Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Terbitkan Tiga PP Terkait UU Ormas
Oleh : Redaksi
Selasa | 23-07-2013 | 20:39 WIB
tanri balilamo.jpg Honda-Batam
Tanribali Lamo, Dirjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)

JAKARTA, batamtoday - Pemerintah segera menerbitkan tiga Peraturan Pemerintah (PP) dari enam PP  terkait UU Ormas yang sudah disahkan. Adapun tiga PP itu antara lain PP pendaftaran ormas, pemberdayaan, dan tata cara penyelenggaran ijin operasional ormas. 


“Ketiga PP akan diterbikan sekaligus dalam waktu dekat. Pemerintah sudah melakukan persiapan,” kata Tanribali Lamo, Dirjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dalam diskusi “Sosialisasi UU Ormas” bersama Mantan Wakil Ketua Pansus RUU Ormas, Deding Ishak (F-PG), Dirjen Perundang-Undangan Kemenkum-HAM, Wahidudin Adam dan  Direktur Sosial Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang,  Dirjen Multilateral Kemenlu Arko Hananto B,  di Jakarta, Selasa, (23/7/2013)

Sementara, kata Tanri, tiga PP lainnya masih dalam kajian antara lain, PP soal sistem informasi, PP tata cara pengawasan dan PP penjatuhan sanksi. “Saat ini ormas yang sudah terdaftar di Kemendagri mencapai 139.957 ormas. Dengan rincian, ormas yang tercatat di Kemendagri 65.577, Kemensos terdaftar 25.406 dan Kemenkum Ham 48.886,” tambahnya.

Data itu, sambung Tanri, belum lagi ditambah beberapa ormas yang terdaftar di kementerian masing-masing. “Kemenlu saja sudah terdaftar 100.000-an, belum lagi ormas yang terdaftar di Kemenhut, dan lainnnya,” tegasnya.

Menurut Tanri, ada sejumlah perbedaan mencolok antara UU 8/1985 pada jaman Orba dengan UU Ormas yang baru saja disahkan. Pada UU ormas lama, lebih kental dengan kata pembinaan. Dimana aspek pembinaan ini lebih bernuansa intervensi pemerintah. Sedangkan UU Ormas baru ini, asasnya hampir sama dengan partai politik dan pemerintah tak bisa melakukan intervensi.

Sementara Mantan wakil Ketua Pansus RUU Ormas, Deding Ishak mengakui UU Ormas yang baru disahkan ini lebih maju ketimbang UU ormas lama, yakni UU 8/1985. “Dalam UU Ormas, Pancasila dijadikan sebagai ideologi. Sehingga Pancasila tidak ditafsirkan secara sepihak, makanya kita sepakat dengan empat pilar,” terangnya.

Menurut Deding, UU ormas ini tidak anti demokrasi, karena itu sama sekali tidak memberikan ruang terhadap pemerintah untuk melakukan intervensi. “Makanya ada beberapa ayat dan pasal yang sempat dihilangkan. Jadi UU ormas yang baru ini sangat berbeda jauh dengan UU 88/1985,” ujarnya.

Diakui Deding, perubahan yang significan pada UU ormas baru ini, memang untuk menjawab berbagai kecemasan dan kekhawatiran yang terjadi di masyarakat. Hal ini terkait dengan penolakan masyarakat sipil. “Dalam hal ini, ormas dimasukan sebagai obyek. Jadi masyarakat takut, bahwa pemerintah masih bisa bertindak secara otoriter,” tuturnya.

Yang jelas, kata Deding, dengan pengesahan UU ormas ini, maka tugas DPR sudah selesai. Tinggal  bagaimana melakukan langkah-langkah untuk sosialisasi ke masyarkat.  (*)

sumber: beritamoneter.com