Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Nilai RUU PPDK Bisa Sejahterakan Masyarakat di Daerah Kepulauan
Oleh : Surya
Selasa | 01-10-2013 | 17:20 WIB
Alexander_litaay.JPG Honda-Batam
Alexander Litay, Ketua Pansus RUU Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pansus Rancangan Undang-Undang (RUU) Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan (PPDK) berharap RUU tersebut dapat segera disahkan menjadi menjadi undang-undang (UU), karena dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah kepulauan, yang selami kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat.

Hal itu ditegaskan Ketua Pansus RUU PPDK Alexander Litay dalam Forum Legislasi membahas RUU PPDK bersama Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan dan pengamat politik LIPI Siti Zuhro di Jakarta, Selasa (1/10/2013).

Menurut Alex, masyarakat di daerah kepulauan terutama yang berbatasan dengan negara tetangga menunggu langkah kongkret pemerintah pusat dalam membangun daerah mereka seperti daerah-daerah di Indonesia yang sudah maju. Karena tidak ada langkah kongkret pemerintah tersebut, maka DPR mengusulkan pembentukan UU PPDK guna mengakhiri kesejengan ekonomi masyarakat di daerah kepuluan dan perbatasan.
 
"Masyarakat kepulauan sudah lama menunggu, terutama Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai daerah termiskin ke-3 di Indonesia. RUU PPDK ini bisa mensejahterakan masyarakat di daerah," kata Alex.

Sedangkan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan menegaskan dengan RUU PPDK ini daerah akan diberi kewenangan lebih untuk tata ruang, administrasi, pengelolaan sumber daya alam (SDA), perbatasan, menjaga keamanan dan pertahanan laut, dan menjaga kedaulatan NKRI. "Daerah diberi kewenangan lebih besar melalui melalui pemerintah provinsi," kata Djohermansyah.
 
Namun, menurut Djohermansyah, usulan RUU PPDK ini sebenarnya bertentangan dengan ketentuan hukum laut internasional yang sudah mengakui Indonesia sebagai daerah kepulauan. "Adanya RUU inikan sama saja negara dalam negara. Sehingga RUU ini dinilai tidak strategis," katanya.

Disamping itu anggaran dalam RUU ini, ungkapnya, yang meminta alokasi dana satu persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dari APBN. "Nah, kalau semua UU minta alokasi dana, dan mengkapling-kapling APBN, ya  bisa habis. Sebut saja yang juga diusulkan UU Desa, dimana setiap Desa diusulkan mendapat sekitar satu miliar," jelasnya.

Kendati begitu Dirjen Otda Kemendagri ini tak membantah biaya penyelenggaran pemerintah daerah di kepulauan itu sangat mahal dibandingkan dengan daerah lain, terutama dalam pelayanan publik. "Karena itu pemerintah  solusi ke DPR agar substansi RUU PPDK sebaiknya dimasukkan saja ke dalam dua UU yang sedang direvisi, yakni UU 32/2004 soal Pemda dan UU 33/2004 soal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah," katanya.

Sementara pengamat politik LIPI Siti Zuhro mengatakan, usulan pembentukan UU PPDK ini karena Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dibawa kepemimpinan Menteri Helmy Faisal Zaini gagal melakukan percepatan pembangunan di daerah tertinggal. Akibat banyaknya penyimpangan alokasi anggaran yang terjadi, karena tidak adanya konsistensi, komitmen dan pengawasan dalam membangun daerah tertinggal.  ambahnya.

"Itu-kan sudah ada kementerian pembanunan daerah tertinggal, sudah banyak produk perundang-undangan tapi pelaksanaannya banyak menyimpang dibarengi KKN. Buat apalagi RUU PPDK karena tak ada konsistensi, tak ada komitmen, dan tak ada pengawasan berarti dalam proram mensejahtrerakan rakyat," kata Siti Zuhro. 

Selama reformasi ini, lanjut Siti, sudah ada ribuan produk undang-undang, puluhan lembaga, ratusan peraturan pemerintah dan ribuan peraturan daerah tetap tidak bisa mensejahterakan masyarakat di daerah. Sebaliknya, malahan menimbulkan pekerjaan rumah baru yang makin berat.

"Banyak UU dan Perda yang dibatalkan, lalu apa yang salah selama ini. Apakah UU No.32/2004 tentang otonomi daerah itu tak cukup? Semua itu selain masih KKN, niatnya tak jelas. Tak ada pengawasan dan tak ada evaluasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Uang negara banyak digelontorkan, tapi dikorupsi dan biaya politik partai. Karena itu, jangan menyelesaikan RUU ini menjelang pemilu 2014, agar tak terkesan aji mumpung," katanya.

Editor: Surya