Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

WALHI Aceh Ajukan PK Ladia Galaska
Oleh : Tunggul Naibaho
Jum'at | 01-04-2011 | 16:17 WIB

Banda Aceh, batamtoday - Wahana Lingkungan Hidup Aceh (WALHI Aceh) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan Mahkamah Agung (MA) RI atas kasus pembangunan jalan Ladia Galaska, dan memori PK disampaikan  melalui Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kamis 31 Maret 2011.

Anggota Tim Pengacara WALHI Aceh (pemohon), M. Zuhri Hasibuan, S.H. dan Syafruddin, S.H. memasukan memori PK ke Pengadilan Negeri didampingi Direktur WALHI Aceh, T. Muhammad Zulfikar.

Pemohon meminta kepada MA agar meninjau kembali atas putusan perkara perdata No. 27/ Pdt.G/2003/PN-BNA Jo No.43/Pdt/2004/PT-BNA Jo No.1343 K/Pdt/2007 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheiddaad).

“Kami telah mengumpulkan novum (bukti baru) atas kasus ini, yang telah kami kumpulkan melalui penelitian lapangan bulan Februari lalu,” kata M. Zuhri kepada batamtoday Jumat 1 April 2011.

 

Novum


Adapun novum-novum tersebut antara lain:
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan. Pasal  6 ayat (1) dan ayat (2) PP No.28 Tahun 1985 yang menentukan bahwa:

“Kawasan hutan dan hutan cadangan DILARANG dikerjakan atau diduduki TANPA IZIN MENTERI”. Menteri adalah Menteri Kehutanan Republik Indonesia (Pasal 1 angka 5 PP ini) . “Hutan lainnya dikerjakan oleh yang berhak sesuai dengan petunjuk Menteri”.

Pasal 8 ayat (2) PP No.28 Tahun 1985 menentukan bahwa: “Siapa pun DILARANG melakukan penebangan pohon dalam radius/jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai dan anak sungai yang terletak di dalam kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya”. Pasal 50 ayat (3) huruf  c. UU No.41 Tahun 1999.


2. Sekalipun PP No.28 Tahun 1985 dinyatakan telah dicabut secara formal oleh Pasal 56  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan, akan tetapi normatif-substantifnya masih tetap berlaku dan mengikat sepanjang kewenangan atributif dan delegatifnya belum ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dibawahnya sebagai turunan PP No.45 Tahun 2004 tersebut. Apa lagi secara prosedural pada masanya gugatan ini sebagai hukum positif terhadap PP No.28 Tahun 1985. (Bukti  PK-2).


3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.

Pasal  72 ayat (3 huruf b.), ayat (5 huruf a.) dan ayat (6) PP ini menentukan bahwa, ”Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan umum terbatas, antara lain meliputi kegiatan pembangunan

(a). Jalan umum dan jalan keretaapi, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden”.

4. Keputusan Presiden RI No.32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Pasal 8 Keppres ini menentukan bahwa:
a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan atau
b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih dan atau;

c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih.

Pasal 39 ayat (1) “Pemerintah Tingkat II wajib mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan hutan lindung”.

5. Keputusan Presiden R.I. No.33 Tahun 1998 Tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser.

6. Keputusan Menteri Kehutanan R.I. No.190/Kpts-II/2001 Tentang Pengesahan
Batas Kawasan Ekosistem Leuser di Provinsi Daerah Istimewa Aceh, tanggal 29 Juni 2001.

7. Surat, Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) Wilayah Aceh, Pemerintah Aceh, tanggal 24 Maret 2011, Nomor: 522.1/071/III/2011, hal:
Permintaan Data Ladia Galaska, karena surat dari Pemohon PK tgl 23 Maret 2011, Nomor:37/DE/ WALHI Aceh/III/2011, hal: Permintaan Data Ladia Galaska.

8. Surat, Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser, Februari – 2009, Kawasan Ekosistem Leuser Sebagai Kawasan Strategis Nasional.

9. Surat, Tapal Batas Kawasan Ekosistem Leuser (SK Menteri Kehutanan No.190/Kpts-II/2001).

Selain bukti-bukti formal yang telah disebutkan di atas, tim pengacara juga telah mengumpulkan bukti-bukti kerusakan di beberapa ruas jalan Ladia Galaska melui kliping-kliping surat kabar.

“Kliping ini menjadi bukti nyata kerusakan yang terjadi. Jadi kerusakan yang terjadi bukanlah hayalan atau perkiraan semata tetapi sudah benar-benar terjadi,”kata M. Zuhri.

Tim pengacara bersama WALHI Aceh telah melakukan perjalanan ke beberapa ruas jalan Ladia Galaska sekitar awal Februari 2011 lalu. Tim menyusuri ruas jalan Peureulak–Gayo Lues (Blangkejeren–Pinding–Lokop–Peureulak). Di ruas jalan ini ditemukan banyak kerusakan lingkungan akibat perambahan hutan.

Selain itu, tim juga melintasi Ruas Jalan Gayo  Lues–Takengon (Takengon–Ise-ise–Blangkejeren) dimana di sepanjang jalan tersebut telah terjadi longsor di banyak titik, bentangan tanah terbuka, penambahan pemukiman di Kawasan Ekosistem Leuser dan bongkahan kayu rebah.

Ruas jalan terakhir yang diselidiki adalah ruas jalan Takengon–Nagan Raya (Jeuram -Beutong Ateuh–Takengon) dimana di wilayah ini telah terjadi perambahan hutan lindung, gangguan/kerusakan ekologis dan pemukiman baru pada daerah Tanoh Depet di Kecamatan Celala Kawasan Hutan Lindung.

“Melihat fakta-fakta ini kami merasa sangat miris karena nantinya bisa menimbulkan bencana akibat kerusakan tersebut,” ujar M. Zuhri.

WALHI memohon kepada MA agar dapat memerintahkan kepada para tergugat (Pemerintah RI dan Aceh)  untuk menghentikan semua aktifitas pembangunan proyek Ladia Galaska yang memotong ataupun melalui kawasan hutan dan pegunungan Leuser.

Atau setidak-tidaknya menyatakan proyek Ladia Galaska yang memotong atau melalui kawasan hutan dan pegunungan leuser tidak dapat direalisasikan hingga ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Kami juga meminta agar kondisi hutan yang telah rusak dapat direhabilitasi seperti semula, dengan cara melakukan penanaman kembali seluruh hutan di Kawasan Hutan dan Pegunungan Leuser yang rusak akibat realisasi proyek Ladia Galaska sebelum dan sesudah adanya AMDAL,” jelas pengacara yang juga mantan Ketua Panwaslu Aceh.