Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ketika Bangkai Tikus Pun Bermanfaat
Oleh : Redaksi
Rabu | 21-08-2013 | 09:38 WIB
Tikus0555.jpg Honda-Batam
Anas Tika,mengolah bangkai tikus menjadi pupuk cair. (Foto: Mongabay Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Pinrang - Siapa sangka bangkai tikus ternyata bermanfaat, sementara banyak terlihat bangkai tikus berceceran di jalan-jalan akibat terlindas kendaraan. Itulah yang dilakukan Anas Tika, petani dari Desa Matunru-tunrue, Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Anas punya profesi baru mengumpulkan bangkai-bangkai tikus - bukan untuk dimakan atau dibuat bakso. Nah, jika selama ini pupuk organik dibuat dari sisa-sisa tanaman atau kotoran hewan, Anas justru berhasil menyulap bangkai hewan pengerat yang menjadi hama sawah itu menjadi pupuk organik cair.

Atas temuan ini Anas dijuluki Profesor Tikus oleh warga setempat. Ratusan petani dari berbagai daerah, bahkan kalangan akademisi, berdatangan menimba ilmu kepadanya. Padahal, awal mulanya warga kampung bahkan keluarganya menganggap Anas sebagai orang tak waras.

SCTV Award 2013 pun berhasil diperoleh atas inovasinya itu. Pada tahun ini, pria yang tak tamat SMP itu terpilih sebagai salah seorang Penyuluh Swadaya Nasional mewakili Sulsel.

Dikutip dari laman Mongabay Indonesia, Anas mengungkapkan rahasia suksesnya membuat pupuk penyubur tanaman tersebut. Ternyata, untuk membuat pupuk tikus ini cukup sederhana.

Bangkai tikus dikumpulkan di sebuah bak besar - bisa dibuat dari dum plastik bekas ataupun beton -  setinggi 2 meter dengan diamter 90 cm. Pada bagian bawah diberi kran. Selanjutnya, biarkan bangkai tikus itu terfermentasi selama enam sampai delapan bulan.

Setelah selama itu, cukup buka kran, dan pupuk organik cair sudah bisa digunakan untuk belasan hingga puluhan hektar sawah. Siapa sangka, dalam bak penampung berkapasitas sekitar 18 ribu ekor tikus itu bisa menghasilkan 3.000 liter pupuk cair.

Berawal dari Perangkap Tikus

Anas bercerita, penemuan pupuk organik cair sisa bangkai tikus ini pun secara tak sengaja. Perburuan tikus pada awalnya bukan untuk membuat pupuk, melainkan untuk membasmi hama sawah itu karena merusak tanaman padi yang siap dipanen. Kerusakan yang ditimbulkan oleh ulah si tikus ini pun bisa menurunkan produksi hingga 60 persen.

"Tikus itu jauh lebih menyukai padi dibanding tanaman lain. Tak heran jika padi sudah berisi, serangan tikus mulai bermunculan," katanya.

Serangan tikus membuat para petani kesal. Namun, perburuan tikus yang dilakukan petani lain masih dengan cara manual, yakni ditangkap langsung dari lubang-lubang yang banyak di pematang sawah. Jika cara itu kurang efektif, petani mulai sering menggunakan racun tikus.

Cara itu menurut Anas tak efektif. Begitu pun dengan penggunaan racun yang bisa memberi efek negatif bagi lingkungan.

Lantas pada 2006 Anas membuat perangkap tikus raksasa, yang membuatnya dikenal karena "produk unik" ini. Perangkap tikus raksasa berupa tembok setinggi 1 meter yang mengelilingi sawah, dan dipasang perangkap tikus pada 50 titik.

Setiap perangkap bisa 'mengamankan' 30 ekor tikus dalam satu malam. Dengan demikian, total tikus  dalam satu malam yang bisa dijaring bisa mencapai 1.500 ekor tikus. Selanjutnya tikus dibunuh dengan merendam di air selama 2,5 menit.

Subur dengan Bangkai Tikus

Cara ini berhasil dan lebih efektif. Hanya, Anas berpikir bagaimana membuang ribuan bangkai tikus tersebut. "Saya bingung membuang bangkai tikus itu. Dulu saya membuang begitu saja di pinggir jalan depan sawah. Bangkai tikus ini justru mengganggu petani lain dan pengguna jalan. Banyak mengeluhkan bau menyengat ke mana-mana," cerita Anas.

Secara tak sengaja, dia melihat, tanaman tempat pembuangan bangkai tikus itu justru tumbuh subur dibandingkan di tempat lain. Beberapa pohon kelapa yang hampir mati kembali subur. Dari sinilah dia meyakinibangkai tikus ini ternyata mampu menyuburkan tanaman.

Anas mulai beresperimen dengan beberapa bangkai tikus. Setelah berbulan-bulan melakukan percobaan, dia makin yakin dengan keampuhan bangkai tikus ini dalam menyuburkan tamaman.

"Saya juga melihat kalau bangkai tikus ini langsung digunakan hasilnya kurang baik, justru bisa merusak tanaman. Jadi waktu efektif perendaman ini antara enam sampai delapan bulan," jelas Anas.

Dengan pupuk cair ini, produktivitas sawah Anas pun meningkat cukup siginifikan. Dulu, hanya berproduksi enam sampai tujuh ton per hektar, kini 9 - 10 ton. Pertumbuhan padi terlihat lebih subur dan hijau dibandingkan pupuk kimiawi. Belum lagi dari aspek lingkungan yang lebih menyehatkan, karena tidak lagi harus tergantung pupuk kimiawi.

Sementara, untuk persoalan bau menyengat yang ditimbulkan, Anas menambahkan bahan-bahan lain di wadah tikus itu, seperti buah-buahan dan air kelapa. Sebelum digunakan dia menganjurkan pupuk dicampur dengan lumpur. Katanya, lumpur bisa menghilangkan bau tikus agar tidak terlalu menyengat.

Penggunaan pupuk ini juga tergolong sederhana, cukup dialirkan ke sawah sebelum penanaman. Khusus untuk pembibitan, pemberian pupuk tikus ini biasa hanya sekali sebelum penanaman. Sementara untuk sawah tanam dua kali, dilakukan sebelum penanaman dan saat mulai mulai berbunga.

Tapi, Anas belum merasa puas diri. "Masih banyak yang harus diperbaiki," katanya. (*)
 
Editor: Dodo