Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Industri Batubara Cina Melemah, Berpotensi Rugikan Indonesia
Oleh : Redaksi
Rabu | 16-07-2014 | 10:03 WIB

BATAMTODAY.COM - HASRAT Cina akan batubara mulai mengendur. Peralihan meretaskan pertanyaan soal nasib perusahaan tambang di Indonesia dan Australia, yang banyak mengekspor batubara ke Cina.

Data Beijing mengenai impor dan produksi batubara dalam negeri tahun ini mengindikasikan pelemahan tajam. Menurut pengamat, perlambatan permintaan ikut didorong pelemahan ekonomi Cina. Untuk jangka panjang, beberapa faktor turut memengaruhi penurunan konsumsi batubara.

Salah satunya adalah kebijakan demi mengurangi polusi udara, lewat pembatasan penggunaan batubara. Kebijakan tampaknya bakal menahan pertumbuhan konsumsi batubara, jauh di bawah kenaikan dua digit di masa lampau.

"Jika perekonomian bisa bertumbuh lagi, saya pikir kondisi batubara akan membaik. Sebab, permintaan dari pabrik-pabrik dan perusahaan listrik kecil akan membaik," kata Thomas Deng, analis dari perusahaan konsultasi ICIS C1 Energy. "Namun secara keseluruhan, trennya menurun."

Angka produksi dan konsumsi batubara Cina nyaris sama dengan gabungan semua negara lain. Bahan bakar dari batubara menyumbang sekitar 70 persen dari konsumsi energi Cina.

Sebagian besarbatubara Cina disediakan pertambangan domestik. Sisanya berasal dari pertambangan di Australia dan Indonesia.

Permintaan yang pernah melonjak—disokong pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar dua digit—mendorong kenaikan tahunan impor batubara sebesar dua digit pula.

Sepuluh tahun silam, pertumbuhan konsumsi batubara Cina secara rutin mencapai dua digit setiap tahun, menurut BP Statistical Review of World Energy. Sesudah pertumbuhan tahunan turun menjadi 3,7 persen pada 2008 sepanjang krisis finansial, laju konsumsi batubara bertahan di atas 5 persen secara tahunan hingga 2013. Sesudah itu, konsumsi batubara turun menjadi 3,7 persen.

Pelemahan laju impor batubara Cina turut didorong peningkatan daya saing pertambangan domestik. Selain itu, penurunan juga disebabkan potensi pembatasan impor batubara berkualitas rendah, menurut pemerintah Australia dalam laporan kuartalan.

Impor batubara Cina naik hanya 0,9 persen dalam paruh pertama 2014 dari setahun sebelumnya, menjadi 160 juta ton. Angkanya turun tajam dari paruh pertama 2013. Saat itu, impor batubara menguat 13,3 persen.

Pemerintah Australia memperkirakan harga batubara termal—digunakan untuk pembangkit listrik—terus menurun tahun mendatang, di tengah-tengah perlambatan permintaan. Australia memprediksi impor batubara termal Cina naik 3,6 persen tahun ini dan 2,7 persen pada 2015, sesudah menguat 15 persen tahun lalu.

Pelemahan impor Cina berdampak pada produsen di Australia. Penurunan telah merugikan sejumlah pertambangan.

Glencore PLC berencana menutup tambang Ravensworth di Australia tahun ini. Industri pertambangan Negeri Kanguru juga menjual aset dan menangguhkan beberapa proyek. Proyek Terminal Ekspor Batubara Pulau Balaclava kepunyaan Glencore—yang dirancang untuk mengirim 35 juta ton batubara setiap tahun—dibatalkan tahun lalu.

Kemunduran impor batubara Cina juga merugikan penambang Indonesia. "Permintaan batubara dari Cina menurun akibat perlambatan ekonomi di sana. Kini, mereka pilih mengonsumsi batubara domestik ketimbang mengimpor," kata Jeffrey Mulyono, Presiden Direktur perusahaan tambang batubara PT Pesona Khatulistiwa Nusantara. (*)

Sumber: The WSJ