Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diskusi IDE Forum dan PPIA University of Sydney

Perspektif Politik Anggaran, Kedaulatan Energi, Militer dan HAM Pasca Pemilu 2014
Oleh : Surya/SP
Senin | 02-06-2014 | 11:52 WIB
diskusi-ide1.jpg Honda-Batam
Diskusi IDE Forum dan PPIA University of Sydney di Ruang Seminar Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sydney, Sabtu (31/5/2014).

BATAMTODAY.COM, Sedney - Benang merah yang mengemuka dari diskusi yang bertempat di Ruang Seminar Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sydney pada Sabtu (31/5/2014), adalah kenyataan politik bahwa pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang akan bertarung pada Pilpres 9 Juli mendatang, ternyata masih terkesan tidak segaris dengan harapan ideal rakyat.

Diskusi yang diselenggarakan oleh Indonesia berDiskusi untuk Edukasi (IDE) Forum dan Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA), khususnya PPIA Ranting University of Sydney, serta didukung sepenuhnya oleh KJRI di Kota Sydney, Australia, menghadirkan 3 pembicara, antara lain Yuna Farhan, mahasiswa PhD di University of Sydney, Anggit Raksajati dan Bhatara Ibnu Reza, keduanya merupakan mahasiswa PhD di University of New South Wales (UNSW), serta dimoderatori oleh Klaus Radityo, mahasiswa PhD di University of Sydney.

Yuna Farhan yang juga merupakan mantan Sekjen FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), mengatakan, dari sisi politik anggaran ada enam tantangan yang akan dihadapi Capres dan Cawapres mendatang, antara lain kesenjangan kesejahteraan, ketidakadilan sistem pajak, defisit keseimbangan primer, keterbatasan ruang fiskal, transparansi anggaran dan korupsi politik.

Yuna berpendapat, bahwa kelompok oligarki telah membajak institusi demokrasi di Indonesia untuk mempertahankan kekayaaan mereka dan juga telah menyandera kedua pasangan Capres dan Cawapres untuk mengambil keuntungan dari politik anggaran terkini.

"Berdasarkan visi-misi kedua pasangan, tidak semua merespon tantangan yang akan dihadapi dari warisan pemerintahan SBY," ujar Yuna Farhan dalam siaran persnya kepada BATAMTODAY.COM, Senin (2/5/2014).

Meskipun pasangan Prabowo-Hatta memiliki spesifik isu terhadap politik anggaran, Yuna menambahkan, namun mereka hanya menyampaikan target tanpa memberikan gambaran bagaimana mencapai target tersebut. Sementara visi-misi pasangan Jokowi-JK, secara jelas lebih memberikan gambaran bagaimana merespon tantangan-tantangan warisan SBY, seperti memantapkan UU Keterbukaan Informasi dan menyelesaikan pendanaan partai politik sebagai sumber korupsi politik anggaran.

Sementara Anggit Raksajati, yang saat ini juga merupakan peneliti di 'The Australian Cooperative Research Centre for Greenhouse Gas Technologies (CO2CRC), UNSW, Australia', memberikan materi tentang peluang dan tantangan sektor energi di Indonesia.

Anggit menyampaikan, bahwa hampir setengah konsumsi energi di Indonesia saat ini berasal dari minyak bumi dan sisanya berasal dari gas bumi dan batubara. Percampuran energi ini tidaklah 'sustainable' di masa depan karena status Indonesia sebagai negara pengimpor minyak serta dengan mempertimbangkan tingginya besaran subsidi BBM yang harus didanai oleh APBN.

Anggit juga membandingkan visi dan misi kedua pasangan Capres dan Cawapres, khususnya di sektor energi. Dalam kaitannya dengan energi terbarukan, Anggit merasa bahwa kedua pasangan Capres dan Cawapres yang akan bertarung pada bulan Juli 2014, tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai pengembangan energi terbarukan.

Bhatara Ibnu Reza yang juga merupakan peneliti IMPARSIAL, menggarisbawahi persoalan Militer dan Hak Asasi Manusia (HAM). Bhatara menyebutkan, bahwa militer Indonesia merupakan salah satu aktor politik di kancah perpolitikan nasional dan pada masa setelah reformasi, militer Indonesia mengubah posisi mereka dalam percaturan politik nasional dengan melakukan reformasi
internal.

Namun, pada kenyataannya, militer Indonesia tidak benar-benar berniat untuk meninggalkan peranannya dalam perpolitikan nasional, khususnya dalam kaitannya dengan penyelesaian masalah pelanggaran HAM di Indonesia.

Bhatara juga membandingkan visi-misi kedua pasangan Capres dan Cawapres dan menurut dia tampak jelas hanya pasangan Jokowi-JK yang lebih memberikan perhatian khusus tentang persoalan ini.

Fajar Hirawan sebagai penggagas 'IDE Forum' menjelaskan, bahwa IDE Forum merupakan forum diskusi terbuka dan independen yang lahir sejak tanggal 1 Juni 2013 atau bertepatan dengan peringatan lahirnya Pancasila.

IDE Forum merupakan inisiatif mahasiswa Indonesia, khususnya di wilayah New South Wales (NSW), untuk berkontribusi aktif demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negara melalui pemikiran dan ide yang konstruktif yang mencakup seluruh bidang keilmuan yang berkaitan dengan dinamika kehidupan nasional, mulai dari politik, ekonomi, hubungan internasional, sosial budaya, pendidikan dan bidang lainnya.

"Dengan mengusung 3 (tiga) nilai utama, yaitu 'inklusif, 'dinamis' dan 'edukatif', IDE Forum bertujuan untuk mengembangkan budaya diskusi serta mendorong masyarakat Indonesia di Australia tetap 'up to date' dan 'tune-in' terhadap perkembangan yang terjadi di tanah air," tutur Fajar Hirawan.

Editor: Redaksi