Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menunggu Tindakan Tegas BC Batam

Tenggat Waktu Pengurusan Dokumen Impor 2.000 Ton Gula 'Ilegal' Berakhir Besok
Oleh : Hadli/Gokli
Rabu | 23-07-2014 | 19:00 WIB
Kepala-BC-Batam-Untung-Basuki6.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Kepala KPU BC Batam Untung Wibowo.

BATAMTODAY.COM, Batam - Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe B Batam tetap kukuh memberikan dispensasi khusus kepada pemilik atau pemasok 2.000 ton gula ilegal, yang namanya hingga saat ini dirahasiakan, untuk mengurus kelengkapan dokumen impor 'si manis' yang ditegah, setelah melenggang masuk ke Batam melalui pelabuhan bongkar muat di Pertamina Tongkang (PTK) atau CPO Kabil, Minggu (25/5/2014) lalu.

Hingga saat ini, sebanyak 2.000 ton gula putih asal Thailand yang didatangkan ke Batam dengan diangkut kapal Pung Ang 289, masih ditimbun di gudang milik PTK Kabil, setelah dibongkar tanpa kelengkapan dokumen, baik izin impor dari BP Batam, maupun izin bongkar dan penimbunan.

Dari informasi yang diperoleh BATAMTODAY.COM, penangkapan atau penegahan dilakukan petugas Bea dan Cukai Batam pada Minggu (25/5/2014), setelah diperintah langsung oleh Dirjen Bea dan Cukai yang mendapat laporan dari masyarakat atas adanya 2.000 ton gula impor ilegal masuk ke Batam diduga dibekingi oknum petinggi di Bea dan Cukai Batam.

Terkait keberadaan gula ilegal itu, Emi Ludianto, Kasi BLKI KPU Bea dan Cukai Batam, kepada wartawan mengatakan, BC Batam kembali memberikan kesempatan kedua, selama 30 hari, kepada 'penyelundup' 2.000 ton 'si putih' itu untuk mengurus kelengkapan dokumen impor, setelah 30 hari pertama berakhir.

"Kalau tidak juga dilengkapi dalam 30 hari (menjadi 60 hari setelah ditambah 30 hari), maka akan direekspor ke negara asal atau menjadi milik negara," kata Emi Ludianto, beberapa waktu lalu.

Adanya kesempatan kali kedua selama 30 hari bagi 'penyelundup' gula asal Thailand itu untuk mengurus dokumen impor dan kewajiban kepabeanan, disampaikan Kepala KPU BC Tipe B Batam, Untung Wibowo.

Disebut kesempatan kedua, karena Kepala KPU BC Batam Untung Wibowo kemudian memberi waktu 60 hari bagi pemasok untuk melengkapi dokumen impor dan kewajiban kepabeanan. Sementara sebelumnya hanya diberi waktu 30 hari, sebagaimana pernyataan Kasi BLKI KPU Batam, Emi Ludianto. Pemberian bonus 30 hari ini dimungkinkan, karena dalam tenggat waktu 30 hari pertama pemasok tak juga bisa menunjukkan dokumen yang diminta BC Batam.

"Karena pemilik tidak memiliki izin, maka sesuai dengan ketentuan barang disegel dan ditegah oleh KPU BC Batam. Dalam pelaksanaan penyegelan dan penegahan ini, BC Batam masih memberikan kesempatan pada si 'pemilik' barang untuk menyelesaikan izin pemasukan dan kewajiban pabeannya. Saat ini masih kita berikan kesempatan pada si pemilik barang untuk memenuhi persyaratan izin dan kewajiban kepabeanannya selama 60 hari," ujar Utung Wibowo kepada BATAMTODAY.COM usai melaksanakan wawancara seleksi calon pejabat BP Batam, di Hotel Aston Tanjungpinang, Kamis (26/6/2014).

Dispensasi pengurusan izin yang diberikan BC Batam kepada 'penyelundup' 2.000 ton gula asal Thailand itu, tentu bertentangan dengan aturan yang berlaku. Apalagi BP Batam sudah menegaskan, jika produk ilegal yang masuk dalam khawasan khusus tanpa izin impor, tetap tidak bisa dilegalkan dengan cara apapun. Terlebih gula yang merupakan produk dalam pengawasan khusus. Bahkan, BP Batam juga sudah memastikan tidak akan mengeluarkan izin impor 2.000 ton gula tersebut.

"Kalau masuk ilegal, gula tidak bisa diurus agar menjadi legal. Karena impor gula seharusnya berdasarkan kuota pusat, sementara hingga saat ini tidak ada kuota impor gula yang diberikan untuk Batam," ujar Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho, Jumat (30/5/2014).

"Untuk gula jelas tidak bisa diurus, meskipun untuk barang tertentu bisa diurus izinnya setelah barang masuk," tegasnyanya lagi.

Peraturan impor untuk Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam, kata Djoko, sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 10 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 27 tahun 2012. "Untuk kuota impor tahun 2014 sudah ditetapkan pada akhir 2013. Dan untuk 2014 ini tidak ada kuota impor gula," jelasnya.

Desakan untuk BC memproses secara hukum dengan melimpahkan kasus yang diduga melibatkan oknum petinggi BC Batam itu kepada Polri, dalam hal ini Polda Kepri, mengalir deras. Namun tetap saja BC Batam tidak menginginkan hal itu, walaupun terkait kasus gula ilegal asal Tahiland ini satu orang, yakni Susila Brata selaku Humas BC Batam dipindahkan alias mutasi.

Aksi bungkam Bea dan Cukai (BC) Batam atas tegahan 2.000 ton gula impor ilegal pada 25 Mei 2014 lalu, mengundang reaksi banyak kalangan. Nampat Silangit, aktivis keterbukaan informasi publik di Batam, bahkan sudah melayangkan surat permohonan informasi dan dokumen kepada KPU BC Batam terkait kasus tegahan 2.000 ton gula impor ilegal asal Thailand itu. Menurutnya, surat permohonan yang dia layangkan itu sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Saya lihat penanganan kasus tegahan 2.000 ton gula yang masuk secara ilegal itu telah membuat masyarakat semakin bingung. Untuk itu, perlu disikapi dengan adanya Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Saya rasa dengan udang-undang itu, kebingungan dan rasa penasaran masyarakat akan terjawab," katanya, ketika disinggung mengenai maksud dan tujuan dia menyurati KPU BC Batam, Senin (23/6/2014) sore di Batuaji.

Dijelaskannya, surat yang dilayangkan ke KPU BC Batam merupakan permohonan yang pertama dengan harapan instansi kepabeanan itu dapat memberi penjelasan agar masyarakat tidak kebigungan. Tak hanya itu, masyarakat juga perlu tahu sejauh mana proses hukum yang sudah dilakukan pihak BC Batam terhadap pemilik maupun pemasok gula secara ilegal ke Kota Batam.

"Inti dari surat yang saya layangkan itu, supaya masyarakat mendapat jawaban dan penjelasan. Jangan dibuat kabur, sekan-akan masyarakat tak berhak tahu," jelasnya.

Adapun surat yang dibuat pada 23 Juni 2014 itu berisi permohonan informasi mengenai dua hal, yakni meminta penjelasan mengenai tangkapan 2.000 ton gula pasir dari Kapal MV Pung Ang 289 pada Minggu, 25 Mei 2014 di Pelabuhan CPU Kabil. Selanjutnya,  mempertanyakan mengenai dokumen yang dimiliki si pemilik gula untuk mendatangkan ke Batam, dan siapa pemilik serta bagaimana proses selanjutnya.

"Alasan penangkapan itu kan tentu ada, itu perlu diketahui masyarakat. Terus, yang paling membingungkan saat ini, siapa pemiliknya dan bagaimana caranya bisa masuk kalau memang ilegal. Saya rasa itu yang harus dijelaskan BC Batam kepada masyarakat," paparnya menjelaskan surat yang dilayangkannya tersebut.

Mengingat kesempatan kedua, selama 30 hari, yang diberikan BC Batam kepada 'penyelundup' 2.000 ton gula asal Thailand itu untuk mengurus kelengkapan dokumen impor, tinggal menghitung hari, atau akan berakhir pada Kamis (25/7/2014) besok sesuai hitungan kalender. Sementara BP Batam sebagai otoritas pemberi izin impor barang ke Batam sudah memastikan tidak akan mengeluarkan izin dimaksud.

Pertanyaannya kemudian, apakah 'penyelundup' 2.000 ton gula asal Thailand itu dapat menunjukkan kelengkapan dokumen impor, sebagaimana diminta BC Batam, dengan tenggat waktu yang hanya menghitung hari? Lantas, apa tindakan BC Batam selanjutnya? Masyarakat tentunya menunggu tindakan tegas BC Batam.

Editor: Redaksi