Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

RAPBN 2015 Bisa Jadi Bom Waktu bagi Pemerintahan Jokowi-JK
Oleh : Surya
Jum'at | 22-08-2014 | 08:58 WIB
Rizal Ramli.jpg Honda-Batam
Rizal Ramli

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menegaskan jika RAPBN 2015 yang dibacakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di paripurna DPR RI pada Jumat (15/8) lalu, meninggalkan bom waktu. 

 
Karena itu, kalau peemerintahan mendatang tidak canggih membuat terobosan-terobosan, maka dalam RAPBN itu banyak jebakan yang akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

"Kalau pertumbuhan ekonomi hanya 5,5 %, maka rakyat tak akan mendapat apa-apa. Jadi, kalau RAPBN itu tidak dibongkar dengan melakukan kreasi dan terobosan ekonomi dengan pertumbuhan sampai 7 %, maka pemerintahan itu akan bertahan hanya dua tahun,"  tegas Rizal Ramli  dalam diskusi 'Membedah RAPBN 2015' di bersama politisi PDIP Hendrawan Supratikno, dan parktisi ekonomi John Riyadi di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (21/8/2014).

Menurut Rizal, ada dua hal penting dari RAPBN tersebut, yaitu perubahan oposisi strategis, dan perubahan ekonomi yang strategis.

"Selama pemeirntahannya, SBY tutup mata terhadap partai koalisi yang dibiarkan korupsi dan rakyat menderita. Untuk itu, oposisi ke depan akan lebih serius dan konprontatif, karena mereka ini menguasai 2/3 DPR RI. Kalau pemerintah tidak canggih, maka DPR akan banyak membuat masalah," ujarnya.

Perubahan yang strategis tersebut adalah tampilnya China, Korea, dan Jepang sebagai kekuatan ekonomi dunia, dan Barat sedang bermasalah. "SBY diuntungkan dengan kondisi itu," katanya.

Namun dari RAPBN itu, Rizal Ramli menilai Presiden SBY hanya sebagai politisi. Sebab, terjadi 4 defisit; defisit perdagangan, defisit transaksi berjalan (selama negatif maka rupiah terus melemah), defisit pembayaran, dan defisit APBN. 

"Kalau pemerintah nanti tidak hati-hati, maka ekonomi kita akan memasuki lampu merah. Sebaliknya, kalau canggih, akan masuk kembali menjadi lampu hijau,"  pungkasnya.

Sedangkan politis senior PDIP  Hendrawan Supratikno mengakui jika RAPBN 2015 itu akan sangat berat bagi pemerintahan mendatang, siapapun presidennya. F-PDIP, lanjutnya, sudah mencoba untuk mebongkar dan mengkritisi RAPBN tersebut.

"RAPBN 2014 yang telah dibacakan oleh Presiden SBY di DPR RI memberatkan pemerintah ke depan, siapapun presidennya. Kalau pidato memang bagus, tapi setelah kita kritisi banyak terjadi defisit. dari defisit utang luar negeri, transaksi pembayaran, dan neraca perdagangan," kata Hendrawan.  

Menurut Hendrawan, kalau dari tiga defisit akan ditambah satu lagi defisit, maka Indonesia akan memasuki krisis. 

"Kalau itu terjadi, maka akan seperti Yugoslavia, yang terpecah-belah sebelum krisis terjadi. Apalagi, indikator krisis itu ditandai dengan terus melemahnya rupiah terhadap dollar AS," katanya. 
 
Hendrawan membandingkan ketika SBY pertama memerintah pada tahun 2004 eksplorasi-lifting minyak 1,07 juta barel, tapi pada 2015 ini tinggal 0,85 juta barel. Nilai tukar rupiah Rp 8.200 (2004),- tapi tahun 2015 menjadi Rp 11.900,-, setimulus ekonomi 18,6 % (2004) menjadi 18 % (2015) dan lain-lain. "Jadi, terjadi penurunan dalam semua indikasi ekonomi," ujarnya.

Karena itu lanjut Hendrawan, FPDIP terus mencermati untuk menyiasati RAPBN 2015 agar sejalan dengan cita-cita Kemerdekaan RI. 

"Kunci perekonomian itu ada pada APBN dan BUMN. kalau, APBN dan BUMN mandul, maka akan mundur negara ini, karena tak ada pertumbuhan ekonomi. Apalagi devisa kita tinggal Rp 20 triliun. Untuk itu, bagaimana revolusi mental itu akan menjadi revolusi neraca," pungkasnya.

Sementara John Riyadi mengakui jika dilihat secara umum dari luar, perekonomian Indonesia baik dan stabil. Tapi, dalam perkembangan belakangan,  banyak hal-hal yang harus dicermati, karena indikator pertumbuhan ekonomi 2014 terus makin melemah. 

"Pertumbuhan yang semula ditargetkan 7 % menjadi 5,1 %. Indikator ini cukup berbahaya dan bisa menimbulkan gejolak," kata James Riyadi. 

Editor : Surya