Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tantiem, Modus Baru Korupsi di BUMN
Oleh : Tunggul Naibaho
Jum'at | 20-05-2011 | 12:18 WIB

Batam, batamtoday - Maraknya pemberian tantiem yang marak di beberapa BUMN belakangan ini, baik yang sudah public listed maupun belum, adalah merupakan modus korupsi gaya baru yang dilakukan para Direksi dan Komisaris BUMN yang  didukung Kementerian BUMN. Dugaan korupsi modus gaya baru ini dapat dilihat baik dari sisi besaranya maupun proporsi pembagianya.

Nominal pemberian tantiem terhitung sangat besar, terutama pada perusahaan-perusahaan sexy, seperti Pertamina, Telkom, Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN.

BNI, memberikan tantiem sebesar 2,29 persen dari total laba pada tahun 2010 sebesar Rp56,7 miliar, dan BTN lebih besar lagi yaitu berkisar 3,5 persen dari total keuntunganya.

"Ini adalah korupsi modus baru atau gaya baru oleh jajaran komisaris dan direksi BUMN," kata Prakoso Wibowo, Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu kepada batamtoday, Jumat 20 Mei 2011.

Besaran tantiem ini menurut Prakoso berlebihan, sehingga terkesan ini adalah modus korupsi gaya baru, karena perusahaan swasta saja, rata-rata hanya memberikan tantiem di bawah 1,5 persen dari laba, mengapa BUMN malah rata-rata di atas 2 persen, kata Prakoso dalam nada bertanya.

Dia mencontohkan, BCA, pada tahun 2010 yang meraup laba senilai Rp105,99 miliar hanya memberikan tantiem sebesar 1,25 persen.

"BCA yang kinerjanya bagus saja hanya memberikan di bawah 1,5 persen, tetapi BUMN yang kinerjanya tidak terlalu baik rata-rata memberikan tantiem sebesar rata-rata di atas 2 persen," kata Prakoso.

Demikian juga bila ditilik dari proporsi pembagianya, dimana Dirut mendapat 100 persen dari nominal bonus final, dan jajaran direksi lainya masing-masing 90 persen. bagi jajaran komisaris, untuk komisaris utama sebesar 50 persen, sedangkan komisaris lainya 45 persen.

Dan itu masih ditambah lagi dengan dana MSOP (management stop option purchase) bagi BUMN yang sudah go public, tambah Parkoso.

"Para direksi dan komisaris ini tidak menerima utuh tantiem tersebut, tetapi ada sebagian diberikan kepada pejabat Kementerian BUMN yang menyetujui pemberian tantiem ini," jelas Prakoso.

Karena, pembagian tantiem sebelum dibahasa dalam RUPS, terlebih dahulu harus melaporkan besaran dan proporsi pembagaian tantiem dan MSOP ke Kementerian BUMN, untuk mendapat persetujuan.

"Ya, begitulah, kan kita tahu, gaji direksi BUMN jauh lebih besar ketimbang gaji pejabat di Kementerian BUMN," tutur Prakoso.

Karenanya, FSP BUMN Bersatu mendesak DPR memanggil jajaran komisaris dan direksi perusahaan BUMN yang diketahui membagi tantiem secara berlebihan dan tidak wajar.

FSP BUMN Bersatu juga Mengusulkan pemberian tantiem harus mendapat persetujuan DPR, karena sesuai UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dimana BUMN disebut sebagai kekayaan negara maka seharusnyalah pembagian tantiem harus dikonsultasikan terlebih dulu kepada DPR dan menteri keuangan.

Prakoso juga meminta pembatalan tantiem di Bank BTN dan BUMN lainya karena hal itu hanya akal-akalan dari direksi BUMN, dan selanjutnya mendesak KPK untuk turun tangan menyelidiki masalah tantiem ini yang ditengarai adalah korupsi gaya baru.