Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Para Capres Harus Ajarkan Pendidikan Politik yang Sehat
Oleh : si
Jum'at | 31-05-2013 | 17:22 WIB

JAKARTA, batamtoday - Terobosan baru dalam menjaring kepimpinan nasional 2014 seperti yang akan dilakukan Partai Demokrat, hendaknya tidak dikembalikan kepada ketua umumnya dalam penentuan keputusan akhirnya.

Sebab kalau hal itu yang terjadi, sama halnya membohongi rakyat dan hanya akal-akalan untuk mencari simpati rakyat saja.

"Kalau proses konvensi tidak transparan, dan hasilnya dikembalikan kepada Pak SBY, itu sama saja membohongi rakyat. Gagasan konvensi Demokrat itu sudah baik, dan saya mendukung. Tapi, kalau semuanya tergantung Pak SBY, ya percuma," tandas Pakar Hukum Tata Negara Margarito Khamis dalam dialog 'Mencari Pemimpin Nasional yang Berpihak pada Daerah' bersama mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli dan anggota DPD RI Abdul Gafar Usman di Jakarta, Jumat (31/5/2013).

Margarito menilai konvensi sebagai salah satu terobosan menciptakan politik, demokrasi, dan partai yang sehat, di tengah apatisme rakyat terhadap partai. Sebab, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memberi wewenang dan otoritas penuh pada partai untuk mengusung salah satu pemimpin nasional.

"Kewenangan itu tersurat dalam UUD 1945, bahwa hanya partai atau gabungan partai yang bisa mencalonkan capres-cawapres dalam pemilu presiden," ujarnya.

Padahal lanjut Margarito, semua tahu bahwa partai selama ini hanya untuk memperkaya dan memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri, dan mengabaikan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Sehingga, pemilu tak lebih sebagai antitesa dari feodalistik aligarkis, yang menggerogoti bangsa ini.

"Jadi, kita tak usah bicara pemimpin nasional atau daerah, karena yang dicari adalah  pemimpin yang punya hati nurani, rasa, integritas, kapabelitas, miliki otak, dan moral," katanya.

Sedangkan mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli mengatakan, semua calon presiden (capres) yang telah bermunculan selama ini agar terus memperjuangkan dan mencerdaskan rakyat melalui pendididkan politik yang sehat.

Semua tokoh itu, harus terus mendobrak kekuatan dirinya dalam memperjuangkan demokrasi, pluralisme, nasionalisme, dan keperpihakannya pada rakyat, bangsa, dan negara ini.

"Capres-capres alternatif itu tak perlu khawatir meski tak didukung partai. Apalagi yang figur lama yang terus dimunculkan akhir-akhir ini masih merupakan gelembung-gelembung politik.

Sementara partainya belum tentu lolos parliamentary threshold (PT) DPR 3,5 persen, dan PT presiden 20 persen sebagai salah satu syarat," tegas Rizal.

Menurut Rizal, Mahfudh MD, Jusuf Kalla, Din Syamsuddin, Dahlan Iskan, dan juga dirinya, harus terus menyebarkan ide, gagasan, dan mendidik rakyat sekaligus menguji karakter, integritas, dan track record-rekam jejaknya bersama dengan tokoh-tokoh partai.

"Kita harus terus perjuangkan ruh nasionalisme, idealisme, kebangsaan, dan plurarlisme. Jadi, tak perlu khawatir. Gitu saja kok repot," katanya.

Karena itu, ia berharap agar Demokrat bersungguh-sungguh membuka konvensi capres dengan memberi peluang calon dari luar partai. Hal itu agar Demokrat tidak akan lagi menjadi sebuah partai keluarga, karena ketua umum dijabat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sekretaris jenderal dijabat anaknya Edhy Baskoro Yudhoyono.

"Jangan nanti capresnya juga dari keluarga, nanti menjadi partai keluarga. Bapaknya ketua, anaknya sekjen, nanti presidennya iparnya. Karena itu, sungguh-sungguh  sungguh membuka konvensi capres itu kepada capres di luar parpol," katanya.

Sementara itu, Gafar Usman menilai banyak pejabat dan pemimpin nasional, yang tidak menguasai wawasan lokal-daerah, dan ada pula yang memiliki wawasan nasional dan daerah, namun tak punya keberanian.

Karena itu, calon pemimpin nasional ke depan harus memiliki wawasan nasional yang memahami daerah, dan keberanian menegakkan aturan, serta menindak pejabat daerah yang melanggar hukum.

Gaffar menilai pemimpin itu tak ubahnya seperti pilot. Jika  tak punya keberanian, kemampuan, tidak teliti, baik teknis maupun regulasinya, serta tidak sabar, maka pesawatnya tak akan bisa terbang dengan baik dan aman.

"Demikian pula pemimpin, kalau tak memahami apa-apa yang dipimpinnya, maka program pembangunan khususnya daerah tak akan jalan. Juga, tak akan ada kesejahteraan," pungkasnya.

Editor: Surya