Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sampah Terus Mengotori Lautan
Oleh : Redaksi
Senin | 12-08-2013 | 09:38 WIB
sampah-laut.gif Honda-Batam
Sampah yang terus mengotori laut. Pembersihan sampah di laut Anambas oleh warga.

BATAM - Jumlah sampah yang mengotori lautan terus meningkat merusak ekosistem, membunuh hewan laut yang terjebak atau mengonsumsi sampah ini. Saat sampah-sampah tersebut terurai dan dikonsumsi oleh binatang laut, sampah ini akan masuk dalam rantai makanan dan berakhir di meja makan, mengganggu kesehatan manusia.

Masalah sampah ini bagaikan gunung es di lautan. Di samudera Pasifik misalnya, sampah plastik terbawa arus dan terkumpul di lautan dengan luas setara wilayah Eropa. Sementara di samudera Atlantik yang merupakan pintu masuk wilayah Eropa, plastik terkumpul di samudera dengan konsentrasi lebih rendah namun tetap signifikan mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia.

Kondisi ini terungkap dalam berita Lembaga Lingkungan Eropa (European Environment Agency) yang dirilis pekan lalu. Sampah di lautan juga terbawa gelombang dan terdampar di wilayah pesisir baik di wilayah pantai maupun di dasar laut.

Para pemimpin dunia yang hadir di Earth Summit di Rio de Jeneiro tahun lalu telah berkomitmen untuk mengurangi sampah laut secara signifikan pada 2025. European Marine Strategy Framework Directive, memberikan arahan guna menciptakan laut yang bersih dan ramah lingkungan. Arahan ini juga menjadikan sampah di lautan sebagai ancaman terbesar bagi ekosistem kelautan selain penangkapan ikan, kebisingan, polusi dan invasi spesies asing.

Ikan, burung dan binatang laut lain terus menelan sampah yang akhirnya membunuh mereka. Di seluruh dunia, setidaknya 43 persen mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba dan semua spesies penyu mengonsumsi sampah ini. Sementara sekitar 36 persen spesies burung laut dan berbagai spesies ikan juga menelan sampah lautan. Binatang laut juga bisa terjebak di jaring dan sampah laut lain karena sekitar 10 persen sampah di samudera adalah peralatan penangkapan ikan yang sudah tak terpakai yang terus “menangkap” ikan hingga mati atau yang biasa disebut dengan fenomena “ghost fishing”.

Sebagian besar sampah yang terbuang di laut adalah sampah plastik seperti bungkus plastik, botol plastik, tutup botol, styrofoam sebagai akibat dari kebiasaan kita mengonsumsi produk yang menggunakan pembungkus plastik. Masalah lain: sampah-sampah ini tak bisa terurai dan hanya rusak akibat sinar matahari. Sampah ini kemudian terbawa gelombang dan pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (mikro).

Plastik dalam ukuran mikro ini terus mencemari laut dengan bahan-bahan kimia berbahaya yang apabila ditelan oleh organisme laut akan berakibat fatal. Plastik-plastik ini juga terus mengotori pantai dan sejumlah penelitian menemukan plastik tipe ini mengendap di sepanjang garis pantai di Inggris.

Tidak hanya berbahaya bagi hewan liar, plastik dalam ukuran mikro ini bisa masuk dalam rantai makanan manusia. Plastik ini ditelan oleh ikan dan kerang yang akhirnya disajikan di meja makan. Para peneliti memerkirakan, masalah ini akan menjadi masalah kesehatan utama dunia pada masa datang.

Sampah juga akan menimbulkan masalah ekonomi mengotori lokasi pantai dan mengganggu industri wisata. Semua sampah yang berakhir di samudera ini adalah hasil pengelolaan sampah yang buruk di darat maupun di laut. Masih banyak masyarakat dan industri di darat yang membuang sampah di sungai dan aliran air yang akhirnya berakhir ke laut. Sementara kapal wisata, kapal kargo dan kapal penangkap ikan juga membuang sampah mereka di lautan.

Edukasi di semua sektor ini penting untuk menjaga laut tetap bersih dan bebas polusi. Toko dan gerai juga bisa berperan mengurangi sampah plastik. Mereka bisa menciptakan sistem yang memermudah konsumen mendaur ulang botol plastik mereka dan menghentikan pemakaian kantung plastik. Semua bisa beraksi hijau untuk membersihkan laut dari sampah. Semua bisa menjadi solusi bagi bumi.

Sumber: hijauku.com