Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Belum Sebulan Disahkan, UU Ormas Tak Bisa Digunakan untuk Bubarkan FPI
Oleh : Surya
Rabu | 24-07-2013 | 10:58 WIB

JAKARTA, batamtoday - Anggota Komisi III DPR RI yang juga mantan Wakil Ketua Pansus RUU Ormas Dading Ishak menegaskan jika tindakan anarkis Front Pembela Islam (FPI) yang menewaskan seorang warga di Kendal, Jawa Tengah, Sabtu (20/7/2013) lalu belum bisa menggunakan UU Ormas yang baru disahkan oleh DPR RI pada 2 Juli 2013 lalu.

 
Pembekuan dan pembubaran tetap bisa dilakukan melalui UU No.88 tahun 1985 tentang KUHP. Untuk itu aparat kepolisian bisa menegakkan hukum itu jika terbukti bersalah dan melanggar, maka kepolisian bisa menghentikan kegiatan sementara FPI.

"UU Ormas itu belum bisa diterapkan untuk kasus anarkis FPI di Kendal, karena belum ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tapi, ditandatangani atau tidak, pada 2 Agustus 2013 nanti di mana sudah berlangsung selama satu bulan sejak disahkan, maka UU itu mulai berlaku,” tandas Dading Ishak dalam diskusi UU Ormas bersama Dirjen Kesbangpol Kemendagri A Tanri Bali Lamo,Dirjen  Perundang-Undangan Kemenkum dan HAM Wahiduddin Adams, dan Direktur Sosbud dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Kemenlu Harto Ananto di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (23/7/2013).

Namun demikian lanjut Dading, anarkis FPI Kendal tersebut bisa dijadikan pelajaran penting untuk pemerintah dan aparat penegak hukum agar tindakan melannggar hukum tersebut tuntas, sebelum akhirnya harus dihentikan sementara sampai pada pembubaran.

"Sudah saatnya UU Ormas ini diberlakukan dengan baik karena UU Ormas ini sudah baik guna menata ormas dan kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara," ujarnya.

Tanri mengakui jika sudah banyak catatan tindakan anarkis yang dilakukan oleh FPI, tapi belum diclear-dituntaskan semua oleh aparat kepolisian.

"Tapi, FPI sudah mendapat teguran sampai tiga kali. Hanya saja khusus untuk kasus Kendal, karena FPI itu katanya otonom, maka yang bertanggung jawab adalah FPI Kabupaten Kendal. Sehingga kasus Kendal, kita serahkan pada pemerintah dan kepolisian Kendal. Sedangkan Kesbangpol tidak bisa bergerak sendiri," tegasnya.

Tanri menjelaskan jika KUHP pasal 59 tentang larangan pengambil-alihan wewenang polisi, maka tanpa harus menunggu UU Ormas maupun peraturan pemerintah (PP) tentang operasional UU Ormas. Tapi, itu kembali pada penegak hukum.

"Memang tak mudah mengoperasionalkan UU Ormas ini, karena pemerintah, DPR, masyarakat dan Ormas sendiri sebagai mitra," pungkasnya.

Ormas Asing
Menyinggung Ormas asing menurut Dading, jika salah satu syaratnya dalam pasal 48 UU Ormas ini adalah wajib bermintra dengan pemerintah dan ormas Indoensia.

"Ormas atau LSM asing selain harus terdaftar juga harus punya izin operasional. Kalau orangnya yang terbukti bersalah, maka orangnya bisa dikeluarkan dari Indonesia. Demikian pula kalau ormasnya, maka pemerintah akan mengambil tindakan hukum sesuai dengan hukum internasional," tambah Harto Ananto.

Menurut Harto, ada empat tahapan ormas asing; yaitu bermitra dengan pemerintah Indonesia, berbadan hukum asing (sudah melampau proses sendiri di negaranya, dan ita tinggal mengonfirmasi ke negara terkait), kegiatannya bersifat nirlaba (tidak mencari keuntungan), dan akuntabilitas keuangan (sumber keuangannya) harus jelas dan dilaporkan ke pemerintah.

Editor : Surya