Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Dugaan Penggelapan di PT Crown VH Batam

PT Crown VH Batam Kuras Harta Benda Keluarga Terdakwa Tanpa Putusan Pengadilan (Bagian III)
Oleh : Hadli
Kamis | 19-06-2014 | 11:16 WIB
photo 1(2).JPG Honda-Batam
Surat penyitaan barang milik AN, karyawan PT Crown VH Batam, yang menjadi terdakwa kasus penggelapan di perusahaan tersebut. (Foto: Hadli/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Derita yang dialami keluarga SY alias AN, terdakwa kasus dugaan penggelapan di PT Crown VH Batam, masih berlanjut. Mereka tak hanya diinterogasi berjam-jam, 'disandera' di kantor perusahaan hingga malam, dan 'dipaksa' untuk menandatangani surat kesepakatan yang dibuat sepihak. Namun harta benda keluarga AN 'dikuras' dengan alasan untuk mengganti senilai uang penggelapan yang dituduhkan oleh pihak perusahaan kepada AN, mantan collector account PT Crown VH Batam itu.

Pada Senin, 27 Januari 2014 malam, AN beserta ibu dan kakaknya, AS, beserta istri kakaknya, diperbolehkan pulang usai diinterogasi bos-bos perusahaan: Edy Suwanto, Direktur Operasional (pelapor); Hartono alias Tjen Phiau, Auditor Incame; Agus Turbarianto, HRD PT Crown VH; plus Umar, petugas sekutiri; dan menandatangani surat kesepakatan yang isinya bersedia mengganti uang penggelapan yang dituduhkan kepada AN senilai Rp1,2 miliar dan 75.000 dolar Singapura.

Namun, AN dan keluarganya tak bisa melenggang pulang begitu saja. Barang-barang berharga milik AN yang ada saat itu, harus disita. Menurut pengakuan AS, kakak AN, paling tidak ada 27 jenis barang berharga yang disita pihak perusahaan pada malam itu.

Adapun barang yang disita antara lain, kartu NPWP nomor 67.826.518.2-201.000, parpor nomor V 165468, SIM C nomor 870709200325, kartu Debit BII nomor 5104 8110 19909914, kartu Visa BCA 4556321136096807, kartu Debit BCA 60190025 8437 3577, kartu Master OCBC 5241695500350520 (Titanium), serta dua lembar kartu Visa OCBC bernomor 464583w100890301 (Platinum) dan s645 840011341775 (Debit).

Selain itu disita juga kartu CIMB Master 5576922940080839 (Debit), kartu CIMB Visa 4599200202322066, kartu CIMB Master 54811702 04330219, kartu Debit Mandiri 4097662152250174, kartu Master Mandiri 5243256000904478 (Titanium), Hypnotherapy Card 7700, dompet, serta SIM A nomor 870709200326, STNK Nisan Grand Livina BP 1988 JS nomor 0243006/KR/2011 Exp Date 27-7-2014.

Kemudian disita juga buku tabungan Bank ICB Indonesia 0210070100000051509, suku bunga Bank Perkreditan Rakyat 00501000855, buku tabungan Bank CIMB Niaga 294-01-02250-11-3, buku tabungan Bank CIMB Niaga 0480137408-11-7, buku tabungan Bank BCA 0612556227, ponsel pintar BlackBerry Z, ponsel pintar HTC, iPad mini, serta kunci mobil.

"(Penyitaan) itu disaksikan oleh Hartono, Mira San, Pak Umar, Pak Agus. Lalu Edy Suwanto menyuruh orang-orangnya untuk datang ke rumah kami, untuk mencairkan seluruh uang yang ada di bank-bank. Ketika itu kartu ATM dan seluruh harta benda adik saya masih disita mereka (pihak PT Crown VH, red)," ujar AS.

Selanjutnya, pada Selasa pagi, 28 Januari 2014, Mira San dan salah seorang kepala sekuriti hotel senior mendatangi kediaman tempat tinggal AN bersama keluarga, di Perumahan Winner Kencana. Kedatangan mereka untuk menjemput AN serta ibunya dan menggiring keduanya menuju mesin ATM sesuai kartu-kartu ATM yang disita pada malam sebelumnya.

"Dari Bank OCBC, uang diambil sebesar SGD $7.350 dan Rp300 ribu, dari Bank BCA Rp2,5 juta, dan dari Bank CIMB Niaga dua akun sebesar Rp9 juta. Di masing-masing bank itu adik saya juga dipaksa untuk menyuruh pihak bank mem-print out buku bank," papar AS.

Setelah menguras tabungan AN melalui mesin ATM di berbagai bank yang mencapai sekitar Rp11.335.000, AN yang ditemani ibunya, kembali digiring ke hotel tersebut. "Setelah adik saya (AN) dan mama saya pulang dari bank, masih dipaksa datang ke hotel itu. Mereka dimasukkan ke dalam ruangan meeting," cerita AS.

AS mengaku dirinya juga diminta untuk menyusul ke kantor PT Crown VH. Walaupun merasa keberatan atas permintaan itu karena merasa sudah tidak mau peduli lagi, akhirnya ia berangkat dan menemui adik dan ibunya di sana. 

Rupanya, uang yang dikuras dari rekening milik AN tak cukup. AS menuturkan, mereka disuruh berpikir untuk menghasilkan uang agar bisa mengembalikan seluruh uang yang dituduh telah digelapkan oleh AN, mantan karyawan PT Crown VH Batam bagian Collector Account tersebut, sebanyak Rp1,2 miliar dan SGD $75.000.

"Katanya uang yang disita mereka tidak cukup. Dari situ kami dipaksa untuk menjual harta benda lainnya, bahkan disuruh cari utangan ke keluarga kami jika masih belum cukup. Kalau tidak dapat, adik saya (AN) tidak boleh pulang," kata AS.

Petang harinya, saat kantor sudah sepi, mereka diperbolehkan pulang. Pihak PT Crown VH Batam memberi ultimatum bahwa dalam satu hari mereka arus mengembalikan uang, bagaimanapun caranya. Ultimatum itu juga disertai 'paksaan' kepada AS agar menanda tangani "Surat Pernyataan Bertanggung Jawab".

"Inti bunyi surat yang mereka buat itu menjamin adik saya tidak akan meninggalkan Batam sampai permasalahan ini selesai. Jika nanti adik saya melarikan diri dari Batam atau mengingkari janjinya dari kesepakatan yang telah dibuat, sayalah yang akan bertanggung jawab," kata AS membacakan salinan surat pernyataan bertanggung jawab yang ditandatanganinya yang diakui dalam keadaan tertekan hingga terpaksa dilakukan.

'Teror' pihak perusahaan belum berhenti. Esoknya, 29 Januari 2014, Edy Suwanto memerintahkan Agus dan Umar untuk kembali mendatangi rumah keluarga ini. Di rumah tersebut, Edy memerintahkan untuk melakukan penggeledahan guna mencari harta benda yang masih tersisa atau disembunyikan.

"Rumah kami porak-poranda. Mereka menggeledah rumah kami tanpa ada petugas kepolisian atau putusan pengadilan. Pokoknya sesuka hati mereka membongkar. Semua barang perabotan berantakan. Sedikit pun ruangan tidak ada tampak bersih. Mereka mengambil izin IO adik saya, izin travel, asuransi, surat izin usaha. Seluruh barang kami difofo mereka. Kata mereka, kami tidak boleh membawa keluar satu pun barang-barang tersebut karena sudah menjadi milik perusahaan," tutur Agus.

Aksi penggeledahan itu bukanlah tekanan terakhir. AN kembali digiring dan ternyata diserahkan ke Mapolresta Barelang atas tuduhan yang diyakini AN maupun keluarganya tidak dilakukan sebanyak yang dituduhkan Edy Suwanto cs. (*)(Bersambung).

Editor: Roelan