diduga bermasalah. "Maka kami mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bekerja aktif dan tegas, membidik manteri-menteri bermasalah, termasuk Arif Yahya," kata keduanya.

Sihol mengatakan, kasus korupsi Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan  (MPLIK) dan Penyedia Layanan Internet Kecamatan (PLIK) yang terjadi tahun 2010-2012 dengan total biaya Rp 1,4 triliun. Kasus ini tidak bisa dilihat sebagai korupsi biasa, sebab internet kecamatan sangat mempengaruhi ekonomi kreatif pedesaan.

"Andaikan internet kecamatan terealisasi dengan baik, peranan ekonomi kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan lebih besar dari sekarang, karena dari ibukota kecamatan, usaha kreatif bisa mencari pasar. Jadi ini soal bangsa," ujar Sihol.

Arif Yahya juga menjual aset-aset PT Telkom dengan harga sangat murah. Anak perusahaan PT Telkom bernama PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratrel) senilai Rp 11,3 triliun, ditukar dengan 13,7% saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).

Rakyat sangat dirugikan dengan penjualan saham Mitratel, karena nilai pasar TBIG per Senin (27/10) pagi pukul 11.00 WIB, hanya Rp 41,49 triliun dengan harga saham Rp 8.650 per lembar. Jadi nilai Mitratel yang sebesar Rp 11,3 triliun, setelah menjadi saham TBIG menjadi hanya Rp 5,6 triliun. Artinya, saham Mitratel hanya dihargai 49,5% dari yang seharusnya.

Bukan hanya itu, Arif Yahya juga menjual PT Telkom Vision senilai US$ 250 juta, dengan harga hanya US$ 100 juta kepada Trans Corp Grup milik Chairul Tanjung. Karena dijual dengan 40% dari seharusnya, Komisi I dan IV DPR sempat mempersoalkan hal ini, namun lenyap oleh angin.

"Tak ada kata lain, transaksi tukar-guling saham Mitratel yang masih dalam tahap MoU, harus dibatalkan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno, karena rakyat dan negara dirugikan," tegas Sihol kemudian menambahkan, masih banyak kasus di Telkom yang seharusnya sudah ditangani penegak hukum.

Mengenai dugaan-dugaan pelanggaran oleh Arif Yahya, demi tegaknya nama baik Kabinet Jokowi, wibawa penegak hukum harus memberi klarifikasi, apakah Arif terlibat atau tidak. "Dengan demikian Kabinet Jokowi menjadi berwibawa," tegas Sihol.

Editor: Dodo