Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tidak Memihak Pasar Tradisional, UU Perdagangan Berpotensi Langgar Konstitusi
Oleh : Redaksi
Rabu | 05-03-2014 | 11:03 WIB
pasar-toss-3000.gif Honda-Batam
Ilustrasi pasar tradisional.

BATAMTODAY.COM - UU Perdagangan yang diketuk palu pada awal Februari silam dinilai justru kian mempertarungkan pasar tradisional dengan pasar modern secara berhadap-hadapan. Terjadi kesalahan cara pandang dalam melihat pasar tradisional yang dipertontonkan secara telanjang oleh Panja DPR RI dan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan.

Abdullah Mansuri, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengatakan UU Perdagangan sejatinya adalah tumpuan harapan bagi pedagang pasar tradisional di seluruh Indonesia. Pada awalnya Pedagang pasar tradisional berharap dengan dirumuskannya UU Perdagangan ini, mereka akan dapat perlindungan yang lebih dari ancaman pasar-pasar modern yang kian menggurita.

"Kesalahan cara pandang dalam melihat Pasar Tradisional ini sangat berakibat fatal bagi 60 juta jiwa lebih yang menggantungkan hidupnya pada Pasar Tradisional," kata Mansuri dalam siaran pers yang diterima BATAMTODAY.COM, Rabu (5/3/2014).

Hal tersebut terlihat jelas dalam Pasal 13 maupun Pasal 14 UU Perdagangan. Dimana pada Pasal 13, Pasar Tradisional hanya dilihat dari segi fisik tanpa mempertimbangkan faktor manusia dan kemanusiaan yang terlibat di dalamnya.

Sementara, dalam pasal 13 ayat 2 tidak melibatkan pedagangan pasar tradisional dalam rencana pembangunan/revitalisasi pasar rakyat atau pasar tradisional. Hal ini telah menghilangkan jaminan kepastian hukum bagi pedagangan tradisional dimana selama ini hak-haknya hilang setelah revitalisasi pasar rakyat dilakukan oleh Pemerintah.

"Tidak adanya partisipasi pedagang tradisional dalam rencana revitalisasi pasar telah menghilangkan hak perlakuan yang sama dihadapan hukum dimana pedagang tradisional berhak untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan langsung dengan kepentingannya," kata dia.

Dia mengatakan dalam pasal tersebut revitalisasi pasar dan pengelolaan pasar tidak sama sekali menyebutkan turut sertanya pedagang sebagai pihak yang berperan penting dalam memajukan Pasar Tradisional.

IKAPPI menilai program revitalisasi pasar yang selama ini digulirkan pemerintah telah gagal total. Omset pedagang menurun drastis, pasar menjadi sepi dan tidak tertampungnya pedagang lama adalah potret nyata kegagalan program ini.


"Bila Komisi 6 DPR RI, Menteri Perdagangan melalui Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan mengklaim program ini berhasi, tolong tunjukan kepada kami pasar mana yang berhasil? Apa Parameter keberhasilannya? Karena dari sekian banyak pasar yang direvitalisasi oleh pemerintah, tidak ada satupun yang IKAPPI nilai berhasil. Pasal ini memberikan cermin pemaknaan bahwa pasar rakyat dalam kerangka pikir komisi 6 DPR dan Kementerian Perdagangan tidak perlu mendapatkan perhatian khusus. Inilah bentuk kecelakaan berfikir mereka," tegas Mansuri.

Dalam Pasal 14 ayat (1) disebutkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengaturan tentang  pengembangan, penataan dan pembinaan yang setara dan berkeadilan terhadap pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan dan perkulakan. Dalam penjelasan tentang Sarana Perdagangan, tentang frasa kesetaraan terhadap pasar rakyat.

"Hal ini sama saja menyejajarkan pasar rakyat dengan pasar-pasar modern yang secara nyata telah menghancurkan keberadaan pasar rakyat," ujarnya.

Artinya Pasar tradisional di pertarungkan secara bebas, frontal dan berhadap hadapan dengan pasar dan ritel modern yang memiliki sumberdaya kapital yang lebih besar.

Menurutnya tidak ada satu pun pasal maupun ayat dalam RUU Perdagangan yang menegaskan perlindungan terhadap pasar tradisional. Hal inilah yang sejak jauh hari dikhawatirkan pihaknya dan  Komisi 6 DPR RI serta Kementerian Perdagangan abai akan hal ini.

Mansuri menjelaskan dalam medio 2007 - 2013 saja, telah terjadi penurunan lebih dari 3000 pasar tradisional di seluruh Indonesia. Angka yang sangat fantastis. Fakta yang menegaskan bahwa pasar tradisional dalam kondisi yang mengkhawatirkan.

Artinya, bila tidak mendapatkan perlindungan dalam UU, angka penurunan pasar tradisional akan jauh lebih besar. Apalagi bila pasar tradisional harus di pertarungkan secara bebas berhadap hadapan dengan pasar dan ritel modern.

"Sekali lagi, Komisi 6 DPR RI dan Kementerian Perdagangan lalai akan hal ini," kata dia.

Dia menyarankan ada baiknya Komisi 6 DPR RI dan Kementerian Perdagangan menyusun ulang cara pandangnya dalam melihat pasar tradisional. Baik pasar tradisional sebagai penggerak ekonomi nasional maupun sebagai aset budaya bangsa dalam bingkai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Editor: Dodo