Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Butuh Ratusan Insinyur untuk Bangun Industri Dalam Negeri
Oleh : si
Minggu | 12-05-2013 | 10:31 WIB

SURABAYA, batamtoday - Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa menilai, bahwa Indonesia membutuhkan ratusan ribu insinyur untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

Menurutnya, jumlah insinyur saat ini masih sedikit, yaitu 164 per satu juta penduduk. Bahkan, akhir-akhir ini peminatnya menurun. Sementara jumlah sarjana teknik sebanyak 11 persen atau 1,05 juta dari total 9,6 juta sarjana. "Yang ideal itu adalah sekitar 20 persen dari seluruh sarjana," ujarnya di ITS, Surabaya, Sabtu (11/5/2013).

Hatta mengharapkan, agar pada tahun-tahun mendatang Indonesia dapat menghasilkan jumlah insinyur dan sarjana teknik berkualitas secara signifikan agar dapat mengolah sumber daya alam (SDA) sendiri.

"Pada 2025 kita memerlukan 129.500 insinyur per tahun. Sedangkan pada 2025 sampai 2030 kita perlu 175 ribu insinyur agar mendorong industri dan special economic zone untuk mengolah SDA kita sendiri. Jangan sampai insinyur asing yang masuk dan mengolah SDA kita," tegasnya.

Dia membandingkan jumlah insinyur dan sarjana teknik di Indonesia dengan Malaysia yang memiliki rasio hampir 50 persennya adalah sarjana teknik. "Malaysia sekarang jumlah sarjana tekniknya 13 juta dari total 27 juta penduduknya," ungkap Hatta.

Sedangkan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Bidang Pemberdayaan Daerah, Adik Dwi Putranto mengatakan, industri dalam negeri dituntut mampu bersaing dalam percaturan ekonomi dunia, karena mau tidak mau pasar akan semakin terbuka dengan diberlakukannya berbagai perjanjian perdagangan bebas, termasuk Asean Economic Community (AEC) 2015.

"Sebagai upaya untuk membentengi, caranya adalah dengan memperkuat rasa cinta produk dalam negeri. Industri dalam negeri tak kalah dari asing," katanya Adik Dwi Putranto. 

Adik mengatakan, potensi pasar dalam negeri dengan total populasi 240 juta jiwa harus dioptimalkan. Hal ini tidak mudah, karena konsumen akan memilih produk paling berkualitas.

"Lagi-lagi ini harus diimbangi dengan daya saing industri. Kalau tidak, Indonesia hanya akan menjadi pasar dan masyarakat dipaksa mengonsumsi produk asing. Tapi saya yakin produk industri dalam negeri tidak kalah dari milik asing," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Bidang Pemberdayaan Daerah ini, mengungkapkan, ada dua hal yang mengakibatkan daya saing produk Indonesia sering kalah bersaing.

Menurutnya, selain kualitas SDM relatif masih rendah, ketergantunagn industri dalam negeri terhadap bahan baku impor juga masih sangat tinggi, mencapai sekitar 70 persen. Bahkan untuk di industri farmasi, sekitar 90 persen bahan baku masih harus impor dari berbagai negara.

"Jadi, selain harus cinta produk dalam negeri, kita juga harus cinta sumber alam kita sendiri. Dan Pameran Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) di Surabaya ini menjadi hal yang harus dilakukan agar masyarakat tahu bahwa industri yang menggunakan bahan baku lokal juga bisa menghasilkan produk yang tidak kalah dari produk luar," tegasnya.

Sementara itu Deputi Bidang Perekonomian Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Binsar Simanjuntak mengatakan, sejak 2009 pemerintah telah mengintruksikan kepada seluruh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lembaga-lembaga pemerintahan di seluruh Kabupaten dan Kota untuk lebih memanfaatkan produk-produk yang dihasilkan industri dalam negeri.

Dorongan tersebut diberikan agar industri dalam negeri, khususnya industri manufaktur, memiliki daya saing yang tinggi di tengah maraknya impor industri asing.

Apalagi saat ini industri dalam negeri dianggap sudah bisa disandingkan kualitasnya dengan produk-produk asing. "Potensi industri dalam negeri kita, termasuk di Jatim sudah cukup bagus. Produk-produknya sudah bisa berkontribusi terhadap pembangunan di Indonesia," kata Binsar.

Sumber : Sindonews.com