Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Rencana Kenaikan BBM Pemerintahan Jokowi-JK

Wakil Ketua MPR Minta PDIP Konsisten Tolak Kenaikan BBM
Oleh : Surya
Selasa | 09-09-2014 | 08:30 WIB
farhan_Hamid.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid

BATAMTODAY.COM, Jakarta -  Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid meminta PDI Perjuangan konsisten untuk tidak menaikkan harga BBM.



Pasalnya selama menjadi oposisi dalam 10 tahun terakhir, partai banteng itu yang paling keras menolak harga BBM dinaikkan.

"PDI Perjuangan konsisten lah jangan menaikkan harga BBM,"  kata politisi PAN tersebut dalam diskusi 'Dampak Sosial, Ekonomi dan Politik dari Kenaikan BBM" di gedung DPR, Jakarta, Senin (8/9/2014).

Pembicara lainnya adalah pakar politik Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad dan ekonom Universitas Indonesia, Sonny Harry.

Farhan mengatakan, kalau pun pada akhirnya harga BBM dinaikkan namun harus dilakukan secara bertahap atau gradual.

""Setelah dua tahun memerintah harga BBM dinaikkan. Sebab   amanat konstitusi pasal 34 UUD 1945 menyatakan perekonomian nasional itu untuk kesejahteraan rakyat termasuk subsidi BBM. Itu karena kita selama ini menjual BBM terlalu murah ke luar negeri,"  ujarnya.

Sebaliknya Farhan menambahkan kalaupun BBM harus impor tentunya dengan harga yang mahal. Menurut dia, kalau pemerintah ingin mengurangi subsidi juga harus dilakukan secara bertahap pula. Setidaknya dua tahun genap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Subsidi BBM itu pun kata Farhan Hamid, harus dilakukan pada orang, bukan barang. Dengan subsidi pada orang, maka nantinya pemerintah mengetahui apakah subsidi itu tepat sasaran atau tidak kepada yang berhak menerimanya. Karena itu, yang harus menaikkan harga BBM itu pemerintahan Jokowi-JK nanti, dan bukannya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Biarkan SBY meninggalkan istana dengan tenang," demikian Farhan.

Sedangkan pakar ekonomi Universitas Indonesia (UI) Sonny Harry meminta pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla berhati-hati dalam menaikkan BBM 

Alasannya, terdapat potensi kenaikan harga listrik secara periodik. " Apalagi pemerintahan sekarang akan menyetujui kenaikan harga elpiji 12 Kg," kata Sonny.

Sonny mengatakan cara untuk mengurangi subsidi BBM agar tidak terjadi inflasi dengan ketersediaan serta stabilitas harga pangan. Ia mencontohkan bila pemerintah mengurangi subsidi BBM sebesar Rp1000 maka anggaran yang dapat dihemat sebesar Rp46 triliun.

"Kalau dilakukan bertahap maka yang mendatang dapat membatasi subsidi bagi aktivitas yang tidak produktif," tuturnya.

Pemerintah, kata Sonny, dapat mengeluarkan kebijakan memberikan subsidi kepada nelayan. Tetapi untuk kendaraan pribadi tidak diberikan subsidi BBM.

"Dipotong untuk yang konsumtif, secara bertahap menurunkan subsidi BBM," katanya.

Sementara itu,  pakar politik Universitas Paramadina Herdi Sahrazadmengatakan,  rencana kenaikan BBM  pada awal pemerintahan Jokowi-JK ini menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat.

Ia mengaku khawatir adanya kekecewaan dari masyarakat lantaran belum genap 100 hari terpilihnya pasangan Jokowi-JK pada pilpres lalu. Namun sudah berani menaikan harga BBM.

"Sebaiknya ada beberapa hal krusial yang harus dipahami tim Jokowi-JK. Tiga bulan pertama, tapi baru duduk terus naikin BBM. Ini ia menghadapi legitimasi. Kalau menaikan BBM, saya khawatir masyarakat kecil kecewa," ujarnya. 

Menurutnya, dalam masa awal kepemimpinan Jokowi-JK harus mengacu pada pemetaan masalah dan solusinya. "100 hari pertama harusnya buat pemetaan masalah, kemudian mencari solusi," tuturnya.

Ia menuturkan, adanya kekhawatiran terjadinya penudingan oleh koalisi Merah Putih kepada Jokowi-JK jika dalam masa awal pemerintahan sudah menaikan harga BBM. "Kabinet Jokowi-JK jadi sasaran tembak koalisi merah putih," katanya.

Sementara itu, pakar ekonomi UI, Sony Harry menuturkan bahwa subsidi BBM memang perlu dicabut. Hal ini lantaran banyak penggunaan BBM yang tidak untuk aktifitas produktif sehingga pemerintah harus membatasi subsidi bagi aktifitas-aktifitas tidak produktif.

"Tetapi pemerintah harus melakukannya dengan hati-hati karena ada kenaikan listrik 1 Mei, 1 Juli, 1 September, 1 November. Kedua pemerintahan sekarang akan setuju kenaikan harga LPG 12 kg sehingga pemerintah mendatang harus secara bertahap menurunkan subsidi BBM," ujarnya.  

Herdi menegaskan, kenaikan harga BBM akan lebih dapat diterima masyarakat jika pemerintah mampu mengintervensi bahan pokok sehingga terjadinya keseimbangan. "Intervensi bahan pokok, kalau diintervensi biasanya lebih stabil," tutupnya.

Editor : Surya