Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penambahan Kewenangan DPD dalam Bidang Legislasi

MPR Usulkan ada Fatwa soal RUU yang Sifatnya Nasional dan Daerah
Oleh : si
Senin | 29-04-2013 | 20:31 WIB
taufik_Kiemas.jpg Honda-Batam

Ketua MPR Taufik Kiemas

JAKARTA, batamtoday - Pimpinan MPR RI menerima pimpinan DPD RI untuk melakukan rapat konsultasi terkait hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi UU 27/2009 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) dan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).



Rapat yang dipimpin Ketua MPR Taufiq Kiemas ini berlangsung di ruang Nusantara V, yang didampingi Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin (F-PPP), Hajriyanto Y. Thohari (F-PG), Wakil Ketua DPR Melani Leimina Suharli (F-PD) dan Ahmad Farhan Hamid (unsur DPD RI). Sementara dari pihak DPD dihadiri Ketua Irman Gusman, didampingi Wakil Ketua Laode Ida dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas.

Menurut Irman, rapat konsultasi MPR-DPD ini merupakan rapat ketiga selama periodesasi MPR RI saat ini.

"Rapat kali ini ingin menyampaikan keputusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU 27/2009 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) dan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) ke MPR," kata Irman di Jakarta, Senin (29/4/2013).

Kata Irman, putusan MK ini menyangkut aspek berwenang bagi DPD untuk dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan kewenangannya, membahas RUU sampai selesai, dan membahas prolegnas secara tripartit (DPD, DPR, Presiden).

"Namun, MK tidak mengabulkan soal kewenangan yang diajukan DPD agar bisa menetapkan Undang-undang," tegasnya.

Putusan MK ini merupakan momentum untuk memperbaiki program legislasi nasional yang lebih efisien, efektif dan lebih baik. Karena, sesuai Pasal 22D UU MD3, DPD dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi daerah lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

"Karena itu, dalam kesempatan ini kami sampaikan ke MPR, agar apa yang menjadi putusan MK tersebut, dapat didukung dan realisasikan. Sehingga, upaya pembuatan Undang-undang di Senanyan nantinya lebih berkualitas, karena dibahas bersama antara DPD dan DPR," katanya.

Sedangkan MPR meminta DPD secara itensif melakukan konsultasi dengan DPR dan Presiden untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut.
 
"MPR minta DPD intensifkan konsultasi dengan DPR dan Presiden untuk menindaklanjuti putusan MK itu. Putusan MK itu banyak aspek dan dimensi yang mesti dikonsultasikan dengan DPR dan Presiden. MPR RI akan mendukung terhadap apa yang nanti disepakati terhadap apa yang disebut sebagai tripatrit (DPR, DPD, Presiden) dalam pembahasan UU dimaksud," kata Hajriyanto Y Thohari. 

Hajriyanto mengusulkan agar pembahsan progran legislasi menjadi kesepatakan bersama, dimana RUU yang berifat nasional menjadii tanggungjawab DPR dan Presiden, RUU yang bersifat ke daerahan menjadi tugas DPD. Untuk pembagian kewenangan nasional dan daerah itu diperlukan fatwa sebagai bentuk penegasan.

"Jadi, putusan MK itu tidak serta merta bisa dilaksanakan tanpa ada definisi yang tegas, karena putusan MK itu maknanya sangat luas. Apalagi negara ini bukan negara federal, melainkan NKRI," ujarnya.

Taufiq Kiemas menegaskan, sekarang ini tak ada lembaga yang lebih tinggi, semuanya setara. Terkait putusan MK tersebut, lebih baik kalau diselesaikan secara musyawarah mufakat, karena putusan MK tersebut juga menyangkut lembaga tinggi negara yang lain.

"Jadi, DPD harus lebih ulet, kerja keras lagi untuk sosialisasikan putusan MK itu,” tegasnya. “Putusan MK itu harus dimatangkan dulu sebelum dilaksanakan,"  sambung Lukman Hakim.

Editor : Surya