Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengurangi Polusi Cahaya di Perkotaan
Oleh : Redaksi
Kamis | 29-08-2013 | 09:27 WIB
san_fransisco.jpg Honda-Batam
San Fransisco bermandikan cahaya di waktu malam.

BATAMTODAY.COM, Batam - Pernahkan Anda berkemah di alam terbuka? Mungkin saat Anda masih duduk di bangku sekolah dasar atau sekolah menengah, saat mengikuti kegiatan Pramuka?

Salah satu kenikmatan berkemah adalah saat kita bisa membakar api unggun di bawah langit temaram bertabur bintang. Sebuah kenikmatan yang sempurna.

Menikmati cahaya alami pada malam hari, dari bulan dan bintang, semakin sulit ditemukan, terutama bagi kita yang tinggal di kota-kota besar dunia. Cahaya alami telah berganti dengan cahaya neon warna-warni. Papan iklan, penerangan jalan, mercu suar, bangunan, gedung, lampu lalu lintas memenuhi kota dengan cahaya buatan. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh kota-kota besar dunia, termasuk di Jakarta.

Dampak cahaya buatan ini ternyata sangat luas. International Dark-Sky Association, sebuah organisasi yang peduli terhadap polusi cahaya menyatakan, pencahayaan kota yang berlebihan bisa menggangu kelestarian lingkungan. Sementara pencahayaan yang kurang bisa mengganggu kenyamanan pejalan kaki dan rentan kejahatan.

Menurut IDA, cahaya buatan yang berlebihan bisa menyebabkan tersesatnya burung yang tengah bermigrasi, sehingga mereka rentan kecelakaan dan menabrak bangunan. Polusi cahaya di sepanjang pesisir pantai juga bisa mengganggu penglihatan penyu yang akan berenang menuju ke lautan.

Dan ada satu lagi dampak pencahayaan yang berlebihan. Awal Juli lalu, pemerintah Perancis mengeluarkan undang-undang baru yang mengharuskan kota mematikan lampunya pada malam hari. Sebagaimana diberitakan The Local, situs berita berbahasa Inggris di Perancis, semua gedung dan jalan raya harus mematikan lampu selambat-lambatnya jam 01.00 pagi.

Paris kota yang mendapat julukan City of Lights juga harus melakukan hal yang sama. Menara Eiffel juga harus mematuhi peraturan ini. Semua penerangan di dalam dan di depan bangunan kota juga harus dipadamkan. Bagi pertokoan, pusat perbelanjaan dan museum, lampu dalam bangunan bisa dinyalakan kembali setiap jam 07.00 pagi atau satu jam sebelum jam kerja dimulai, tergantung mana yang lebih dulu. Mereka yang tetap menyalakan lampunya akan dikenai denda 750 Euro atau sekitar 1000 USD.

Tujuannya satu, pemerintah Perancis ingin menghemat energi sekaligus mengurangi polusi di perkotaan. Menurut pernyataan dari Kementrian Pembangunan Berkelanjutan, skema ini akan menghemat biaya energi hingga €200 juta atau $270 juta per tahun. Penghematan ini setara dengan tagihan listrik 750.000 rumah tangga di Perancis dalam satu tahun.

Inisiatif positif ini bisa dilakukan oleh semua negara dan kota-kota besar dunia termasuk di Jakarta. Walaupun setiap tahun kota-kota besar dunia telah mematikan lampu selama satu jam dengan mengikuti program Earth Hour yang digalang oleh salah satu lembaga swadaya masyarakat, namun masih banyak peluang untuk menghemat energi dan mengurangi polusi melalui pengaturan penerangan buatan di perkotaan.

Banyak kota-kota dunia yang juga masih mengandalkan pada pembangkit listrik bertenaga fosil, seperti batu bara, untuk menyalakan lampunya. Jika semua ini dilakukan, tidak hanya polusi dan biaya energi yang berkurang, lingkungan dan alam juga bisa lebih lestari.

Kota bisa bebas dari polusi udara, polusi cahaya – dan polusi suara – yang mengganggu kehidupan hewan-hewan liar. Sementara kita bisa menikmati cahaya alami, dari bulan dan bintang, yang temaram, sambil menikmati lagu “City of Blinding Lights” dari grup rock U2 yang menawan.

Sumber: Hijauku.com