Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sisa Pepohonan Bisa Meningkatkan Keanekaragaman Hayati Hutan Baru
Oleh : Redaksi
Selasa | 25-03-2014 | 08:00 WIB

BATAMTODAY.COM - SISA-sisa pepohonan dari proses permbersihan lahan, ternyata memberikan dampak pada keanekaragaman hayati lokal di hutan-hutan pertumbuhan skunder. Para peneliti yang bekerja di Semenanjung Osa di Kosta Rika menemukan bahwa pohon sisa dapat mempengaruhi komposisi jenis hutan regenerasi hingga 20 tahun setelah ditebang.

Pohon dibiarkan berdiri setelah deforestasi memiliki dampak yang jelas pada komposisi keanekaragaman hayati lokal di hutan-hutan sekunder, menurut sebuah studi baru yang diterbitkan dalam PLoS ONE.

Dikutip dari Mongabay, lahan yang dulunya hutan kemudian ditinggalkan setelah dimanfaatkan untuk pertanian atau kebutuhan kayu inilah yang dikenal dengan hutan sekunder. Seperti kondisi sebagian besar hutan di eropa dan Amerika Serikat, serta hilangnya hutan primer di daerah tropis.

Para pakar ekologi telah lama menduga bahwa pepohonan sisa yang tersisa dari hutan asli membantu dan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan hutan sekunder dengan mengubah kimia tanah, memproduksi benih, dan menarik hewan-hewan kecil yang menyuburkan benih.

Sebuah tim ilmuwan, termasuk Manette Sandor dan Robin Chazdon dari University of Connecticut, memantau keanekaragaman hayati sepetak kecil tanah di hutan sekunder yang sebelumnya telah dibuka untuk padang rumput ternak. Dengan memeriksa foto udara dan mewawancarai penduduk setempat, para peneliti mampu untuk memastikan bahwa wilayah hutan itu berusia sekitar 20 tahun dan telah ditanami selama 20 - 30 tahun sebelum pertumbuhan sekunder terjadi.

Para peneliti memilih sepuluh pohon sisa yang terlihat dalam foto udara tua, masing-masing 50 meter dari tepi hutan pertumbuhan tua. Kemudian mereka memantau bidang tanah di sekitar pohon-pohon, membandingkan plot ini di hutan sekunder lainnya yang tidak memiliki sisa pepohonan yang tersisa.

Setelah memantau keanekaragaman hayati dari plot tersebut, para peneliti menemukan bahwa daerah tanpa pohon sisa terdapat spesies yang 40 kali lebih sedikit.

"(Sisa pepohonan) menghubungkan hutan masa depan dengan hutan di masa lalu," katanya kepada mongabay.com.

"Selama suksesi, karena tinggi dan sumber daya hayati yang tersedia, pohon-pohon ini menarik burung dan kelelawar yang tiba dari dari hutan primer. Jadi, mereka mendukung keanekaragaman hayati di luar hutan primer dan juga menyediakan focal point untuk penyebaran spesies pohon pertumbuhan tua," terangnya.

Menurut Chazdon, ada kecenderungan mengkhawatirkan yang terjadi di Semenanjung Osa, di mana petani membersihkan hutan untuk membuka budidaya nanas, merupakan bagian penting dari ekonomi pedesaan di Kosta Rika.

"Ini memprihatinkan, karena kita melihat potensi penurunan regenerasi hutan alami di wilayah ini ketika lahan tersebut lebih disukai untuk perkebunan nanas," kata Chazdon.

Efek negatif dari budidaya nanas pada lanskap dapat berlangsung lebih lama dari peternakan sapi dan akhirnya membuat lebih sulit bagi lahan itu untuk dihutankan kembali. Tidak seperti tanah yang digunakan sebagai perkebunan, hutan dengan cepat dan mudah dapat kembali.

"Kita sekarang tahu bahwa hutan dapat tumbuh pada bekas padang rumput tanpa intervensi selain meniadakan peternakan, bahkan ketika lahan itu memiliki sedikit atau tidak ada pohon yang tersisa," tambah Chazdon.

"Tapi perkebunan nanas mungkin menjadi cerita lain, dan kemungkinan akan membutuhkan intervensi mahal untuk menghutankan kembali. Produksi nanas memanfaatkan pengolahan lahan (membajak), meratakan tanah, membersihkan segala bentuk vegetasi yang tersisa, penggunaan pestisida, dan sering melibatkan daerah yang sangat besar yang terisolasi dari fragmen hutan. Semua faktor ini akan membatasi regenerasi hutan jika pertanian ditinggalkan. Jadi, memulihkan hutan di bekas perkebunan nanas perlu mengembalikan biota tanah dan menanam pohon," jelas Chazdon. (*)

Editor: Roelan