Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Olahraga Ternyata Tak Redakan Depresi
Oleh : Dodo
Senin | 01-04-2013 | 13:10 WIB
lari.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

DURHAM, batamtoday - Ternyata depresi bisa menurunkan manfaat olahraga maupun perilaku menyehatkan lainnya, demikian sebuah penelitian terbaru mengungkapkan. Dalam riset ini, orang yang aktif secara fisik umumnya mempunyai level C-reactive protein (CRP) yang lebih rendah.

CRP adalah penanda terjadinya peradangan dalam tubuh. Namun kaitan ini tidak ditemukan pada mereka yang mengalami depresi, bahkan olahraga tidak mempengaruhi level CRP mereka.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa level CRP yang tinggi merupakan faktor risiko atas terjadinya penyakit jantung. Selain itu, mengkonsumsi alkohol juga menurunkan level CRP tetapi hanya di kalangan pria yang tidak mengalami depresi.

"Temuan kami menunjukkan bahwa depresi tidak hanya memberikan efek langsung pada mental seseorang dan kesehatan fisik, ia juga bisa menurunkan manfaat kesehatan atau aktivitas fisik serta konsumsi alkohol moderat," ujar peneliti riset Edward Saurez, associate profesor bidang ilmu perilaku dan psikiatri di Duke University Medical Center di Durham. Hasil studi ini dipublikasikan di jurnal Brain, Behavior dan Immunity.

Jika penelitian selanjutnya mengkonfirmasi temuan ini, para dokter harus mempertimbangkan pengobatan depresi sebagai metode tambahan untuk menurunkan risiko penyakit jantung, bersamaan dengan rekomendasi tradisional lainnya seperti olahraga dan makan makanan sehat, ungkap Saurez. Intervensi awal sangatlah penting, sebab pada tahap apapun depresinya, jika tidak diobati, bisa berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sambung dia.

Namun hasil studi yang dikutip situs LiveScience edisi 27 Maret 2013 ini hanya melihat adanya kaitan tetapi bukan hubungan sebab-akibat. Sangat mungkin level CRP berubah pada orang yang mengalami depresi, tetapi levelnya tidak berubah jika orang tersebut tidak depresi.

Para ilmuwan mencatat bahwa tanda lain dari penyakit jantung, seperti kadar lemak di dalam darah dan level kolesterol baik menunjukkan peningkatan pada mereka yang aktif berolah raga, tidak peduli apakah mereka depresi atau tidak. Selan itu, sambung Saurez, depresi dalam studi ini hanya dianalisis dengan kuisioner, bukan dengan diagnosis klinis.

Para ilmuwan juga tidak mengevaluasi apakah partisipan dalam studi ini pernah mengalami penyakit jantung serta tidak melakukan pengamatan sepanjang waktu untuk melihat apakah depresinya menyebabkan penyakit jantung. Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang yang depresi berisiko lebih tinggi mengalami penyakit jantung dan sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit jantung berisiko mengalami peningkatan depresi.

Sumber: tempo.co