Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sampai Kapan Aksi Demo Kenaikan UMR
Oleh : Redaksi
Jum'at | 03-10-2014 | 07:54 WIB

Oleh : Sembodo Cahyanto Kunto *)

UPAH Minimum Regional (UMR) atau dikenal dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah upah minimum yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar jasa seorang buruh. Upah minimum didasarkan pada penghitungan standar hidup layak seorang buruh yang memiliki masa kerja 0 hingga 12 bulan.

Dan, dengan penghitungan belum menikah, artinya UMR merupakan jaring pengaman sosial kepada pekerja pemula dan tidak diperuntukkan kepada pekerja ahli. Buruh yang didefinisikan dalam hal ini adalah seorang tenaga kerja terampil, dan bukan termasuk di dalamnya tenaga kerja terdidik.

Dalam beberapa tahun terakhir kalangan buruh terus memperjuangkan UMR agar sesuai dengan standar kebutuhan hiduplayak (KHL) yang ditetapkan oleh kelompok buruh. Berbagai aksi demonstrasi dan aksi pemogokan kerja dilakukan oleh beberapa kelompok buruh, untuk terus mengupayakan peningkatan UMR setiap tahunnya. 

Aksi demonstrasi para buruh akhir-akhir ini sudah menjadi tradisi tahunan dan dilakukan pada momen-momen tertentu, antara lain saat berlangsungnya hari buruh sedunia (mayday) 1 Mei, dan saat menjelang hari penetapan UMR oleh pemerintah untuk tahun mendatang. Akibatnya suasana tidak kondusif menjadi polemik di beberapa daerah, bahkan hingga terjadi bentrok fisik antara kelompok buruh pendemo dengan aparat keamanan yang bertugas melakukan pengamanan.

Fenomena ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, terutama dari kalangan media massa. Pandangan pro dan kontra disampaikan melalui media masa, dan tidak jarang pemberitaan di media massa menuai kontroversi di kalangan masyarakat umum. Pemberitaan media terkait dengan permasalahan buruh terkadang berlebihan dan tidak berimbang, sehingga menyudutkan pemerintah dan menciptakan stigma negatif masyarakat terhadap pemerintah terkait dengan penanganan masalah buruh.

Pemerintah sejatinya telah memaksimalkan peran untuk memenuhi aspirasi para buruh. Tercatat dari tahun 2010 hingga 2014terjadi kenaikan UMR hingga 218,3 persen dan pada tahun 2014, dan pemerintah telah menyetujui penetapan 60 komponen KHL yang menjadi dasar perhitungan upah buruh melalui survey langsung, hal ini membuktikan bahwa pemerintah benar-benar serius menanggapi permasalahan tersebut. Di samping itu, pemerintah juga harus memperhatikan aspirasi para pengusaha agar kebijakan yang akan dikeluarkan tidak memberatkan salah satu pihak, dan telah memenuhi unsure kesanggupan dari pengusaha pemilik modal. 

Pemerintah dalam hal ini akan mengambil kebijakan dari hasil kesepakatan semua pihak. Jika pemerintah hanya memperhatikan tuntutan para buruh, imbasnya adalah banyak perusahaan tidak mampu membayar gaji pekerja dan akan terjadi lay off atau pemecatan sementara terhadap pekerja dalam jumlah besar. Selain itu, dengan peningkatan UMR yang signifikan dikhawatirkan banyak investor dan pemilik modal yang menarik asetnya dari Indonesia, dan hal ini tentunya akan menggangu stabilitas perekonomian nasional.

Desakan buruh untuk menaikkan UMR saat ini kembali menjadi pemberitaan hangat di beberapa media massa. Para buruh kembali menuntut agar pemerintah menaikkan upah minimum dan menambah item KHL 2015 mendatang. Selain itu buruh menilai bahwa regulasi kebijakan upah minimum dan item KHL saat ini tidak berpihak pada buruh.

Buruh menuntut kenaikkan UMR tahun 2015 sebesar 3,2 juta rupiah untuk wilayah DKI Jakarta sebagai tolak ukur UMR tertinggi, dan menuntut penambahan 24  item KHL dari 60 KHL yang telah ditetapkan sebelumnya. Buruh seharusnya menyadari bahwa UMR hanya diperuntukan pada pekerja pemula. Untuk pekerja yang telah memiliki keahlian dan kemampuan, maka perusahaan akan membayar upah sesuai dengan hasil kinerja, dikarenakan kekhawatiran perusahaan apabila pekerja tersebut pindah ke perusaaan lain yang memberikan upah lebih tinggi. Sehingga buruh dapat meningkatkan kesejahteraan dengan cara memaksimalkan kinerjanya. 

Gencarnya pemberitaan tuntutan buruh dikhawatirkan dapat dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan untuk menciptakan instabilitas keamanan nasional, terutama jika tuntutan buruh tidak dipenuhi. Selain itu, kebijakan upah minimum yang memberatkan buruh juga dapat digunakan pihak tertentu untuk melakukan propaganda negatif, dengan tujuan mendiskreditkan pemerintah. Sehingga akan menimbulkan sikap pesimistis masyarakat terhadap setiap kebijakan yang dilekuarkan oleh pemerintah. 

Oleh karena itu, semua elemen masyarakat terutama kelompok buruh dan media massa diharapkan dapat ikut serta berperan dalam menjaga stabilitas keamanan nasional dengan tidak melakukan aksi anarkis dan tidak memberitakan berita provokatif. *

*) Penulis adalah pemerhati masalah perburuhan tinggal di Jakarta