Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hasil Ikhtisar Pemeriksaan Semester II Tahun 2012

BPK Nilai Rekruitmen PNS di Pusat dan Daerah Boroskan Keuangan Negara
Oleh : si
Selasa | 02-04-2013 | 18:44 WIB
hadi_purnomo.jpg Honda-Batam

Ketua BPK Hadi Purnomo

JAKARTA, batamtoday - -Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai penetapan formasi dan pengadaan pegawai negeri sipil (PNS) dinilai telah memboroskan keuangan negara karena pemerintah tidak memiliki perencanaan yang matang dalam rekruitmen PNS.

Hal itu disampaikan Ketua BPK Hadi Purnomo saat menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2012 kepada Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Selasa (2/4).  

"Patut dipertanyakan bagaimana penetapan formasi PNS dan pengadaannya. BPK menilai pemerintah tidak memiliki perencanaan yang matang dalam rekrutmen PNS.," kata Hadi, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/4/2013).

Dari temuan BPK itu, jumlah PNS dari 2007 sampai 2011 bertambah rata-rata 12,38% per tahun. Pada 2007 jumlah PNS sebanyak 4.067.201, dan pada 2011 menjadi 4.570.818 orang. Artinya dalam kurun waktu empat tahun terjadi penambahan jumlah PNS sebanyak 503.617 orang.

"Sejalan dengan bertambahnya jumlah PNS belanja pegawai juga terus meningkat," jelasnya.

Menurut Hadi, belanja pegawai pemerintah pusat sepanjang 2007 menghabiskan anggaran Rp 90,42 triliun. Pada 2011 jumlah itu meningkat menjadi Rp180,62 triliun. Itu baru ditingkat pusat, di tingkat daerah anggaran belanja untuk PNS jauh lebih besar. Pada 2007 belanja pegawai daerah mencapai Rp119,25 triliun. Sedangkan pada 2011 meningkat menjadi Rp226,54 triliun.

"Atas peningkatan jumlah PNS tersebut, patut dipertanyakan bagaimana penetapan formasi PNS dan pengadaannya," tegasnya.

Ia mengungkapkan, pengajuan usulan tambahan formasi PNS belum selaras dengan analisa kebutuhan dan beban kerja. Penambahan jumlah PNS juga tidak didukung data dan informasi kepegawaian yang akurat.

"Belum ada grand disain yang dimiliki pemerintah untuk merekrut PNS. Kenapa harus ditambah, kenapa dikurangi bagaimana persentasenya," kata Hadi.

Hadi menambahkan, iktisar hasil pemeriksaan semester II tahun 2012 ini kinerja pemerintah pusat dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap pemerintah daerah dan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pemeriksaan telah dilakukan terhadap sekitar 709 objek dan menghasilkan temuan sebanyak 12.947 kasus dengan potensi kerugian Rp9,72 triliun.

"Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.990 kasus senilai Rp5,83 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan negara," ujarya. 

Hadi menjelaskan, ada 4.815 kasus kelemahan sistem pengendalian internal, 1.901 kasus penyimpangan administrasi, dan 2.241 kasus senilai Rp3,88 triliun kasus temuan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.

Terhadap kasus-kasus tersebut, BPK merekomendasikan, DPR dapat meningkatkan pengawasan pengeloalaan anggaran dan mendorong penyelesaian tindak lanjut. Hal ini mengingat, nilai kerugian negara temuan BPK ini tidak kecil nilainya.

"Temuan tersebut terus berulang-ulang setiap tahunnya. Jika tidak dilakukan tindak lanjut bersama, potensi terjadinya kerugian negara yang lebih besar dapat terjadi," kata Hadi.

Editor : Surya