Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Investor Asing Cemaskan Pilpres di Indonesia
Oleh : Redaksi
Selasa | 24-06-2014 | 12:37 WIB
rjA6LqGt6P.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM - PARA investor mencemaskan kondisi pasar modal Indonesia menjelang penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden pada 9 Juli.

Antusiasme terhadap Gubernur Joko Widodo, kandidat unggulan reformis yang mencatatkan hasil survei meyakinkan pada awal-awal pencalonannya, memicu kenaikan indeks harga saham hingga 13 persen tahun ini. Namun, di tengah persaingan yang kian memanas, sejumlah manajer investasi menahan diri atau melepas produknya sambil mengantisipasi volatilitas.

Maybank Kim Eng, perusahaan broker terbesar Asia Tenggara dari segi nilai, mengatakan, sebagian besar dari 80 nasabah kelembagaan dari Singapura, Kuala Lumpur, dan Hong Kong yang mereka temui pada awal Juni menunjukkan ketertarikan kuat pada Indonesia. Namun, sekitar 40 persen dari jumlah itu tak lagi menambah modal ke portofolio Indonesia karena dicemaskan Pemilu Presiden. Satu dari 10 nasabahnya telah mulai melepas saham.

Trimegah Asset Management, pengelola sekitar $390 juta di Indonesia, telah meningkatkan cash holding demi membatasi paparan risiko penjualan saham. “(Kedua calon presiden) berpeluang menang. Cara terbaik (meminimalisasi risiko) adalah melakukan sedikit diversifikasi," ujar Ivan Chamdani, kepala penelitian Trimegah.

Berpihak adalah hal yang sulit, ujarnya. Kemenangan bagi Joko Widodo, yang lebih disukai investor, kemungkinan akan memicu rally pada bursa saham dan obligasi. Sementara itu, kekalahannya akan memantik pasar untuk melakukan penjualan besar-besaran.

Indeks naik lebih dari 11 persen pada triwulan pertama 2014 saat survei menunjukkan bahwa Joko Widodo jauh mengungguli pesaingnya. Namun, kini selisih keduanya menipis, begitu pun pasar. Indeks hanya naik 1,7 persen sejak awal April dan merosot 2,8 persen dari rekor 12 bulan tertinggi pada Mei, di belakang PSEI Filipina yang naik hampir 15 persen.

Investor asing hanya melakukan pembelian $252 juta saham dalam tiga pekan pertama Juni, turun dari $700 juta pada dua bulan sebelumnya dan $1,3 miliar pada Maret, demikian data Citigroup.

Rupiah telah menguat 1,6 persen terhadap dolar Amerika Serikat. Obligasi pun mencatatkan rally dengan menekan imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun dari 9,1 persen menjadi 8,1 persen pada Januari. Imbal hasil turun saat harga naik.

Presiden terpilih nantinya harus memenuhi standar tinggi yang ditetapkan investor asing, pihak yang secara agresif melakukan jual-beli aset Indonesia pada 12 bulan belakangan berdasar atas outlook perekonomian negara.

Menurut para investor, saham tak lagi menarik jika Indonesia tidak meneruskan perbaikan dan penguatan pertumbuhan ekonomi. Indeks harga saham BEI diperdagangkan dengan price-to-earnings ratio (PER) 20,7 dibandingkan dengan Nikkei Jepang (17,6) dan Kospi Korea (16,1), demikian FactSet.

"Hasil pemilu sesuai harapan akan menciptakan angin segar yang akan ikut menentukan arah kebijakan dalam lima tahun ke depan," ujar Michelle Sim, manajer portofolio Fullerton Fund Management.

Menurutnya, jika Joko Widodo kalah, terdapat potensi adanya penjualan besar-besaran. Sementara itu, kemenangan tipis akan menghasilkan ketidakpastian politik yang akan "berakibat negatif bagi pasar".

Fullerton telah memangkas paparan terhadap sejumlah saham Indonesia tahun ini. Namun, langkahnya lebih dipicu oleh valuasi tinggi ketimbang urusan politik.

Manajer lain berkata telah meraih laba dan akan mengejar kesempatan lain jika hasil pemilu sesuai dengan harapan. "Dari perspektif ekonomis, Jokowi bukan calon sempurna. Namun, saya rasa ia adalah figur populis pragmatis yang sanggup membawa Indonesia menuju ke arah yang benar," ujar Eric Stein, manajer portofolio Eaton Vance.

Eaton Vance telah memangkas paparan dana dalam rupiah dari 2,3 persen menjadi 1 persen pada akhir Maret. Menurut Stein, pemangkasan itu lebih ditujukan untuk menangguk laba, bukan atas dasar politis. (*)

Sumber: The Wall Street Journal