Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Garang Terhadap Kasus Lain, Kejati Kepri 'Letoy' dengan Dugaan Korupsi Rumdis Suryatati
Oleh : Charles Sitompul
Jum'at | 05-07-2013 | 11:18 WIB

TANJUNGPINANG, batamtoday - Kejaksaan Tinggi Kepri masih terkesan gamang dan tidak berani meningkatkan status dugaan korupsi dana pemiliharaan rumah dinas (Rumdis) mantan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungpinang dari tingkat penyelidikan ke penyidikan.

Padahal, korps Adhyaksa itu sudah menemukan unsur melawan hukum dan sudah meminta keterangan dari dua pakar pidana dan ahli hukum tatanegara, ahli korupsi dari Universitas Sumatera Utara (USU) beberapa waktu lalu.
 
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri Elvis Jhoni yang dikonfirmasi wartawan terkait dengan perkembangan penyelidikan dugaan korupsi rumah dinas itu, mengatakan kalau pihaknya terus melakukan pendalaman dan evaluasi.

"Sampai saat ini kita masih terus melakukan pendalaman dan evaluasi atas kasus tersebut, karena berdasarkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, anggaran tersebut sudah dipergunakan untuk pemeliharaan rumah dinas sebagai mana alokasi anggarannya," kata Elvis kepada sejumlah wartawan di Tanjungpinang, Kamis (4/7/2013).

Selain itu, dengan fakta baru, Suryatati dan Edward Mushali juga dikatakan, sudah mengembalikan dana yang sebelumnya digunakan untuk pemeliharaan dan renovasi rumah dinasnya dari 2008-2012 sebesar Rp 2,5 miliar.

"Oleh sebab itu, dengan adanya fakta pengembalian dana ini kita meminta keterangan dari pakar hukum korupsi dan admnistrasi negara dari Universitas Sumatra Utara," kata dia.

Dari data dan fakta penyelidikan, tambah Elvis, jumlah dana pemiliharaan rumah dinas Suryatati dan Edward Mushalli dalam periode 2008-2012 adalah sebesar Rp 1,1 miliar.

Disinggung mengenai apa keterangan pakar hukum korupsi pidana dan administrasi negara dari hasil permintaan keterangan pakar yang dilakukan Kejati, Elvis terkesan enggan memberikan jawaban dengan alasan kalau hal itu belum waktunya dan nanti kalau sudah pada waktunya akan pihaknya akan menyampaiakan.

"Intinya hingga saat ini kita masih melakukan pendalaman dalam proses penyelidikan dan jika mengacu pada Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2000, PP Nomor 109 Tahun 2000 dan kaitannya dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2010 tentang keuangan daerah. Hal ini masih masuk dalam ranah administrasi negara sehingga kami tidak mau gegabah dalam meningkatkan status kasus ini ke arah penyidikan," jelasnya.

Memang, tambah Elvis, mengacu pada pasal 4 UU Anti Korupsi menyebutkan, pengembalian dana tidak menghapus unsur pidana yang dilakukan pelaku, namun dalam hal ini dua mantan kepala daerah kota Tanjungpinang itu bukan sebagai pelaku dan dana tersebut bukan diselewengkan. Karena untuk menetapkan seseorang tersangka dalam sebuah kasus korupsi, pihak Kejaksaan membutuhkan minimal dua alat bukti yang menguatkan.

Atas lemah dan loyonya Kajati Kepri terhadap kasus rumah dinas ini, membuat pertanyaan tersendiri bagai warga dan pemerhati hukum di Kepri. Pengawas dan pendiri LSM Kepri Coruption Watch (KCW) Laode Kamaruddin mengistilahkan, dalam situasi ini, Kejati Kepri terkesan garang pada kasus dugaan korupsi lain dengan langsung menetapkan sejumlah tersangka, namun pada kasus dugaan korupsi renovasi dan perbaikan rumah dinas justru 'letoy'.

Hal ini, tambah Laode, menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Kepri dan Indonesia pada umumnya atas adanya tebang pilih dalam upaya pemberantasan korupsi, yang mengindikasikan, hukum hanya berlaku pada orang kecil atau yang tidak memiliki kekuasaan dan uang.

Editor: Dodo