Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

FORA Serukan Penyelamatan Orangutan dan Satwa Liar Lainnya
Oleh : rilis
Rabu | 22-05-2013 | 14:12 WIB

BANDA ACEH, batamtoday - Kematian Jack si Orangutan Sumatera (Pongo abelii) pada Senin (6/5/2013) lalu, atau sekitar 13 hari setelah berhasil disita BKSDA Aceh dari salah satu tempat rekreasi taman wisata buatan di Kecamatan Sibreh, Aceh Besar pada Rabu (24/4/2013), membuktikan bahwa BKSDA Aceh tidak serius dalam penanganan satwa liar di Aceh.

Sejumlah relawan penyayang orangutan yang tergabung dalam Forum Orangutan Aceh (FORA), yang menggelar aksi kampanye penyelamatan orangutan Aceh dan satwa liar lainnya pada Rabu (22/5/2013), menuding BKSDA Aceh melakukan pembiaran terhadap pelaporan keberadaan orangutan yang dipelihara oleh masyararakat di Kabupaten Aceh Besar.

"Kami sangat menyayangkan kinerja BKSDA Aceh yang terkesan melindungi para terlapor (dalam hal ini adalah masyarakat yang memelihara orangutan yang merupakan satwa  langka yang dilindungi UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Eksosistemnya)," ungkap Badrul Irfan, Ketua FORA, dalam rilis yang diterima batamtoday, Rabu (22/5/2013).

Menurut data dari pengelola Pusat Karantina Orangutan Sumatera di Sibolangit, Sumatera Utara, bahwa sejak tahun 2002 hingga April 2013 telah menerima sebanyak 261 orangutan (dari hasil penyitaan, penyerahan secara sukarela, dan kelahiran bayi orangutan di stasiun  karantina), termasuk 143 berasal dari Provinsi Aceh dan 118 berasal dari lokasi lain di Indonesia.

"Dan dari 143 orangutan yang disita dari Provinsi Aceh oleh BKSDA Aceh, belum ada satu kasus pun yang masuk ke ranah hukum. Setelah penyitaan dilakukkan, tidak ada upaya peneggakan hukum terhadap pelaku pemelihara satwa langka. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi FORA. Dan hal ini menambah catatan buruk terkait kinerja BKSDA di Aceh," ungkap Ratno Sugito, koordinator aksi yang digelar di depan kantor BKSDA Aceh, Mesjid Raya Baiturrahman, dan Bundaran Simpang Lima Banda Aceh.

Ditambahkan, sangat aneh pihak terkait yakni BKSDA Aceh hanya mendiamkan saja kasus tersebut. FORA juga menduga telah banyak kasus-kasus perdagangan satwa liar yang dilindungai di Aceh, seperti terjadinya perburuan dan perdagangan Gajah Sumatera melalui gadingnya, Harimau Sumatera dengan menjual anakan harimau dan Patung Harimau (offset), badak Sumatera dengan culanya dan orangutan Sumatera dengan anakan-nya.

Menurut Ratno, FORA dan beberapa lembaga pemerhati satwa liar Aceh telah mengirimkan surat tertanggal 4 Januari 2012 yang ditujukan kepada Kepala BKSDA Aceh untuk audiensi terkait banyaknya kasus pembunuhan satwa liar seperti gajah, harimau dan orangutan di wilayah kerja mereka, namun sampai sekarang belum ada tanggapan dari pihak BKSDA Aceh.

"Saat ini, kasus- kasus satwa liar tidak pernah diproses ke ranah hukum, hanya didiamkan oleh pihak BKSDA Aceh dan sangat aneh BKSDA berkerja seperti pemadam kebakaran, bergerak melakukan tugasnya saat ada kejadiaan yang banyak menyinta perhatian publik baru BKSDA bergerak melakukan upaya penyitaan," ungkapnya lagi.

FORA juga mendesak BKSDA Aceh mengambil peran untuk menangkap pelaku perdaganan satwa ilegal di Aceh. "Pihak Kementerian Kehutanan melalui jajarannya Unit Pengelola Tehknis (UPT)  Pusat di daerah seperti  BKSDA harus bersikap tegas dalam menghentikan perdagangan satwa di Indonesia," ujar Ratno.

FORA juga meminta Kementerian Kehutanan melalui Dirjen PHKA dan BKSDA dan jarannnya di seluruh provinsi di Indonesia, untuk menjalankan mandat dan tupoksinya melindungi satwa liar dan habitatnya, dan menjaga fungsi konservasi sumber daya alam hayati secara Kaffah di Bumi Serambi Mekkah dan seluruh Indonesia.

Selain itu, FORA juga menghimbau kepada masyarakat secara luas, agar tidak memelihara atau terlibat langsung dalam perdagangan dan kepemilikan satwa liar yang dilindungi.

Editor: Dodo