Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Gelar Sidang Isbat Ramadhan
Oleh : Dodo
Senin | 08-07-2013 | 16:07 WIB
teropong hilall.jpg Honda-Batam

PKP Developer

(Foto: kompas.com)

BATAM - Kementerian Agama mengundang para ahli astronomi, ilmu falakh dan pimpinan Ormas Islam untuk menghadiri sidang Isbat pada Senin (8/7/2013) sore untuk menentukan hari pertama Ramadhan.

Dirjen Bimas Islam, Abdul Jamil, menyatakan pemerintah menggunakan dua pendekatan dalam penentuan hari pertama Ramadhan, yaitu melakukan penghitungan hisab dan kegiatan rukyat.

"Pemerintah menggunakan dua-duanya. Jadi melakukan penghitungan yang namanya hisab tentang hilal (bulan), lalu membuktikan secara empirik, visual, melalui pengamatan atas hilal di beberapa titik di seluruh Indonesia," kata Abdul Jamil dikutip dari BBC.

"Yang satu, dasarnya berdasarkan perhitungan hilal itu sudah wujud, baik bisa dilihat atau tidak. Yang lainnya, (bulan) harus bisa dilihat, maka ada kegiatan rukyat, mengamati bagaimana matahari tenggelam dan hilal itu muncul," jelasnya.

Dalam sidang Isbat ini, menurut Abdul Jamil, Kemanterian  Agama mengundang para ahli astronomi, ilmu falakh, serta semua pimpinan Ormas Islam.

"Pertama (yang kita undang) adalah para pakar ilmu falakh, yaitu ilmu mengenai benda-benda langit di dalam Islam, lalu astronomi moderen. Kemudian para pakar hisab, serta ormas-ormas Islam," ungkapnya.

Menanggapi pernyataan pimpinan Ormas Islam PP Muhammadiyah yang kemungkinan tidak akan menghadiri sidang Isbat, Abdul Jamil menyatakan: "Kita tetap mengundang (pimpinan Muhammadiyah, soal hadir atau tidak itu hak mereka."

Namun demikian, dia menambahkan, Muhammadiyah merupakan anggota Badan Hisab dan Rukyat di Kementerian Agama. "Mereka merupakan anggota yang asudah cukup lama," katanya.

Sebelumnya, pimpinan Muhammadiyah menyatakan bahwa awal Ramadhan jatuh pada Selasa, 9 Juli 2013, sehingga mereka disebutkan tidak akan menghadiri sidang Isbat.

Sebagian umat Islam berpendapat, untuk menentukan awal bulan, harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung.

Sebagian lainnya berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Kedua pendekatan ini mengklaim memiliki dasar yang kuat.

Metode penentuan kriteria penentuan awal Ramadhan dan Syawal yang berbeda di Indonesia, acapkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, sehingga ada perbedaan hari pertama Ramadhan atau Hari Idul Fitri.

Di Indonesia, perbedaan tersebut sudah berulangkali terjadi, yang biasanya melibatkan dua ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, NU.
Pemerintah Indonesia menurut Abdul Jamil selalu meminta agar perbedaan tersebut tidak dijadikan persoalan.

"Itu bukan persoalan baru. Jadi siklus (perbedaan) itu bisa terjadi berulang-ulang," katanya.

Menurutnya, masyarakat kebanyakan sudah dewasa dalam menyikapi perbedaan ini. 

"Janganlah perbedaan itu meruncing dan menjadi olok-olok, (sehingga menjadi) bibit perselisihan diantara umat," tandasnya.

Sumber: BBC