Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

INDONESIA BERPESTA
Oleh : Redaksi/Opini
Senin | 23-09-2013 | 09:16 WIB

Oleh Aripianto

KEMENANGAN Timnas Indonesia U-19 melawan Vietnam dalam laga final ASEAN Football Championship (AFF Championship), memang sangat patut kita apresiasi. Perjuangan Evan Dimas dan kawan-kawan sungguh luar biasa, ini ditunjukkan dengan kualitas permainan Indonesia yang terbilang cukup bagus dan gemilang.

Harapan dan impian bangsa ini akhirnya terwujud setelah Indonesia menumbangkan lawannya di final. Pertemukan Indonesia dan Vietnam di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Minggu (22/9/2013) malam berlangsung  seru dan menegangkan. Kedua tim sama-sama berhasrat ingin merobek gawang lawan.

Kemenangan yang diperoleh Tim Nasional Indonesia U-19 berhasil meraih gelar juara Piala AFF U-19 pada pertandingan final di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, skuad Garuda Jaya menang 0 (7) – (6) 0 melalui drama adu penalti. Penjaga gawang tim nasional Indonesia U-19, Ravi Murdianto tampil sebagai pahlawan kemenangan di pertandingan final Piala AFF U-19. Aksi gemilang Ravi membuat gawang Timnas Indonesia U-19 tidak kebobolan dari serbuan penyerang Vietnam U-19.

Perjalanan Timnas Indonesia U-19 menempuh final Piala AFF U-19 2013, bukanlah tanpa aral melintang. Pasang surut mental pemain menjadi pekerjaan berat yang harus diatasi tim pelatih. Evan Dimas dan kawan-kawan memang telah memulai langkah dengan meyakinkan, terlihat saat Indonesia memulai kompetisi dengan gemilang setelah menghajar Brunei Darussalam dengan skor telak 5-0 di laga perdana babak penyisihan.

Sukses Indonesia berlanjut dengan mengalahkan Myanmar dengan skor tipis 2-1 di laga kedua. Sayang, pada laga ketiga, Indonesia takluk 1-2 dari Vietnam. Namun, Indonesia mampu bangkit di laga keempat dengan menghajar Thailand 3-1. Pada laga terakhir, Indonesia sukses menahan imbang Malaysia sekaligus mengunci posisi runner up grup B. Status sebagai runner up membuat Indonesia harus menghadapi juara grup A Timor Leste di babak semifinal. Lewat pertarungan sengit, Indonesia akhirnya bisa menaklukkan Timor Leste dengan skor 2-0. Dan Indonesia sukses melaju ke final.

Sejarah AFF
Kejuaraan Sepak Bola ASEAN (dalam bahasa Inggris: ASEAN Football Championship), sebelumnya bernama Piala Tiger (Tiger Cup), adalah suatu kejuaraan sepak bola internasional antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Turnamen ini diselenggarakan oleh Federasi Sepak Bola ASEAN (AFF). Piala AFF pertama kali dibentuk pada tahun 1996 dengan nama Piala Tiger, namun pada tahun 2008 Piala Tiger di rubah menjadi Piala AFF.

Pada kejuaraan musim lalu, PSSI merilis nama-nama pemain atau skuad timnas Indonesia Piala AFF 2012 yang akan berlaga di Bukit Jalil Stadium Malaysia dan di Rajamangala Stadium Bangkok Thailand dengan melawan Malaysia, Singapura dan Laos. Pada kejuaraan pertama digelar, Thailand berhasil merebut juara setelah mengalahkan Malaysia dengan skor 1-0 di final. Juara pada tahun 1998 adalah Singapura yang mengalahkan Vietnam di babak final dengan skor 1-0.

Pada Piala Tiger 2000 dan 2002 terjadi final "el clasico ASEAN" yang semuanya dimenangkan Thailand setelah berturut-turut mengalahkan Indonesia di final. Sejak Piala Tiger 2002, mulai diselenggarakan di dua negara. Pada Piala Tiger 2004, babak semifinal dan final mulai diselenggarakan dengan sistem tandang-kandang untuk lebih memopulerkan kejuaraan ini. Piala Tiger kali ini juga mencatat keikutsertaan Timor Leste dalam kejuaraan ini untuk pertama kalinya. Piala Tiger 2004 direbut Singapura yang mengalahkan Indonesia di final kandang dan tandang.

Kejuaraan Sepak Bola ASEAN 2007 diadakan di Singapura dan Thailand dan kembali dijuarai Singapura setelah mengalahkan Thailand pada final di kandang Singapura dan bermain imbang di kandang Thailand. Piala Suzuki AFF 2008 diadakan di Indonesia dan Thailand yang kali ini dijuarai Vietnam yang mengalahkan Thailand pada final di kandang Thailand dan bermain imbang di kandang Vietnam. Piala Suzuki AFF 2010 kembali diadakan di Indonesia bersama dengan Vietnam. Pada edisi ini, juara bertahan Vietnam gagal mempertahankan gelarnya, di mana Malaysia menjadi juara, setelah mengalahkan Indonesia dengan agregat skor 4-2 (menang 3-0 di Stadion Nasional Bukit Jalil, Malaysia, kemudian kalah 1-2 di kandang Indonesia, Stadion Utama Gelora Bung Karno).

Piala AFF di jadwalkan sekali dalam dua tahun yang diikuti oleh negara negara ASEAN (Asia Tenggara) sedangan 2013 berlangsung di Indonesia di Stadion Gelora Delta Sidoarjo jawa timur yang dimenangkan oleh Indonesia.

Sepakbola Ajang Unjuk Nasionalisme
Final piala AFF antara Indonesia dan Vietnam di selenggarakan di Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Ajang sepakbola ini menumbuhkan nasionalisme rakyat Indonesia tatkala rakyat merasa terhibur dengan kemenangan Timnas Indonesia, ini menginggatkan kita akan cerita dari seorang tokoh nasional yang tak asing lagi yaitu Bung Hatta di masa remaja beliau, Bung Hatta sempat bergabung dalam klub sepak bola bernama Young Fellow.

Meski berisi sejumlah anak Belanda, Bung Hatta mampu tampil menonjol dan mampu memberikan prestasi. Juara Sumatera Selatan selama tiga tahun berturut-turut serta julukan "Onpas Seerbar" (Sukar Diterobos) dari orang Belanda adalah bukti kehebatan Bung Hatta dalam sepak bola. "Saya bermula bermain sepak bola di tanah lapang, dengan memakai bola biasa yang agak kecil ukurannya, bola kulit yang dipompa. Saban sore pukul 17.00, saya sudah di tanah lapang. Kalau tidak bermain sebelas lawan sebelas, kami berlatih menyepak bola dengan tepat ke dalam gawang dan belajar menembak ke gawang," tulis Bung Hatta dalam buku Untuk Negeriku : Sebuah Otobiografi.

Salah seorang teman Bung Hatta, Marthias Doesky Pandoe, wartawan kelahiran Padang, dalam buku Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman, disebut menyimpan banyak kenangan semasa Bung Hatta masih remaja. Menurut Marthias, sejumlah teman Bung Hatta yang pernah ditemuinya sering bercerita bahwa Sang Proklamator itu adalah gelandang tengah yang cukup tangguh.

Bahkan, kegemaran Bung Hatta pada sepak bola berlanjut ketika dirinya menjadi salah satu tokoh politik penting dalam sejarah Indonesia. Dia tidak pernah absen menonton sejumlah pertandingan besar. Ketika diasingkan oleh kolonial Belanda ke Boven Digul pada 1935, ia bersama Sutan Sjahrir masih menyempatkan bermain sepak bola. Bung Hatta juga sempat membuat Bung Karno terpojok dan keteter saat beradu argumentasi mengenai kekalahan PSSI saat melawan kesebelasan Aryan Ghimkanna dari India di Stadion Ikada (sekarang Monas). Guntur Soekarno Putera yang ikut menonton pertandingan itu, dalam buku Pribadi Manusia Hatta, seri 10, lantas menyematkan judul "Nonton Bola, Apa Tafakur?" untuk menggambarkan keseriusan Hatta dalam urusan sepak bola.

Hingga hari tuanya, sepak bola pun masih menjadi bagian hidup Bung Hatta. Pada awal 1970-an, saat Pandoe berkunjung ke rumah Bung Hatta, tuan rumah berkata, "Di mana letak Plein van Rome sekarang?" Pandoe pun menjawab bahwa lapangan bola tersebut masih ada, tetapi kini telah menjadi alun-alun Kota Padang. Namanya sudah berganti menjadi Lapangan Imam Bonjol, yang berlokasi tepat di Kantor Balaikota Padang.

Dari sepenggal cerita tersebut, pasti timbul pertanyaan bagaimana jika Bung Hatta melihat kondisi sepak bola nasional saat ini. Sebagai pencinta sepak bola sejati, Bung Hatta pasti sedih dan mungkin saja menitikkan air matanya. Hal ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, jika kita tarik ke belakang, sepak bola di masa Bung Hatta, menjadi semangat tersendiri bagi anak bangsa. Kala itu, sepak bola bukan sebagai ajang pertarungan gengsi kepentingan pribadi seperti sekarang ini.

Pada masa penjajahan Belanda, pemuda Nusantara mengerti betul bahwa kehormatan sebagai bangsa bukan cuma urusan perang senjata, melainkan juga sepak bola. Atas semangat itulah, Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia (sekarang PSSI) dibentuk pada 19 April 1930 sebagai wadah kesatuan untuk menegakkan martabat bangsa. Meski baru dibentuk, para pengurus di bawah kepemimpinan Ir Soeratin Sosrosoegondo itu telah memiliki konsep jelas bahwa sepak bola tidak hanya menjadi hobi, tetapi juga sebagai prestasi.

Sekarang ratusan juta penduduk Indonesia menunggu dengan penuh harapan meniru kebesaran hati, kepedulian, dan jiwa kepahlawanan seorang pencinta sepak bola seperti Bung Hatta. Beliau juga pernah berpesan kepada kita semua, "Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta....," Mohammad Hatta.
 
Penulis Adalah Wakabid Litbang dan Infokom DPC GMNI Pekanbaru dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau