Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kisah Tukang Sol Sepatu

Jalan 40 Kilometer Demi Sesuap Nasi
Oleh : Roni Ginting
Kamis | 12-05-2011 | 13:51 WIB
Maman,_tukang_sol_sepatu_keliling_di_Batam.JPG Honda-Batam

Tukang Sol Sepatu kadang dipandang sebelah mata, namun sangat bermanfaat bagi orang banyak. Dalam sehari mereka harus berjalan 40 kilometer untuk mencari sesuap nasi.

Batam, batamtoday - Dengan langkah tegas, mengenakan baju kemeja yang terlihat agak lusuh, sebuah topi menutupi kepalanya dari sengatan sinar matahari. Ia berjalan melintas dari rumah kerumah warga. Kulitnya yang hitam legam menandakan kalau dia sangat bersahabat dengan sengatan sinar matahari. Tukang sol sepatu sangat membantu warga yang ingin memperbaiki dan menjahit sepatu atau sandalnya.

Maman memikul dua box yang terbuat dari bahan kayu, disangkutkan pada kedua ujung bambu. "Sol sepatu.. sol sepatu.." katanya dengan suara lantang agar warga yang berada didalam rumah mengetahui kehadirannya.

Salah satu warga memanggilnya untuk memperbaiki sepatu suaminya yang koyak dibagian telapaknya. Dengan semangat dia mendatangi pelanggannya. Setelah sempat terjadi tawar-menawar, ia menurunkan pikulan dan mengambil peralatan dari dalamnya. Dengan tekun dia menjahit sepasang sepatu itu. Terlihat dia sudah sangat mahir mengerjakan.

Jari-jemarinya dengan lincah memasukkan jarum yang sudah diikatkan ke benang. Sekitar setengah jam kemudian, sepatu tersebut sudah bagus kembali, jahitan dengan benang nilon rapi disekeliling sepatu. Hasil karyanya membuat sepatu jadi seperti semua, bisa dipakai lagi oleh pemiliknya.

Kepada batamtodayi, Maman sempat berbincang-bincang mengenai pekerjaan yang sudah ditekuni hingga puluhan tahun itu. Pria berperawakan agak kurus itu berasal dari Bandung, Jawa Barat, merantau ke Batam sejak tahun 2001 yang lalu atau sekitar sepuluh tahun lalu.

Berbekal ilmu memperbaiki sepatu yang dipelajarinya sejak dari kampung halaman, dia membulatkan tekad untuk mengarungi bahtera hidup di pulau Batam yang terkenal dengan kota Industrinya.

"Sudah lama juga saya di Batam, waktu itu masih lajang," katanya. Kini dia telah memiliki istri dan dikaruniai seorang momongan yang masih berusia 5 tahun.

Dia sangat mencintai pekerjaannya, menjalaninya dengan iklas untuk mendapatkan sesuap nasi dan menghidupi orang-orang yang dicintainya. Tidak terlintas dipikirannya untuk mengubah profesi sebagai tukang sol sepatu keliling. Menurutnya, lebih nyaman kerja seperti itu, dia tidak terikat dengan waktu untuk jam kerja. Dibanding dengan bekerja di perusahaan yang harus diperintah-perintah, jam kerja juga sudah ditentukan.

"Kerja gini lebih enak, kita yang mengatur semuanya. Waktunya juga bebas," ungkapnya. Dia lalu minta segelas air putih untuk menghilangkan dahaga.

Diakuinya, bahwa pekerjaan yang ditekuni bukan kerjaan yang gampang. Dalam sehari, dia harus berjalan kaki menempuh jarak yang sangat jauh, masuk ke gang-gang dan rumah-rumah penduduk untuk menawarkan jasa. Hampir seluruh wilayah kota Batam akan dikelilinginya, namun rutenya berbeda-beda tiap hari. Misalkan hari ini dari daerah baloi hingga ke Jodoh, besok harinya dia memasuki daerah Tiban dan Sekupang, begitu seterusnya. Apabila semua sudah dilalui, dia akan mengulangi rute dari awal lagi. "Sehari bisa jalan sampai 40 kilometer," paparnya.

Bahkan, kenang Maman, sebelum ke Batam, dia pernah mencoba jalan kaki dari Jakarta ke Bandung sambil menawarkan jasa sol sepatu dengan jarak ratusan kilometer. Waktu itu menghabiskan waktu hingga satu minggu perjalan.

"Seminggu itu tidak jalan terus, ada berhenti-berhentinya juga dan memperbaiki sepatu atau sandal diperjalanan," katanya mengenang.

Tukang sol sepatu keliling di Batam tidak hanya Maman saja, ada puluhan orang yang memiliki profesi yang sama dengan dirinya. Namun itu tidak menjadi penghalang dan dia tidak merasa jadi saingan, sebab dia berpandangan untuk mendapatkan hati pelanggan yang paling utama adalah memberikan kepuasan. Hasil sol sepatunya bagus seperti keinginan konsumennya, diyakini untuk kemudian hari jika ada sepatu atau sandalnya yang rusak lagi pasti akan menggunakan jasanya. Meski banyak tukang sol sepatu, pasti akan menunggu dia lewat.

"Untuk mendapatkan pelanggan itu adalah memberikan hasil yang bagus. Jahitan sepatunya rapi, menggunakan benang bagus pasti hasilnya kuat dan memuaskan mereka," ujarnya. Lalu dia menghidupkan sebatang rokok mild hasil pemberian.

Memperbaiki sandal maupun sepatu, dia tidak mematok tarif yang mahal. Menjahit sandal, harganya hanya Rp10 ribu sampai Rp15 ribu. Kalau sepatu Rp15 sampai Rp20 ribu tergantung dari kerusakannya.

"Harga relatif mas. Masih bisa tawar-menawar," ungkapnya tanpa memberitahukan secara rinci dalam sehari berapa uang yang berhasil dikumpulkannya.  Dia sangat bersyukur dengan pengetahuan yang didapat secara otodidak itu. Selain menghasilkan uang, dengan keringatnya bisa membantu warga yang membutuhkan, jasanya tidak bisa diabaikan dan dipandang sebelah mata.

Ika, salah satu warga mengaku sangat terbantu dengan adanya tulang sol sepatu keliling. Dia berpendapat jasa mereka sangat besar. Kalau ada sandal atau sepatu yang rusak tidak perlu jauh-jauh untuk memperbaikinya, tinggal tunggu mereka lewat saja.

"Lebih ekonomis, daripada harus beli yang baru lagi berapa uangnya, bisa ratusan ribu juga. Mengurangi pengeluaran uang tak terduga," kata ibu rumah tangga anak dua itu.