Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Akan Segera Ratifikasi Perjanjian Asap
Oleh : Redaksi
Kamis | 18-07-2013 | 15:18 WIB
HazeMeeting1707e.jpg Honda-Batam
Menteri Lingkungan Hidup dari Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura dan Thailand menghadiri Komite Menteri Pengarah Sub-Regional (MSC) Polusi Asap Lintas Batas di Kuala Lumpur pada Rabu, 17 Juli, 2013. Indonesia berharap untuk meratifikasi perjanjian regional pada awal tahun depan untuk memerangi asap dari kebakaran hutan yang membawa penderitaan bagi jutaan orang di kawasan tersebut. (foto AP)

KUALA LUMPUR - Indonesia berhaarp untuk meratifikasi perjanjian regional untuk memerangi polusi kabut asap lintas batas (agreement on transboundary haze pollution) yang disebabkan oleh kebakaran hutan.

"Kami berharap dapat meratifikasi perjanjian tersebut pada akhir tahun atau awal tahun depan," kata Menteri Negara Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, kepada wartawan, seperti dilansir The Straits Time, Rabu (17/7/2013).

Sebelumnya, para Menteri Lingkungan Hidup dari lima negara Asean membentuk "Komite Asap" untuk membahas cara-cara mencegah kebakaran hutan di Indonesia. Pembukaan lahan di Pulau Sumatera yang menyebabkan kebakaran, pada Juni lalu, telah menempatkan kondisi terburuk di Singapura dan Malaysia selama lebih dari satu dekade.

Polusi udara telah mencemaskan wisatawan di kedua negara tersebut, memaksa beberapa sekolah untuk libur, dan menyebabkan kenaikan penyakit pernapasan.

Indonesia adalah satu-satunya anggota Asean yang belum meratifikasi perjanjian anti Polusi Asap Asap Lintas Batas yang dibuat sejak 2002. Indonesia sudah pernah mengajukan ratifikasi pada 2008, namun ditolak oleh parlemen. Perjanjian itu telah disampaikan lagi kepada legislatif.

Para menteri juga memperingatkan asap yang bisa diharapkan sampai akhir musim hujan pada Oktober jika ada peningkatan hotspot. Kambuaya mengatakan, Indonesia siap untuk berbagi peta konsesi daerah rawan kebakaran dengan pemerintah lain, tetapi tidak terbuka untuk publik seperti yang diminta Singapura.

"Kami tidak diperbolehkan untuk menerbitkan peta konsesi kepada publik," katanya. (*)