Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Dugaan Korupsi Pembangunan Rutan Batam

Kanwil Hukum HAM Kepri Mengaku Belum Tahu, Kadivas dan PPK Diperiksa Jaksa
Oleh : Charles Sitompul
Sabtu | 05-04-2014 | 14:03 WIB
korupsi_tikus.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kepala Kanwil Hukum dan HAM Kepri, Kabul Prayitno, mengaku belum mengetahui dan belum menerima laporan pelaksanaan proyek pembangunan Rutan Batam, serta pelaporan dugaan korupsi pada proyek tersebut ke Kejaksaan Tinggi Kepri.

"Saya belum tahu, dan dapat laporan tentang itu. Nanti coba saya cek dulu," kata Kabul yang mengaku berada di luar daerah saat itu kepada BATAMTODAY.COM, saat dikonfirmasi, Jumat (4/4/2014).

Sementara Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) proyek pembangunan Rutan Batam, Abdul Muis, dan Kepala Divisi Lapas dan Rumah Tahanan (Kadivas) Dwi Swastono terlihat mendatangi Kejaksaan Tinggi Kepri pada Selasa (2/4/2014) lalu.

Kedatangan kedua pejabat Kanwil Hukum dan HAM Kepri ini, adalah dalam rangka memenuhi panggilan kejaksaan atas penyelidikan dugaan korupsi proyek pembangunan Rutan Batam yang dilaporkan LSM tersebut.

Pantauan BATAMTODAY.COM, mereka langsung masuk dan diperiksa Staf Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepri, di ruang Pemeriksaan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepri.

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepri, Yulianto SH, membenarkan adanya pemanggilan dan pemeriksaan tersebut. Namun menurutnya, pihak Kejaksaan masih melakukan penyelidikan dan akan menjelaskan pada media setelah penyelidikan dilakukan.

"Kita juga melakukan penyelidikan pada sejumlah kasus saat ini, tapi untuk hasil dan tindak lanjutnya, nanti akan kita jelaskan ke media," kata Yulianto.

Terpisah, Kadivas Kanwil Hukum dan HAM Kepri, Dwi Swastono membenarkan adanya pemanggilan dan pemeriksaan dirinya dan Abdul Muis. Namun menurutnya, pemeriksaan dan pemanggilan itu hanya sebagai seorang penerima proyek atas kapasitasnya Kepala Divisi Lapas dan Rutan.

"Saya dipanggil, untuk dimintai keterangan, sebagai penerima dan pengguna proyek atas kapasitas saya sebagai Kadivas," ujar Dwi Swastono.

Disinggung mengenai proyek pembangunan Rutan Batam, Dwi mengatakan, kalau pihaknya sendiri tidak mengetahui, dan sepengetahuannya, proyek tersebut dilakukan pembangunan tahap awal, dengan alokasi dana tahun tunggal dari DPA Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan PPK-nya adalah Abdul Muis di Divisi Administrasi (Kadivmin) Kanwil Hukum dan HAM Kepri.

"Saya bukan sebagai Panitia Pelaksana, PPK-nya Muis, dan PPTK-nya dari PU, kalau Pak Kakanwil adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)-nya," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, dugaan korupsi pada proyek pembangunan Rutan Batam di Batuaji, masuk ke Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri di Tanjungpinang. Laporan dugaan korupsi itu dilayangkan LSM Investigation Corruption Transaparan Independen (ICTI) Provinsi Kepri.

Ketua ICTI, Kuncus Simatupang, mengatakan, indikasi korupsi dalam pelaksanaan pembangunan Rutan Batam yang menelan dana Rp14.379.349.000 miliar pada tahun 2013 ini, terlihat dari pelaksanaan proyek yang tidak rampung 100 persen tepat pada waktu pelaksanaan pengerjaan namun sudah dibayarakan 100 persen oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek tersebut.

"Kuat dugaan kontraktor dan konsultan bermain dengan Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek, hinga dari hanya 80 persen pelaksanaan kegiatan dimanipulasi menjadi 100 persen," papar Kucus kepada BATAMTODAY.COM di Tanjungpinang, Kamis (4/4/2013).

Dari data yang dimiliki ICTI, proyek Rutan Batam ini dikerjakan oleh PT Mitra Prabu Pasundan, dengan konsultan pengawas oleh PT Kuantan Graha Marga.

Kuncus juga mengungkapkan, pelaksanaan pengerjaan pembangunan Rutan Batam terhitung dari sejak 14 Juli 2013 lalu, dengan masa pelaksanaan hingga 20 Desember 2013. Namun kenyataanya, hingga Februari 2014 pelaksanan pekerjaan masih dilaksanakan, dengan volume progress baru mencapai 80 persen.

"Alasan kontraktor dan konsultan melaksanakan proyek melewati masa pelaksanaan karena sudah dilakukan adendum (penambahaan waktu pelaksanaan pekerjaan) selama 10 hari, namun kenyataanya pengerjaan berlangsung hingga Februari 2014," tutur Kuncus.

Hal ini, lanjut Kuncus, jelas-jelas menyalahi aturan Perpres 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dengan Perpres 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Pemerintah.

Editor: Dodo