Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bersinergi Atasi Krisis Air Dunia
Oleh : Dodo
Jum'at | 22-03-2013 | 10:38 WIB

BATAM, batamtoday - Perubahan iklim, pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi memicu kelangkaan air dunia. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru Worldwatch Institute (WI) yang dirilis untuk menyambut Hari Air Dunia (World Water Day) yang jatuh hari ini, 22 Maret.

Laporan ini menyatakan, saat ini, 1,2 miliar orang atau seperlima penduduk dunia tinggal di wilayah yang kekurangan air akibat kerusakan lingkungan, berkurangnya air tanah dan distribusi air yang tidak merata. Sebanyak 1,6 miliar penduduk dunia yang lain tinggal di wilayah dengan infrastruktur air yang tidak memadai. Kurangnya investasi dan buruknya tata kelola air menjadi penyebab masalah ini.

Situasi kelangkaan air ini akan terus memburuk seiring dengan dengan pertambahan jumlah penduduk, perubahan iklim, pertumbuhan investasi, buruknya tata kelola air dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

Jumlah populasi dunia akan melonjak dari 7 miliar ke 9,1 miliar pada 2050. Seiring dengan pertumbuhan populasi dunia, kebutuhan air untuk energi, pangan dan industri juga akan terus meningkat menimbulkan tekanan yang lebih besar pada sumber daya air. Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan UN Water, penggunaan air naik dua kali lipat lebih cepat dari pertumbuhan penduduk dalam satu abad terakhir.

Pada 2025, sebanyak 1,8 miliar penduduk dunia diperkirakan akan hidup di negara atau wilayah dengan kondisi kelangkaan air absolut dan hampir separuh penduduk dunia tinggal di wilayah yang mengalami gangguan pasokan air.

Sektor pertanian adalah sektor yang paling banyak menggunakan air – mencapai 70% dari total penggunaan air dunia. Peringkat kedua ditempati oleh industri (19%) diikuti rumah tangga (11%). Negara yang tercatat paling banyak menggunakan air adalah China, India dan Amerika Serikat.

Di negara-negara maju yang menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), penggunaan air untuk pertanian rata-rata mencapai 44%. Angka ini naik lebih dari 60% di delapan negara anggota OECD yang mengandalkan irigasi sebagai sumber air pertanian mereka. Di Brasil, Russia, India, dan China, penggunaan air untuk pertanian rata-rata mencapai 74% – mulai dari 20% di Russia hingga 87% di India.

Selain memaparkan data-data terbaru, laporan ini juga memberikan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan untuk mengatasi kelangkaan air. Salah satunya dengan memberikan bantuan kepada petani kecil untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air mereka. Menanam tanaman yang sesuai dengan kondisi lokal dan menggunakan sistem irigasi tetes yang langsung mengantarkan air ke akar tanaman juga bisa menjadi solusi meningkatkan efisiensi penggunaan air.

Laporan WI juga menggarisbawahi pentingnya sinergi untuk mengatasi krisis perubahan iklim, yang menjadi salah satu penyebab utama krisis air global.

Sumber: hijauku.com