Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD Nilai Kedua Capres Tak Punya Visi-Misi tentang Daerah Perbatasan
Oleh : Surya
Rabu | 25-06-2014 | 16:47 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Senator asal Riau Intsiawati Ayus mengatakan, kedua calon presiden (capres) yang maju dalam Pilpres 2014 tidak memiliki visi-misi tentang daerah perbatasan.


Padahal masalah perbatasan sangat penting karena merupakan halaman depan NKRI. Jika masyarakat di kawasan perbatasan merasa lelah menanti perhatian pusat dalam pembangunan, dikuatirkan akan lepas dari NKRI.

"Lepasnya Sipadan-Ligitan, karena Malaysia membangun kemakmuran di perbatasan. Sehingga ketika dibawa ke PBB, Malaysia menang dan Indonesia kalah," kata Intsiawati Ayus di Jakarta, Rabu (25/6/2014).

Dalam diskusi 'Pertahanan Terbaik adalah Kesejahteraan dan Kemakmuran Rakyat, Betulkah?’ itu, kata Intsiawati, kebijakan pemerintah pusat dan daerah selama ini belum berpihak pada daerah perbatasan.

Kebijakan tersebut, belum menyentuh menyentuh semua sektor, sehingga wajar masyarakat di daerah perbatasan sangat bergantung pada negara tetangga.

"Ibarat rumah, kalau rumah sendiri sudah bagus, kuat, dan semua kebutuhan pokok terpenuhi, maka tetangga pun tak akan berani mengganggu, mencaplok," katanya.

Menurutnya, kebijakan pembangunan daerah perbatasan hanya berupa kebijakan politik saja yang hanya dikaitkan dengan angka-angka pertumbuhan ekonomi dan jumlah kemiskinan.
 
"Itu hanya angka-angka dan survei saja, faktanya daerah perbatasan kurang diperhatikan. Jadi nanti jangan disalahkan kalau nanti mereka akan keluar dari NKRI, hanya KTP-nya saja Indonesia, sementara hidup mereka di negara tetangga," kata Anggota Komite II DPD ini.

Sedangkan pengamat politik LIPU Ganewati Wuryandari mengatakan, bahwa Indonesia kedepan akan menghadapai tantangan global dan pasar bebas.

"Dengan pertumbuhan ekonomi 6 persen, Indonesia calon negara besar dunia. Diperkirakan tahun 2050 Indonesia akan menjadi negara peringkat ke-5 terbesar dalam perekonomian global," kata Ganewati.

Saat ini, lanjutnya, daya saing Indonesia berada di peringkat 38 dari 50 negara di dunia dengan angka pertumbuhan ekonomi yang bagus.

"Indikator ini menjadi ketahanan nasional yang sangat baik dan harus terus dikembangkan," katanya.

Sementara pengajar Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menilai, masalah pertahanan Indonesia kedepan adalah diplomasi ekonomi, bukan diplomasi militer.

"APBN kita bisa ditingkatkan lebih besar lagi dengan pertumbuhan ekonomi sampai 7 persen dan anggaran militer sebesar 30 persen  dari uang negara tersebut. Jadi sekarang diplomasi ekonomi yang akan berperan seperti Jepang dan China," kata Fithra.
 
Tirta Nugraha Mursitama, pengajar Universitas Bina Nusantara menambahkan, jika Indonesia mau menjadi negara kuat, maka masyarakatnya harus makmur dan sejahtera terlebih dahulu.

"Kalau ingin kuat maka harus makmur dulu. Kalau liberal, kita harus kerjasama, dan kalau struktural akan terus terjadi kesenjangan. Jadi, ke depan tinggal bagaimana negara ini akan dibentuk," kata Tirta,” pungkasnya.

Editor : Surya