Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Nilai RUU Perindustrian Tonjolkan Nasionalisme Ekonomi
Oleh : Surya
Selasa | 08-10-2013 | 16:36 WIB
Hendrawan_Supratikno.jpg Honda-Batam

Hendrawan Supratikno

BATAMTODtAY.COM, Jakarta-Anggota Panja RUU Perindustrian DPR RI Hendrawan Supratikno menilai dalam naskah RUU Perindustrian yang diajukan oleh pemerintah, ada program untuk menonjolkan nasionalisme ekonomi.


Itu penting, karena memang tak ada negara kaya, tanpa memajukan industri. Sebab, industri itu sebagai proses untuk menciptakan nilai tambah berbagai produksi yang dihasilkan dalam negeri.

“Nasionalisme itu ditandai dengan DMO (domestik market obligasi), di mana barang-barang yang akan diekspor harus sudah menjadi barang jadi, bukan bahan mentah, dan memperluas standarisasi,” tandas Hendrawan pada dialog 'RUU Perindustrian' bersama Tulus Abadi dari YLKI, dan Kadek Sutisna dari UI di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (8/10/2013).

Namun dalam RUU inisiatif pemerintah tersebut lanjut Hendrawan, masih perlu mencermati pasal-pasal industri hubungannya dengan pelaku usaha, agar RUU ini membangkitkan perekonomian nasional, dan pada akhirnya akan menjadi kemandirian ekonomi nasional.

"Kalau selama ini kita ekspor Kakao, tapi impor cokelatnya, ekspor kayu tapi impor produknya, ekspor CPO tapi impor olie dan turunanya dan lain-lain," ujarnya.

Karena itu ke depan menurut politisi PDIP itu, kita harus merancanag industrialisasi sesuai amanat konstitusi, UUD 1945 pasal 33, agar cita-cita cukup sandang, pangan, dan papan itu bisa terpenuhi.

"Jadi, kita tak perlu mimpi ke mars. RUU ini untuk mengganti UU No.5/1984 karena sudah tak sesuai dengan perkembangan industri, dan diharapkan akan selesai pada akhir Oktober 2013," katanya.

Bagaimana pun menurut Kadek Sutrisna, sebuah UU meski disebut nasionalisme itu menyesatkan, sehingga harus dicermati karena sering tak sejalan dalam pelaksanaannya di lapangan. Bahwa industri itu harus menciptakan nilai tambah, meningkatkan daya saing, tersedianya sarana dan prasarana, mendorong tumbuhnya investasi modal, fasilitas industri dan sebagainya sebagai motor penggerakan perekonomian nasional.

Selain itu perlu koordinasi dengan kementerian terkait seperti Kemenakertrans dan Kemendag soal upah, tenaga kerja dan bukan hanya membahas kompetensi.

"Juga belum ada dorongan pemerintah untuk mengembangkan industri hijau (green idnustry) dengan memanfaatkan tenaga matahari, uap, sisa baja, dan lainnya. Ditambah lagi kerjasama internasional untuk menyelematkan industri nasional di tengah ancaman global," tambah Kadek.

Tulus mengingatkan jika setiap UU itu harus punya ideologi, apalagi di tengah gempuran pasar bebas, bagaimana agar Indonesia tak menjadi sampah pasar bebas.

"Kalau mengusung nasionalisme, maka RUU ini harus membentengi industri dalam negeri dengan memperhatikan berbagai aspek ramah lingkungan," tuturnya.

Editor : Surya