Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR dan Pemerintah Sepakat Perkokoh Posisi MUI untuk Sertifikasi Produk Halal
Oleh : si
Selasa | 28-05-2013 | 16:40 WIB
jazuli_juwaini.jpg Honda-Batam

Ketua Panja RUU Jaminan Produk Halal

JAKARTA, batamtoday  - DPR dan pemerintah akan mengesahkan RUU Jaminan Produk Halal (JPH) pada akhir 2013 ini. Dalam RUU ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikokohkan sebagai satu-satunya lembaga yang mengeluarkan sertifikasi halal.  



"Mengokohkan peran MUI itu bukan berarti mengabaikan ulama NU. Siapa yang tidak kenal dengan KH. Sahal Mahfuhz, KH. Ma’ruf Amin, dan KH. Ali Mustofa Ya’qub? Semua itu itu kan ulama NU. Jadi, tak benar, kalau mengokohkan MUI tidak mengakomodir ulama yang lain," kata Jazuli Juwaini, Ketua Panja RUU JPH dalam diskusi Forum Legislasi bersama  Direktur LP POM MUI Lukman Hakim di Jakarta, Selasa (28/5/2013).

Menurut Jazuli, RUU JPH juga memberikan jaminan kepastian syariah dan akidah, selain halal kepada umat Islam. RUU ini, lanjutnya, hanya memberi ruang kepada masyarakat untuk membentuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), yang bisa dilakukan swasta, yang teknis dan prosedurnya akan diatur.

"LPH ini hanya sebagai pemeriksa, tapi untuk fatwa halal tetap oleh MUI dengan rapat diperluas tersebut. Sehingga sertifikat halal pun tetap melalui MUI," ujarnya.

LPH ini, katanya, bukan lembaga yang menetapkan dan mengeluarkan fatwa dan sertifikat halal, melainkan sebatas sebagai pemeriksa.

"Nah, pentingnya membuka LPH ke masyarakat ini sebagai antisipasi agar MUI tidak dianggap memonopoli sertifikasi halal. Namun, tetap melibatkan MUI termasuk auditornya. Jadi, ini bukan masalah bisnis, melainkan bagaimana memperbanyak pelayanan kepada masyarakat konsumen," tegas Jazuli lagi.

Jazuli menegaskan, bila kewenangan sertifikasi halal diberikan kepada lembaga lain selain MUI dikwatirkan akan memecah belah umat Islam. Karena itu, DPR dan pemerintah bersepakat sertifikasi halal diserahkan ke MUI, bukan kepada lembaga keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain.

"Kalau lebih dari satu lembaga, bisa menyulut konflik di masyarakat. Nanti akan ada lembaga yang menfatwakan halal untuk satu produk, tapi produk itu akan difatwakan haram oleh lembaga lain. Ini membuat bingung dan potensi konflik di masyarakat, serahkan saja ke MUI yang sudah 24 tahun melakukan sertifikasi halal," katanya.

Sementara Lukman Hakim dari LP POM MUI mengatakan, MUI tidak memiliki motif melakukan bisnis dengan menopoli sertifikasi produk halal selama ini. Sebab sejak 24 tahun silam MUI dibentuk dalam rangka menjaga ketenangan kepada umat ditengah ada isu kandungan babi dalam produk makanan dan kosmetika ketika itu.

"Satu contoh produk mie saja, yang setiap tahunnya senilai Rp 2 miliar per tahun tahun, biaya sertifikasinya kurang dari satu persen. Jadi kecil sekali, tak ada unsur bisnis,” kata Lukman. 

Namun, MUI tidak sependapat jika DPR menghendaki lembaga sertifikasi halal MUI itu dibawah Kementerian Agama, karena terkait berbagai kementerian.

"Kalau mau seharusnya dibawa Presiden, karena disitu terkait Kemenag, Kemendag, Kemenkes, Kemenlu dan lain-lain juga ada OKI. Maka tepat jika lembaga sertifikasi itu langsung dibawa Presiden RI," katanya.

Editor : Surya