Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mundur Jika Calonkan Pejabat Publik, PNS Ini Gugat UU Aparatur Sipil Negara
Oleh : Redaksi
Jum'at | 18-07-2014 | 11:58 WIB
pns papua gugat mk.jpg Honda-Batam
Eduard Nunaki, PNS asal Papua, saat menyimak nasihat hakim dalam sidang perdana pengujian UU Aparatur Sipil Negara (ANS), Kamis (17/7/2014) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. (Foto: Humas MK/Ganie).

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Eduard Nunaki, PNS asal Papua, menilai aturan yang menyatakan PNS harus mundur dari statusnya apabila ingin menjadi pejabat publik dinilai inkonstitusional. Seperti dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi (MK), dia mengajukan uji materi Pasal 119 dan 123 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

"Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara dirugikan dengan UU tersebut karena hak politiknya tidak diberikan ruang," ujarnya dalam sidang perdana perkara nomor 56/PUU-XII/2014 di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Kamis (17/7/2014).

Menurut Eduard, dirinya selaku PNS dan warga negara memiliki hak yang sama dengan warga negara lain untuk ikut berperan dalam pemerintahan. Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat, ia mengaku tidak dapat membayangkan seperti apa pemerintahan apabila calon pemimpin pemerintahan tidak pernah bekerja di jajaran birokrasi.

Pada Pasal 119 Undang-Undang Nomor Nomor 5 Tahun 2014 dinyatakan, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/wali kota, dan wakil bupati/wakil wali kota, wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Kemudian pada Pasal 123 ayat (3), dinyatakan, pegawai  ASN  dari  PNS  yang  mencalonkan  diri  atau dicalonkan  menjadi  Presiden  dan  Wakil  Presiden; ketua,  wakil  ketua,  dan  anggota  DPR;  ketua,  wakil  ketua,  dan  anggota  DPD;  gubernur  dan  wakil  gubernur; bupati/wali kota  dan  wakil  bupati/wakil  wali kota wajib, menyatakan  pengunduran  diri  secara  tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Dua pasal itulah menurut Eduard bertentangan dengan konstitusi. Namun jika memang UU ASN diterapkan di seluruh Indonesia, dia meminta ada pertimbangan untuk Papua dan Papua Barat.

Majelis Hakim Panel yang diketuai Wakil Ketua MK, Arief Hidayat, didampingi Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams dan Ahmad Fadlil Sumadi, menyarankan pemohon untuk mempertajam pokok permohonan dan memperkuat kedudukan hukumnya. "Untuk legal standing, Pemohon perlu menguraikan jabatan pemohon pada posisi apa terkait Pasal 119, dihubungkan dengan kerugian konstitusional saudara," ujar Wahiduddin.

Sedangkan Hakim Konstitusi, Ahmad Fadlil, menilai secara sistematika, pemohon belum memasukkan petitum, meskipun petitum ada secara materiil. "Saudara masih mencampuradukan antara kesimpulan dan petitum. Supaya mudah, minta pada kepaniteraan, contoh permohonan pada umumnya," cetusnya. (*)

Editor: Roelan