Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hasil FGD di Aceh, DIY dan Sulsel

Komite IV DPD RI Mensinyalir Subsidi BBM dan BLT Tidak Tepat Sasaran
Oleh : Surya
Minggu | 18-05-2014 | 19:43 WIB
Zulbahri.jpg Honda-Batam
Ketua Komite IV DPD RI Zulbahri Madjid

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kebijakan subsidi BBM cenderung tidak tepat sasaran dan memberatkan APBN. Susidi selama ini lebih banyak dinikmati orang kaya dan ditengarai menjadi komoditas politik, sehingga belum memiliki dampak yang signifikan.  

Pandangan tersebut muncul dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh Komite IV Dewan Perwakilan Daerah RI di Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan pada tanggal 13 Mei 2014.

FGD yang mengangkat tema 'Politik Subsidi dalam APBN' diikuti oleh pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten, Akademisi, Pertamina, PLN, Kamar Dagang dan Industri, dan Organda'. 

"FGD ini dilatarbelakangi aspirasi masyarakat daerah dan hasil Pemeriksaan BPK mengenai kebijakan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Hasil FGD akan menjadi masukan dalam penyusunan Pertimbangan RUU APBN TA 2015,"  kata Zulbahri Madjid, Ketua Komite IV DPD RI.

Pandangan lain yang muncul dalam FGD yaitu mengenai distribusi Bantuan Langsung Tunai yang juga tidak tepat sasaran. Kondisi ini disebabkan karena perbedaan data antar institusi, perbedaan indikator yang berbeda antar institusi dan perbedaan persepsi tentang orang miskin itu sendiri. 

BLT yang sifatnya hanya sementara tidak dapat memberi manfaat lebih bagi masyarakat karena kebanyakan bantuan tidak dapat mengimbangi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut hasil FGD subsidi berpotensi dicabut, namun tetap harus dipertahankan untuk sektor-sektor publik seperti sektor angkutan umum darat ataupun laut. Khusus untuk Organda, diperlukan skema khusus untuk subsidi BBM, yakni angkutan umum karena berkaitan dengan tarif. 

Selain itu, diperlukan juga subsidi yang tidak langsung, misalnya untuk perbaikan infrastruktur jalan, jembatan, dan pelabuhan.

Realokasi subsidi dapat dilakukan dengan asumsi bahwa subsidi tersebut dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur daerah, bahwa Subsidi Energi di APBN mencapai Rp 336 Triliun, sementara anggaran MP3EI hanya mencapai Rp300 Triliun, hal ini dapat menjadi satu solusi mengalihkan subsidi BBM secara bertahap kepada infrastruktur.

Rekomendasi yang muncul dari FGD yaitu subsidi dialihkan langsung kepada masyarakat khususnya di perdesaan dengan mempertimbangkan indeks infrastruktur daerah. Semakin buruk kondisi infrastruktur daerah maka pola alokasi DAU, DAK, DBH diharapkan menjadi semakin besar sehingga ketimpangan infrastruktur dan pembangunan ekonomi di daerah menjadi lebih baik dan merata.

Selain itu, indeks infrastruktur daerah juga perlu memasukkan unsure kemaritiman di dalam pengalokasian DAU dan DAK.

Editor : Surya