Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tambang Ditutup, Warga Dompak Mengeluh Kehilangan Pekerjaan dan Dana Kompensasi
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 16-04-2013 | 19:29 WIB
Tambang-(Lokasi-tambang-PT-Wahana-di-Seienam-Kijang-1).jpg Honda-Batam

PKP Developer

Salah satu lakasi tambang bauksit di Seienam Kijang, Kabupaten Bintan.

"Biasanya, perusahaan yang memiliki izin di sini setiap tanggal 5 setiap bulannya sudah membayar kompensasi pada 600 KK lebih warga di Dompak. Namun dengan penghentian sementara aktivitas pertabangan ini telah membuat warga was-was tidak dapat lagi dana kompensasi," Amiruddin, warga Dompak.

TANJUNGPINANG, batamtoday -- Kebijakan pemerintah menghentikan sementara aktivitas pertambangan bauksit guna melakukan evaluasi pelaksanaan penambangan ilegal yang semakin marak di Kota Tanjungpinang, ternyata tidak membuat permasalahaan selesai. Penutupan tambang bauksit ini bahkan berbuntut masalah baru.

Hal itu terlihat dari keluh kesah ratusan kepala keluarga (KK) warga Dompak Laut dan Darat, yang mulai menjerit dan was-was setelah sebagian kehilangan pekerjaan dan dana kompensasi yang selama ini mereka terima setiap bulannya dari penambang.

Keluh kesah itu salah satunya disampaikan Amiruddin, salah satu dari ratusan warga Dompak, kepada batamtoday di Dompak, Selasa (16/4/2013). "Saat ini sejumlah warga di daerah ini was-was, akan tidak ada lagi dana kompensasi dan hilangnya pekerjaan sejumlah pemuda dan kepala keluarga ada di sini," ujar Amiruddin yang merukapakan ketua RT di Dompak.

Dari penuturan Amiruddin, sebanyak 600 KK warga di Dompak biasanya rutin menerima dana kompensasi sekitar Rp 400-Rp 500 ribu per kepala Kelauarga setiap bulannya. Selain dana kompensasi, sejumlah warga juga masih mendapat penghasilan tambahan dari gaji bekerja sebagai buruh di perusahaan tambang, khusunya yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi.

"Biasanya, perusahaan yang memiliki izin di sini setiap tanggal 5 setiap bulannya sudah membayar kompensasi pada 600 KK lebih warga di Dompak. Namun dengan penghentian sementara aktivitas pertabangan ini telah membuat warga was-was tidak dapat lagi dana kompensasi," ujarnya.

Hingga saat ini, kata Amiruddin, sejumlah warga sudah sibuk saling telepon-teleponan mengenai pembayaran dana kompensasi apakah masih akan dibayar pada bulan ini atau tidak. Sementara pihak perusahaan, mengaku tidak mampu membayarkan karena aktivitas pertambangannya untuk sementara dihentikan.

Warga lainnya juga mengaku prihatin dengan nasib perusahaan yang memiliki izin lengkap, terpaksa harus ikutan berhenti operasi akibat penertiban yang dilakukan oleh Wali Kota Tanjungpinang. "Padahal perusahaan resmi itu selalu bayar kompensasi kepada warga tepat waktu," ujar ibu paruh baya yang enggan menyebut namanya itu. Bapaknya anak-anak pun tak bekerja lagi," tambahnya.

Ratusan KK warga Dompak ini pun hanya bisa berharap, pemerintah dapat segera melaksanakan evaluasi dan verifikasi terhadap sejumlah perusahaan yang melakukan pertambangan di Tanjungpinang, sehingga yang resmi bisa segera beroperasi kembali.

"Kan kasihan juga perusahaan yang resmi terpaksa harus ikut menanggung beban karena ulah para penambang liar. Harusnya yang benar-benar memiliki izin dan persyaratan bisa beroperasi kembali dengan mekanisme dan koridor yang benar," sebut Wahyu, warga Dompak lainnya, menanggapi kebijakan penertiban penambangan ini.

Selama ini, lanjut Wahyu, selain memang memiliki sisi negatif, aktivitas tambang di kawasan Dompak sangat membantu warga dari sisi keenomian melalui bantuan kompensasi serta lapangan pekerjaan. Apalagi, sejumlah warga yang sebelumnya berprofesi sebagai nelayaan sudah sempat beralih pekerjaan menjadi buruh tambang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Rasa was-was warga tidak mendapat dana kompensasi dari tambang, juga diutarakan Wahid, salah satu ketua RW di Km Sembilan Tanjungpinang. Ia mengatakan, dari 700 KK warganya yang setiap bulan menerima dana kompensasi, saat ini mulai resah dan bertanya-tanya, apakah benar perusahaan tambang di daerahnya masih membayarkan dana kompensasi bulan ini. karena operasional peruahaan tambang-nya berhenti dan tidak beroperasi lagi.

"Dari kemarin sudah banyak yang menelepon menanyakan bagaimana dana kompensasi bulan ini, hingga saya juga bingug menjawab karena perusahaan juga mengeluh dengan tidak adanya opersional," ungkap Wahid.

Sebenarnya, warga juga tidak paham dengan arah kebijakan pemerintah yang melakukan penutupan aktivitas pertambangan yang menyalahi aturan. Hanya saja warga berharap, hendaknya pemerintah dapat menata dan mengawasi secara ketat aktivitas opersional pertambangan hingga tidak melangar aturan apalagi melakukan pertambangan ilegal.

"Kami meminta pada pemerintah, kalau perusahaan yang sudah memenuhi persyaratan dan memiliki izin secara resmi hendaknya opersional pertambanganya dapat segera dibuka kembali, dengan pembinaan yang benar-benar," katanya.

Dalam seminggu terakhir, atau sejak 8 April 2013 lalu, seluruh aktivitas pertabangan bauoksit di Kota Tanjungpinang, baik yang legal maupun yang illegal terpaksa dihentikan seiring dengan kebijakan Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah dalam rangka evaluasi dan penatan kembali opersional pertambangan di Tanjungpinang.

Dalam pelaksanaan evaluasi dan penataan ini sendiri, Dinas KP2KE kota Tanjungpinang juga memberikan 21 item persyaratan yang harus dipenuhi masing-masing perusahaan, termasuk izin usaha pertambangan (IUP), titik koordinat IUP, pembayaran pajak, pelaksanaan reklamasi, serta laporan opersional dan jumlah produksi material bauksit yang telah diekspor.

Editor: Dodo