Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Dugaan Penggelapan di PT Crown VH Batam

Testimoni Terdakwa Yulianto dari Balik Terali Besi (Bagian IV)
Oleh : Hadli
Minggu | 20-07-2014 | 12:50 WIB

BATAMTODAY.COM, Batam - Yulianto Salim alias Aan, terdakwa kasus penggelapan uang perusahaan PT Crown VH Batam membuat testimoni dari balik jeruji besi, terkait uang tagihan milik perusahaan perhotelan di Batam, tempat ia bekerja, yang dituduh digelapkannya sebesar Rp1,4 milar dalam hitungan dolar.

Dalam testimoni yang diterima BATAMTODAY.COM, terdakwa mengaku proses BAP yang dilakukan penyidik Polresta Barelang yang diterima pihak JPU Kejari Batam tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya, sebagai penanggung jawab melakukan penagihan dan menerima uang pembayaran dari CV New Restauran Shangrilla di PT Crown VH Batam dan dari PT Nusa Jaya Indofast Taur dan Travel termasuk PT Tirta Taours dan Travel.

Yulianto dijebloskan ke penjara oleh pihak PT Crown VH pada 29 Januari 2014 lalu, dan saat itu juga Edy Suwanto dari manajemen PT Crown VH membuat laporan, setelah sebelumnya melakukan penyekapan, tekanan hingga penggeledahan sendiri aset-aset Yulianto secara ilegal.

"Bukan seperti di BAP, penyidik Satreskrim Polresta Barelang yang melakukan penggeledahan," begitu Yulianto dalam testimoninya yang diterima BATAMTODAY.COM, Minggu (20/7/2014).

Dia juga menilai penyidik Polresta Barelang telah melanggar SOP, karena hanya menerima keterangan dari pelapor, yakni Edy Susanto, dan melalui data-data yang diberikan Edy Susanto penyidik membuat BAP tanpa mau mendengar bantahan dari dirinya sebagai terlapor.

Yulianto Salim juga berharap testimoninya, sebagaimana yang diterima BATAMTODAY.COM, dapat dibaca Kajati Kepri, Kajari Batam, Kapolda Kepri, Ketua Pengadilan Tinggi Riau di Pekanbaru dan Ketua PN Batam serta ketua majelis hakim yang menyidangkannya, Merry Wati.

Berikut testimoni Yulianto Salim alias Aan yang diterima BATAMTODAY.COM:

Berawal saya bekerja di VH, dari sekitar awal Oktober 2009, sebagai accounting, bekerja hanya mengecek bill dan membuat bill manual, untuk pajak serta serta memisahkan bill untuk pub harus pajak (tidak semua bill pub dimasukkan dalam pajak). Saat akhir Desember 2009, saya sudah tidak ada kecocokan dalam bekerja, dikarenakan sistem management-nya tidak adil.

Lalu saya disuruh untuk mengerjakan pajak manual itu sampai selesai, dengan dibayar gaji part time (janjinya). Saat sudah selesai, saya sudah tidak lagi bekerja di PT VH, tapi janji gaji yang ingin dibayar tidak diberikan dan hal itu saya diamkan saja. Beberapa lama kemudian setelah berhenti bekerja, saya kembali lagi bekerja di PT VH di bagian collector accounting, dikarenakan di bagian itu sudah berhenti, dan mulai lagi pada tanggal 4 Januari 2014.

Awal bekerja, saat serah terima tidak terlalu beres, banyak data-data lama hilang timbul. Sitem yang digunakan terlalu manual (dapat ditanya kepada Trisna, dia orang yang punya sistem di PT VH). Saat bekerja, awal laporan masih diberikan langsung ke istri bos (CEO) bernama Felicia NG (istri dari anak bos, Randy). Miss Felecia NG ini asal Singapura.

Setelah sekitar satu setengah tahun bekerja sama dengan istri anak bos ini, surat (izin) kerja dia di Indonesia habis, dan tidak tau suratnya sudah keluar apa belum. Setelah satu setegah tahun bekerja sama dengan Felicia, kemudian semua pekerjaan diambil alih oleh Edy Suwanto (pelapor), dia adalah Direktur Operasional (tangan kanan bos).

Sitem kerja saya:
- Terima bill daro FO dan ngecek Rate dan kecocokan harga kamar, carporate dan lainnya.
- Setelah dikumpulkan semua bill tiap minggunya saya buat harga invoice dan mengantarnya.
- Setelah satu bulan invoice yang diantar bila invoice dengan kontrak telah jatuh tempo, pembayaran saya  
  fllow up (dengan menelphone masing-masing carporate).
- Bila invoice telah dapat ditagih saya mulai mengambilnya, yang ada juga ditelephone dari
  instansi/perusahaan/ carpoirate/travel agent, yang menerima telephone biasanya income audit (Hartono)
  atau Accaunt Payable (Yanny).
- Setelah Cheque/ Cash saya terima semuanya, kemudian diserahkan kepada Accaount Payable.
- Setelah satu bulan semua report penerimaan saya berikan kepada Incame Audit dan Edy Suwanto (Direktur
  Operasional) dan di acc dengan si Sign di Report.

Awal mula saya menggelapkan uang sekitar Juni/Juli 2013 - Desember 2013. Uang Shangrilla dalam bentuk Dolar Singapure total keseluruhan sekitar SGD35.000, secara berulang-ulang, tapi tiap bulannya saya memberikan report-nya. Sedangkan dari pihak Edy Suwanto, laporannya saya berikan tidak tahu dicek atau tidak. Dan karena awal penggelepan tidak diketahui, maka saya jadi melanjutkan lagi.

Uang itu saya gunakan untuk beli rumah, renovasi rumah dan membeli peralatan rumah. Saya mulai beli rumah dari Mei s/d Juni 2013. Saya juga beli mobil, tapi mobil itu saya mulai beli dari akhir tahun 2009. Pembelian mobil adalah betul-betul uang milik saya hasil kerja keras bukan hasil kejahatan seperti yang dituangkan dalam BAP atas laporan Edy Suwanto kepada polisi, yang kini masih ditahan pihak PT VH. Aku pernah ikut Monex untuk modal beli mobil dan aku juga buka travel dan IO (Bisa tanyakan Ruddy adiknya Avhart).

Berawal saya diketahui melakukan penggelepan dari tanggal 25 Januari 2014, saya mulai disekap di Vista Hotel oleh Edy Suwanto. Tanggal 27 Januari 2014, saya disuruh oleh Edy Suwanto untuk memanggil orang tua dan abang saya, disaat itu juga hp saya dan barang-barang yang saya miliki mereka ambil/renggut. Baca: Keluarga Terdakwa Mengaku Disandera Pihak PT Crown VH (Bagian II).

Saya dibentak dengan keras dan dia memanggil tukang pukul (pak Umar) untuk menakut-nakuti saya, saya ditekan terus menerus untuk mengakui kesahan-kesalahan yang tidak saya perbuat. Saya telah mengakuinya tetapi tetap ditekan-ditekan lagi masalah uang-uang saya. Pada malam itu saya, mamaku, kakakku dan Ahvat berada di PT HV dengan bentakan dan telanan dari Edy Suwanto. Karena masalah saya, pada malam itu juga banyak/semua barang aku disita oleh orang Vista, rumahku di fofo-foto surat rumah diambilnya.

Bagi Edy Suwanto segala yang atas nama saya mereka rampas semua. Edy Suwanto beranggapan bahwa semua milk PT VH, mobilk saya diambil, semua kartu-kartu ATM dan kartu keridit ditahannya. Dompet saya beserta isinya juga diambil tanpa meninggalkan sedikitpun. KTP saya juga ditahan serta pasport saya, Hp saya mereka sita dan dicek semua isinya. Saat itu tidak ada seorang polisipun yang ada, rumahku diacak-acak semua isinya dan semua dokumen mereka bawa semua ke PT VH.

Terus malam itu mereka memaksa kami menandatangani surat perjanjian bahwa saya harus mengembalikan uang dalam 1 minggu, uang sebesar SGD $75.000 dan Rp 1,2 miliar harus dikembalikan, sedang saya sangat tertekan dan hampir melakukan hal brutal dengan bunuh diri.  Saat itu dihadirkan saksi-saksi Hartono, Mirah San Pak Umar, Pak Agus. Lalu Edy Suwanto menyuruh orang-orang mereka untuk besoknya menyita uang-uang saya di bank seluruhnya, saat itu ATM masih ditangan dia, Edy Suwanto. (Baca: PT Crown VH Batam Kuras Harta Benda Keluarga Terdakwa Tanpa Putusan Pengadilan (Bagian III) dan Persidangan Luput dari Perhatian Publik, Keluarga Terdakwa Mengaku Ditekan (Bagian I).

Kamipun pulang dan keesokannya tanggal 28 Januari 2014 dari pihak PT VH (Mirah San dan salah seorang kepala security PT VH) datang menjemput dan langsung menuju bank. Dari Bank OCBC, uang aku diambil sebesar SGD $7.350, dan Rp 3.000.000. Dari BCA Rp 2.500.000-an. Dari CIMB Niaga 2 accaount sebesar Rp 9.000.000. Buku bank mereka print aout dan diambil semua. Kemudian kami kembali ke PT VH, kami tetap ditekan dan ditahan sampai malam, saat itu didampingi teman saya (ce Sova).

Saat itu Sova melihat kejadian yang dilakukan Edy Suwanto kepada saya, saya dibentak dan ditekan dengan kuat, saya dituduh ada bank lain uang yang saya simpan, sedangkan semua harta saya telah diambilnya. Sore harinya saya iijinkan pulang dengan jaminan kakak saya tanda tangan apabila lari (buat perjajnjian-red). Tanggal 29 Januari 2014 saya datang lagi ke VH pagi-pagi jam 9.00 WIB.

Saat pagi kami sempat ada bertemu dengan Felicia (istri anak boss) dan telah berlutut memohon maaf (mamaku, saya, Ahvat dan kakakku) tetapi tidak diacuhkan, kamipun disuruh datang kepada bapak Edy Suwanto dan bertemu kembali, saat bertemu kami tetap bentak dan ditekan Edy Suwanto, terus kami ditahan di VH seharian, aku disuruh tulis untuk serah terima dengan VH tanpa serah terima dengan bagian sitem, hanya manual.

Di malam tanggal 29 Januari 2014, saya dibawa ke kantor Poltabes Barelang dan diserahkan. Saat itu saya titipkan jaket, ikat pinggang dan jam tangan warna cokelat/kuning merek Thissort tidak diberikan. Tanggal 30 Januari 2014, saya di-BAP di Unit III Polresta Barelang. Saat itu saya ditanyakan semuanya dan saya menandatangani BAP (di sini saya belum memakai pengacara), saat itu saya menceritakan tentang masalah pengambilan uang itu. Saat itu hasil BAP saya akui SGD $75.000, sebab saya masih bingungg untuk menyampaikan masalah SGD $30.000 yang tidak ditemukan.

Uang sebesar SGD $30.000 itu ditemukan saat pak Bernat (Pengacara) berinteraksi dengan orang orang sitem PT VH (pemilik sistem) bernama Trisna Wahyuni. Saat itu saya menandatangani I dari Polisi hasil BAP tersebut, semua belum ada laporan tentang barang-barang yang disita PT VH. Senin  tanggal 03 Februari 2014, dari pihak PT VH Edy Sueanto, datan ke saya untuk melepaskan, pengacara dan mengajak damai dengan menyelesaikan janji-janji yang 1 minggu itu, sedangkan saya sudah ditahan di Kepolsian, saat itu saya sudah mengatakan Kamis saja kepastiannya, sebab saya ingin bicara dulu dengan keluarga karena saya sudah ditahan.

Kamis 06 Februari 2014, Edy Suwanto datang dengan ancaman-ancaman yang memberatkan hukuman lebih dalam, saat itu disaksikan oleh teman saya dari Polda (bapak Ryan) bapak Agus (teman Gym). Jumat 07 Februari 2014, juga datang bos saya sendiri (bapak Randy) dan mengajak damai, dengan menyelesaikan berapa yang saya gunakan, tidak mengharapkan yang sebesar EDY Suwanto tuduh/tuntutkan. Selang beberapa waktu kemudian, dengan kaget saya didatangi oleh Edy Suwanto dengan mengancam melanjutkan ke tindak pidana dengan ancaman seberat-beratnya dan lain-lain ancaman tersebut dilontarkan.

Beberapa hari kemudian, saya pun di-BAP ulang oleh pihak penyidik tapi dicatat saja, tidak ada penandatanganan. Saat itu hanya ditanya masalah sitaan yang dilontarkan, saat itu ditanyakan setelah tuntutan saya dan pemanggilan Edy Suwanto di Polsek Lubuk Baja (atas laporan keluarga tentang penyekapan dan penyitaan hingga tekanan yang dilakukan Edy Suwanto sesuai laporan LP-B/136/II/2014/Kepri/SPKT-Polresta Barelang).

Selang antara tanggal 09-18 Februari 2014, saya pun terus ditekan oleh penyidik Polresta Barelang untuk melakukan perdamaian dengan membayar itu. Tanggal 18 Februari 2014, saya pun siduruh menandatangani surat BAP tebal lagi dan di saat tandatangan dilakukan di sel dekat tempat besuk ada CCTV yang ambil, saat itu saya menandatanganan seberkas kertas. Saya menanyakan ini apa? Katanya BAP saya ditandatangani ulang, karena tidak tahu aku tanda tangani.

Beberapa hari kemudian, pengacara saya menyuruh saya untuk tidak sembarang tanda tangan, setiap tandatangan harus sepengahuan pengacara. Tanggal 25 Februari 2014, saya dipindahkan ke Rutan Baloi, dari pengacara sudah jarang jenguk aku. Tanggal 11 Maret 2014, saya dipanggil dan disidik oleh penyidik untuk mengubah BAP, saat itu didampingi oleh pengacara saya, menonjolkan masalah kasus yang saya hadapi, dan saya mengakui masalah jumlah uang dengan sejujurnya sebesar SGD $35.000, dimana sebagian uang tersebut sejumlah SGD $30.000 ada buktinya di PT VH.

Pada tanggal 1 April 2014, saya di-BON oleh jaksa, Bapak Aji Presetyo, tapi sebenarnya saya berakhir penjara di rutan ini, SEDANGKAN perpanjangannya adalah tanggal 31 Maret 2014. Kenapa pengacara tidak dapat melakukan penangguhan? Sedangkan sampai saai ini tanggal 24 April 2014, saya sering lihat banyak orang juga bisa bebas di hari Minggu? Setelah selesai di-BON di Jaksa, aku dibawa keliling melihat rumah Aliay dan kembali ke Polsek Lubuk Baja dan menyuruh paksa dengan menandatangani surat sitaan, dan dia berkata hanya perubahan pasal yang ditambahkan pasal 65 (yang dilakukan secara berulang-ulang) dengan terpaksa saya tandatangan.

Setelah itu, saya dikembalikan ke rutan dan langsung menelpon mama dan pengacara saya. Saat pengacara Bernart mengecek tentang kebenaran SGD $75.000 itu ke Trisna Wahyuni, didapat keterangan bahwa, katanya 3 bulan terakhir ada terjadi penghapusan data dalam sitem. Sedangkan pasword yang telah saya jelaskan kepada penyidik adalah yang mengetahui, tapi ada tiga orang, yakni dua orang lagi adalah Edy Suwanto, bagian IT dan IA. Selang saya sebelum mengatakan sejujurnya, tanggal 27 Januari 2014 itu, dari Edy Suwanto berkata dengan disaksikan mama dan kakak saya, dia telah tahu tanggal 26 Januari 2014 tetapi di saat tanggal 27 Januari 2014 semua sitem yang saya terima telah berbeda, banyak data yang hilang, mulai saat tanggal 27 Januari 2014 itu saya dilarang menyentuh pekerjaan saya, dari tanggal 27-30 Januari 2014 semua yang saya ingin buktikan tidak diijinkan oleh Edy Suwanto.

Dengan keterangan yang disampaikan oleh terdakwa, Maini Hartanti berharap, Kejati Kepri, Kapolda dan Kejari Batam, dan Kepala Pengadilan Tinggi Kepri, Kepala Pengadilan Ngeri Batam khususnya Hakim Ketua Mery Wati dan hakim anggota yang memimpin sidang dapat menghukum anaknya atas perbuatan yang dilakukan, bukan dengan hukuman yang tidak dilakukan terdakwa Yulianto alias Aan seperti yang dituduh oleh Edy Suwanto dan pihak PT VH. Serta mengusut laporannya atas perbuatan penekanan, penyekapan dan penyitaan yang dilakukan managemen PT VH yang jelas melanggar aturan hukum di Indonesia.

Editor: Redaksi