Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kerja Keras Untuk Pertumbuhan Ekonomi Lebih Baik

Indonesia Harus Singsingkan Lengan Baju
Oleh : sumantri
Minggu | 03-04-2011 | 13:01 WIB
pertumbuhan_ekonomi.jpg Honda-Batam

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang ditargetkan mencapai 2 Digit

Batam, batamtoday - Meski cadangan ekonomi Indonesia hingga saat ini diperkirakan mencapai Rp100 triliun, tetapi sebagian asset itu masih dalam golongan Hot Money (Uang Panas) yang berasal dari investasi asing yang masuk ke 
Indonesia, yang bisa kapan saja hengkang dari tanah air ini (Sudden Reversal). Apakah pertumbuhan ekonomi kita 
sudah berkualitas? Pemerintah harus bekerja keras karena jawabannya belum memenuhi hal itu.

Indonesia masih dipenuhi aliran modal asing yang bisa keluar masuk sesaat atau biasa disebut hot money. Sementara, dari sisi sektor riil, masih bisa dikatakan jauh dari optimal. Sekarang ini yang sedang naik daun adalah sektor makro. Bisa dilihat dari inflasi rendah, suku bunga turun, kurs rupiah menguat stabil, begitu pula bursa efek yang terus menerus mencetak rekor.

Sayangnya, kondisi tersebut tidak mampu memacu sektor riil untuk melaju. Adanya UU Penanaman Modal yang diharapkan mengangkat investasi belum terlihat betul pengaruhnya. Tapi itu pun sebetulnya juga tergantung dari 
ekonomi biaya tinggi yang tidak hilang-hilang sejak dulu sampai sekarang, kepastian hukum yang masih setengah-setengah, dan sebagainya.

Pemerintah mengakui pertumbuhan ekonomi belum optimal karena inflasi tinggi dan pertumbuhan rendah di sektor 
riil.

"Supaya dana asing itu bisa betah caranya cuma satu, yakni membuat ekonomi Indonesia menjanjikan keuntungan 
jangka panjang," ujar ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri, melalui komunikasi data, kepada batamtoday, 
Minggu 03 April 2011.

Sejauh ini, realisasi investasi di Indonesia masih cukup rendah.Kondisi ekonomi menunjukkan rapuhnya pondasi pertumbuhan ekonomi negeri ini. Pertumbuhan ekonomi juga kurang berkualitas karena sektor yang tidak diperdagangkan (non-tradable) lebih dominan ketimbang sektor yang bisa diperdagangkan (tradable atau riil). 

"Disebut kurang berkualitas karena sektor yang tidak diperdagangkan umumnya kurang menyerap tenaga kerja," lanjut 
Faisal.

Selain itu, hingga saat ini Indonesia masih dibebani banyak utang. Baik itu utang luar negeri maupun dalam negeri. Dengan pondasi yang begitu rapuh, Faisal khawatir Indonesia tidak mampu mengatasi pembalikan modal asing 
secara besar-besaran (sudden reversal).

"Jadi sebaiknya uang panas itu didinginkan," ungkap Faisal.

Caranya? Faisal memberikan arahan supaya uang panas itu bisa ditekan melalui beberapa tahap. Langkah pertama, yaitu memperbaiki iklim investasi. Langkah kedua, perkuat kaitan sektor riil dan sektor keuangan. Di pasar modal, misalnya, perlu dipacu masuknya emiten baru. 

"Contoh lain, penerbitan Surat Utang Negara (SUN) seyogianya diprioritaskan untuk investasi pemerintah seperti 
pembangunan infrastruktur," lanjutnya.

Seperti diketahui, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan, hingga 10 Maret 2011 cadangan devisa 
mencapai US$102,02 miliar. Darmin menyebut hal itu sejalan dengan terus membaiknya perekonomian Indonesia. 
Bahkan, Darmin optimistis cadangan devisa Indonesia hingga akhir tahun bisa mendapai US$110-120 miliar atau 
tertinggi dalam sejarah Indonesia .

Darmin meyakini posisi cadangan devisa Indonesia saat ini sudah cukup kuat untuk menahan jika terjadi pembalikan 
modal asing besar-besaran. Menurut Darmin, penguatan cadangan devisa menjadi salah satu alasan Fitch Ratings 
menaikkan outlook peringkat utang Indonesia dari BB+ Outlook Stabil menjadi BB+ Outlook Positif. Melalui peningkatan peringkat itu, Indonesia selangkah lagi menuju investment grade. Tantangan untuk itu, yang harus dijawab pemerintah dengan tindakan dan kebijakan yang tepat dan cepat. Dengan melihat hal di atas, pemerintah harus kerja keras menuju pertumbuhan berkualitas.