Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Fitra dan IBC Tolak Calon Anggota BPK dari Politisi
Oleh : Surya
Jum'at | 05-09-2014 | 11:47 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta- Sekretaris Nasional Fitra Yenny Sucipto dan peneliti Indonesia Budjet Center (IBC) Roy Salam menegaskan jika Badan Pemeriksa Keuangan (KPK) harus bersih dari politisi.


Sebab, kinerja BPK pimpinan Rizal Djalil selama ini mengecewakan, dan bahkan banyak keuangan negara yang bocor atau lepas dari audit BPK. Karena itu, BPK sebagai instrumen pembangunan kesejahteraan rakyat, gagal mewujudkannya.

"Dari 67 calon anggota BPK terdapat 12 politisi atau mantan politisi DPR dan DPD RI. Padahal, BPK sebagai lembaga audit keuangan dari negara dari APBN, APBD, BUMN, dan kebijakan pembelajaan lainnya sebagai instrumen kesejahteraan rakyat selama ini gagal diwujudkan. Karena itu, BPK harus bersih dan terlepas dari politisi," tegas Yenny Sucipto dalam dialektika demokrasi 'Mencari Figur Anggota BPK yang Kompeten dan Berintegritas' bersama Ketua DPR RI Marzuki Alie dan Roy Salam dari Indonesia Bugjet Center di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (4/9/2014).

Menurut Yenny, selama tahun 2008-2011 terdapat kasus keuangan BUMN Rp 125 triliun yang tidak terselesaikan sebagai potensi keuangan penerimaan negara. 

"Jadi, ini menjadi kunci bagi BPK untuk menyelematkan uang negara, karena antara 30 % sampai 50 % hilang. Dan per 31 Desember 2014 ini, yang kembali hanya Rp 15 triliun," ujarnya.

Karena itu kata Yenny, BPK harus terlepas dari politisi dan atau berafiliasi dengan korporasi. Seperti Rizal Djalil dari kinerja dan transparansinya selama tahun 2009 dalam dokumen laporan keuangannya  tidak bisa dipertanggung jawabkan. 

"Kinerja Rizal Djalil tidak memberi harapan. Bahkan di sektor Minerba sebesar 40 % penerimaan negara berpotensi hilang. Laporannya hanya bersandarkan pada outcome, hanya penyerapan anggaran," tambahnya.

Dengan demikian lanjut Yenny, DPR RI harus bertanggung jawab terhadap keterpilihan anggota BPK mendatang. 

"Kalau asal tunjuk politisi, maka DPR RI telah mencederai rakyat dan berarti ada indikator kepentingan politik, sehingga ke-12 politisi itu harus dipertimbangkan untuk ditolak, karena rentan intervensi politik. Apalagi mereka selama ini tak mempunyai konstribusi dalam pengelolaan uang negara," pungkasnya.

Kata Roy Salam, audit BPK masih audit keuangan administratif, bukan audit kerja. Padahal, audit kerja itu lebih penting untuk mengetahui sejauh mana manfaat APBN itu dalam mensejahterakan rakyat.

"Manfaat itu akan makin sulit diwujudkan, jika politisi yang menjadi pejabat BPK, dan pasti akan makin sarat dengan konflik of interest politik. Bahwa membersihkan kotoran itu harus dengan sapu yang bersih, dan bukan sebaliknya," tutur Roy Salam.
 
 Dari 67 calon anggota BPK itu, terdapat politisi dan mantan politisi DPR dan DPD RI yang ikut dalam proses seleksi tersebut. Mereka antara lain Harry Azhar Azis (Golkar), APA Timo Pangerang (Demokrat), Sohibul Imam (PKS), Demokrat Achsanul Qosasih (Demokrat). Sedangkan 2 orang anggota DPD RI adalah Zulbahri dan Hasybi Anshori. Mantan anggota DPR RI sebelumnya ada Rizal Djalil (PAN), Ali Masykur Musa (PKB), Teunku M. Nurlif (Golkar) dan lain-lain.

Editor: Surya