Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meski Diklaim Punah, Peneliti Indonesia Yakin Harimau Jawa Masih Ada
Oleh : Redaksi
Rabu | 15-01-2014 | 09:56 WIB
Harimau-Jawa-javantiger.or_.id_.jpg Honda-Batam
Perburuan harimau jawa di masa lalu. (Foto: javantiger.or.id)

BATAMTODAY.COM - International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menyatakan jika spesies harimau jawa telah punah. Namun, sejumlah peneliti dan akademisi di Indonesia masih meyakini keberadaan harimau jawa di tanah asalnya. 

Keyakinan itu mencuat dalam sebuah kegiatan bernama "Sarasehan Harimau Jawa 2013" yang diselenggarakan oleh Balai Taman Nasional Meru Betiri (BTNMB), belum lama ini. Sarasehan itu menghasilkan rekomendasi jika harimau jawa diyakini masih ada dan belum punah.

Wahyu Giri Prasetya, peneliti harimau jawa dan pemateri dalam sarasehan tersebut memaparkan, harimau loreng (harimau jawa) tergolong karnivora besar dengan sebaran geografis sangat luas. Membentang dari lembah Tigris di Siberia hingga di Rusia Timur, lalu di India kecuali Srilanka, kemudian di Indocina dan semenanjung Malaya; hingga di kepulauan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa dan Bali.

Satwa ini dianggap berasal dari lembah Tigris yang kemudian menyebar hingga ke Bali melewati rentang waktu ribuan tahun. Adanya perubahan tinggi permukaan air laut dan fragmentasi antarpopulasi, menjadikan spesies harimau loreng dikenal dengan delapan subspesies. Saat ini tiga subspesies, yaitu harimau kaspia, harimau bali dan harimau jawa, sudah dianggap punah.

Dalam materinya berjudul "Mengapa Kami Menolak Harimau Jawa Punah", Wahyu meyakini jika harimau jawa belum bisa dikatakan punah. Fakta temuan selain dari foto masih ditemukan. Laporan pembunuhan dan sisa pembunuhan masih terus didapat. 

Selain itu, metode pemantauan konvensional ada banyak kelemahan. Contohnya, pemasangan kamera di Taman Nasional Meru Betiri masih dalam jumlah yang terbatas sekali, dan tidak dilakukan penelitian dalam dua kali siklus umur secara terus-menerus, dan juga lokasi penelitian yang ada masih terbatas di Meru Betiri.

Pada 1974, penelitian Seidensticker dan Sujono di TNMB, Jawa Timur, memperkirakan harimau jawa tinggal 3 - 4 ekor. Berikutnya, riset WWF di tempat yang sama pada 1994, ternyata menunjukan hasil nihil. 

Kamera trap sistem injak yang dipasang tidak memotret satu pun sosok harimau jawa. Selama ini TNMB terlanjur ditetapkan menjadi habitat terakhir harimau jawa, sehingga kesimpulan punah muncul pada Desember 1996, CITES memutuskan vonis punah.

Jika mengacu pada Steidensticker & Soejono, yang menyatakan punah pada tahun 1976 di Suaka Margasatwa Meru Betiri, maka dengan usia harimau berkisar 25 tahun dikalikan dua kali umur rata-rata, harimau jawa baru bisa dikatakan punah pada 2026. 

"Jadi terlalu dini dan tak kuat dasar pernyataan punah bagi harimau Jawa," kata Wahyu.

Dalam rekomendasi sarasehan harimau jawa di Jember pun merekomendasikan, bahwa hasil penelusuran dan penelitian sejak 1997 hingga 2012 masih menemukan jejak, cakaran, dan kotoran dari harimau jawa. Selain itu, banyaknya testimoni tentang adanya perjumpaan oleh masyarakat terhadap fisik harimau jawa.

Kepunahan harimau jawa muncul akibat laporan World Wildlife Fund (WWF) 1994 yang tidak mendapatkan sosok fotonya setelah memasang 10 kamera trap sistem injak selama satu tahun di TN Meru Betiri seluas 58.000 hektar. Akibat pernyataan punah dari WWF dan dikuatkan PHKA, maka setiap ada pelaporan perjumpaan harimau jawa oleh masyarakat selalu dianggap cerita mitos. 

Selain itu pemerintah melalui Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) Departemen Kehutanan sepakat atas klaim punah tersebut.

Wahyu Giri menungkapkan info yang salah kaprah, bahwa WWF seolah memasang 20 kamera, tetapi sebenarnya hanya memasang sepuluh kamera yang dipasang dalam dua periode, cuma dalam laporan (posisi kamera) seolah-olah menjadi 20 kamera. 

Namun, untuk melawan pernyataan punah dari IUCN memang tidaklah mudah. Saat ini memang bukan era jejak, tapi era foto. Dalam pemaparannya, Wahyu menyatakan ketidakniscayaan bahwa bukti foto akan serta merta akan diakui sebagai foto harimau jawa.

"Mereka tidak berani menjawab itu 'jejak' kucing besar lainnya (tutul, kumbang atau lainnya), atau binatang lainnya. Lalu jejak apa?" tanya Wahyu.

Implikasi dari pernyataan punah harimau Jawa sangatlah besar terutama pada pengelolaan dan tata guna kawasan. Wahyu Giri menambahkan,  fakta di Jember, pasca-pernyataan punah harimau jawa di buku aksi konservasi untuk harimau sumatra, tidak lama berselang muncul kuasa pertambangan (PT Hakman), yang salah satu petaknya mencaplok sebagian Taman Nasional Meru Betiri. Tahun 2000 muncul izin eksplorasi dari PT Jember Metal dan Banyuwangi Mineral (satu perusahaan) yang luasanya mencaplok seluruh Taman Nasional Meru Betiri.

"Dan yang mengkhawatirkan lagi adalah perburuan terhadap harimau Jawa semakin bebas (karena sudah dianggap punah)," kata Wahyu.

Didik Raharyono yang juga peneliti harimau jawa dan penulis buku "Berkawasan Harimau Bersama Alam" yang juga hadir dalam sarasehan, kepada Mongabay-Indonesia memaparkan perkara kepunahan harimau jawa punah ternyata bukan soal sepele. Selama ini antara "masyarakat ilmiah" dan masyarakat sekitar hutan terjadi perdebatan. 

Para ahli menyatakan harimau jawa telah punah, menyusul saudara dekatnya, harimau bali (Panthera tigris balica). Dasarnya adalah berbagai penelitian yang dilakukan tidak pernah lagi menemukan sosok wujudnya.

"Tapi saya dan hasil sarasehan harimau Jawa kemarin menyimpulkan Harimau Jawa diyakini masih ada atau belum punah,"kata Didik.

"Perjumpaan dengan harimau loreng juga masih dituturkan masyarakat lokal pemanen hasil hutan di TN Meru Betiri hingga tahun 2010, dan masyarakat di luar TNMB hingga tahun 2013," imbuh Didik.

Sumber: Mongabay