Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengesahan RUU Pilkada Dibawa ke Paripurna DPR dengan Tiga Opsi
Oleh : Surya
Selasa | 23-09-2014 | 15:40 WIB
Agungunanjar.jpg Honda-Batam
Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa

BATAMTODAY.COM, Jakarta - RUU Pilkada akan disahkan di Rapat Paripurna DPR pada Kamis (25/9) lusa, dengan tiga opsi setelah dilakukan sinkronisasi dengan RUU Pemerintahan Daerah (Pemda) dan RUU Administrasi Pemerintah (Adpem).

 

Ketiga opsi itu, adalah pilkada langsung, pilkada DPRD, serta pemilihan gubernur dipilih langsung dan bupati/walikota dipilih DPRD yang merupakan usulan DPD RI.

"Di pembahasan tingkat I di Komisi II besok (Rabu, 24/9) tidak ada pengambilan keputusan RUU Pilkada, tetapi hanya ada sinkronisasi dengan RUU Pemerintah Daerah dan RUU Adminitrasi Pemerintah. RUU Pilkada akan dilaporkan ke Paripurna dengan tiga opsi, biarkan Paripurna yang memutuskan," kata Agun Gunanjar Sudarsa, Ketua Komisi II DPR di Jakarta, Selasa (23/9/2014).

Agun menegaskan, pilkada secara langsung dan dipilih DPRD itu sama-sama demokratisnya, sehingga tidak perlu diperdebatkan, karena hal itu bentuk keragaman yang tidak bisa disamakan.

Ia kemudian mencontohkan pemilihan gubernur Dearah Istimewa Aceh, pemilihan gubernur Aceh, serta pemilihan bupati dan walikota di DKI Jakarta yang tidak dipilih melainkan langsung ditetapkan.

"Makanya saya tidak takut digugat, apalagi di penjara  ketika mengatakan pemilihan melalui DPRD sama demokratisnya dengan pemilihan langsung. Itu bentuk keragaman, yang tidak mungkin diseragamkan dalam NKRI. Itulah pengertian demokratis," katanya.

Karena itu, Agun menilai pernyataan para pakar yang mengatakan, pemilihan melalui DPRD tidak demokratis , merupakan kebohongan besar.

"Para pakar itu bohong besar, kalau mengatakan pemilihan langsung lebih demokratis. Itu bohong, coba cek aja di google. Di Amerika dan Eropa pemilihan tidak dilakukan secara langsung," katanya.

Menurut Agun, apabila pilkada langsung disetujui maka masyarakat Papua akan melakukan penolakan. Sebab, pilkada langsung telah menyebabkan terjadinya perang suku di Papua yang menyebabkan korban jiwa tidak sedikit, terakhir terjadi di Tolikara.

"Masyarakat Papua dan MRP sudah menemui saya, menolak pilkada langsung dan ingin pilkada lewat DPRD saja. Kalau diputuskan pilkada langsung, di Papua akan terus terjadi perang suku. Papua pasti menolak pilkada langsung," kata politisi Partai Golkar ini.

Agun menambahkan, Komisi II telah membahas surat dari ketua dan sekretaris Fraksi Partai Demokrat terkait dukungan pilkada langsung dengan 10 syarat. Masukan dari Demokrat itu, kata Agun, kemudian dibahas di Komisi II.

"Ternyata draf 10 syarat sudah diatur dalam draf, semua usulan Demokrat sudah terakomodasi tinggal masalah uji publik yang belum sepakat, karena dikuatirkan akan menjadi mainan baru KPU. Sebab, uji kompetensi yang dilakukan, uji integritas semacam fit and proper test  dan inspeksi lapangan masih tidak jelas, sehingga dikuatirkan ada like and dislike, ini sangat berbahaya," katanya.

Menurut Agun,  DPR akan menetapkan sistem terbaik bagi pelaksanaan pilkada melalui tiga opsi tersebut, karena tiga opsi tersebut sama-sama demokratisnya.

"Jadi saya kira usulan DPD juga perlu diakomodasi, karena sesuai konstitusi harus dilibatkan hingga pembahasan tingkat I. DPD mengusulkan gubernur dipilih langsung, sedangkan bupati/walikota dipilih DPRD," katanya.

Sementara itu, pengamat komunikasi Universitas Indonesi Leli Aryani mengatakan, pilkada secara langsung maupun dipilih DPRD sama-sama menimbulkan politik uang. Jika dipilih langsung, politik uang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, tetapi jika dipilih DPRD, politik uang hanya terpusat di elit DPRD saja.

Editor : Surya