Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Harus Cegah agar Bencana Asap Tak Berulang
Oleh : Redaksi
Jum'at | 19-09-2014 | 10:37 WIB
ASAP SINGAPORE FLYER.jpg Honda-Batam
Kabut asap kiriman dari Indonesia menyelimuti udara Singapura. (Foto: Reuters/VOA).


BATAMTODAY.COM - Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Riau semakin mengganggu masyarakat dan juga penerbangan bahkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah mulai mengeluh karena kabut asap akibat kebakaran hutan itu juga berimbas ke negara mereka.

Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) melaporkan indeks standar pencemaran udara (PSI) di wilayahnya mencapai tingkat tertinggi, yaitu 111, meski sempat menurun jadi 80 beberapa jam kemudian. Hal ini disebabkan oleh asap kebakaran yang semakin menyelimuti negara itu.

Singapura dan Malaysia menjadi langganan terkena dampak kiriman asap akibat kebakaran hutan di Indonesia selama Juli-September 2014. Asap tebal paling terasa di wilayah barat Singapura yang berdekatan dengan Pulau Sumatera.

Bukan hanya di Riau kabut asap akibat kebakaran hutan terjadi, di Kalimantan dan Sumatera . Badan Nasional Penanggulangan Bencana menghimpun hotspot melalui satelit. Di Kalimantan Tengah ada 599 titik api, Kalimantan Selatan 252 hotspot, Kalimantan Barat 193 titik api. Sedangkan di Sumatera Selatan ada 195 hotspot.

Juru Kampanye Hutan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Zenzi suhadi mengatakan terus terjadinya bencana kabut asap akibat kebakaran hutan disebabkan tidak adanya tindakan tegas terhadap perusahaan yang yang melakukan pembakaran hutan dan lahan dengan sengaja.

Zenzi menyatakan kebakaran hutan dan lahan mulai rutin terjadi setiap tahunnya sejak tahun 2006 , setelah banyaknya konsesi yang dikeluarkan dalam bentuk perkebunan dan Hutan Tanaman Industri di Riau dan Provinsi lainnya.

"Selain itu metode perkebunan juga membuat kanal-kanal di kawasan gambut ini membuat kawasan gambut lebih mudah terbakar karena sangat kering. Yang kedua, kita memang menemukan titik api di kawasan konsesi," papar Zenzi.

Organisasi Lingkungan Greenpeace juga menyatakan bahwa kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun ini diakibatkan banyaknya lahan gambut yang dikeringkan. Pengeringan lahan gambut juga harus dihentikan untuk mencegah kebakaran hutan.

Juru Kampanye hutan Greenpeace Teguh Surya juga menyayangkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPP Gambut) yang ada saat ini  sangat jauh dari harapan dapat menyelesaiakan akar masalah kebakaran hutan dan lahan gambut.

Teguh mengatakan, "Rancangan Peraturan Pemerintah ini masih mengizinkan dan bertoleransi terhadap pengrusakan ekosistem lahan gambut. Meski disadari sumber emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia berasal dari praktek konversi dan perusakan lahan gambut."

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan operasi darat dan udara dilakukan untuk menangani kebakaran hutan yang mengakibatkan bencana asap ini.

"Sekitar 99 persen penyebab kebakaran lahan dan hutan disebabkan disengaja artinya baik individu maupun kelompok mereka melakukan pembakaran tadi," demikian ujar Sutopo.

Sumber: VOA